KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) berbagi pengalaman tentang biaya rekrutmen dan mobilitas tenaga kerja pada Asia-Gulf Cooperation Council (GCC) Senior Official Dialogue on GCM Implementation in Achieving SDG 10.7 and 17 and GCM Objectives 6 and 23 di Filipina pada 30-31 Mei 2023.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Afriansyah Noor mengatakan, pemerintah Indonesia memiliki peraturan baru tentang pekerja migran Indonesia ( PMI), yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan PMI. Di bawah UU ini, PMI diperlakukan sebagai subjek dan bukan objek.
"Hal itu dapat diartikan bahwa setiap calon pekerja migran harus memiliki kemauan mereka sendiri untuk bekerja di luar negeri dan melamar sendiri atau tanpa peran perantara yang dulu mereka gunakan pada masa lalu," katanya di Taguig, Filipina, Selasa (30/5/2023).
Afriansyah mengatakan, UU tersebut juga melarang pembebanan biaya perekrutan bagi pekerja migran.
Baca juga: Upaya Kemenaker untuk Terus Meningkatkan Kompetensi Ahli K3
Dengan demikian, pemerintah mengundang pemangku kepentingan terkait dalam membahas dan menentukan komponen struktur biaya untuk proses penempatan dan jumlahnya untuk memastikan biaya untuk bekerja di luar negeri akuntabel, tepat, dan akurat.
Afriansyah pun menyarankan negara asal dan tujuan duduk bersama untuk berdiskusi dengan cara yang tepat.
Kemudian, negara harus membahas struktur biaya dan hambatan dalam proses penempatan dan rekrutmen, termasuk menentukan komponen yang harus ditanggung.
"Selain itu, kedua negara membahas bagaimana memberantas perantara dan hambatan yang menyebabkan biaya perekrutan lebih tinggi,” ujarnya dalam siaran pers, Selasa.
Afriansyah menegaskan, negara asa dan tujuan dapat membicarakan proses penempatan atau sistem rekrutmen dengan memastikan tidak ada perantara atau pihak tidak berwenang yang terlibat dalam proses penempatan pekerja migran.
Baca juga: Kemenaker: RUU PPRT Sangat Mendesak, Semoga Pecah Telur 16 Juni 2023