KOMPAS.com – Kementerian Pertanian ( Kementan) menggandeng Ombudsman Republik Indonesia (RI) untuk mengoptimalisasi pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi.
Sinergi tersebut menjadi salah satu langkah strategis untuk menjaga ketersediaan dan keterjangkauan pupuk bagi para petani.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, salah satu langkah yang telah disepakati dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) adalah melakukan perubahan kebijakan pupuk bersubsidi sebagai hasil pembahasan dengan seluruh pihak terkait, termasuk Ombudsman.
Adapun perubahan kebijakan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Pertanian ( Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian.
“Langkah ini untuk menjawab isu krisis pangan global sebagai dampak dari Pandemi Covid-19, geopolitik, dan adanya disrupsi rantai pasok global yang menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa,” ungkap SYL lewat keterangan persnya, Kamis (2/3/2023).
Hal tersebut disampaikan SYL saat membuka Rapat Koordinasi Pengelolaan dan Pengawasan Pupuk Bersubsidi Tahun 2023 di Bogor, Rabu (1/3/2023).
Baca juga: Antisipasi Lahan Pertanian Terendam Banjir, Kementan Siapkan Pompanisasi hingga Asuransi Pertanian
SYL menambahkan, sinergi pengawalan pupuk bersubsidi bersama dengan Ombudsman merupakan langkah penting, karena rakyat dan negara bergantung pada pangan dan pertanian.
"(Pangan dan pertanian) merupakan sektor yang banyak menyerap lapangan kerja. Maka dari itu, distribusi pupuk harus benar-benar dikawal,” tuturnya.
Menurutnya, terdapat tiga perubahan kebijakan pemerintah dalam Permentan Nomor 10 Tahun 2022. Pertama, perubahan jenis pupuk dari yang semula berupa Urea, SP36, ZA, NPK, dan organik menjadi pupuk Urea dan NPK.
Kedua, perubahan peruntukan menjadi melakukan usaha tani dengan lahan paling luas 2 hektar (ha) untuk sembilan komoditas pangan pokok dan strategis, seperti padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi, dan kakao.
“Langkah dan kebijakan ini ditetapkan agar produk hasil pertanian kita yang terutama memiliki kontribusi sebagai bahan pangan pokok dan berdampak terhadap inflasi bisa terus terjaga. Dengan demikian, diharapkan ketahanan pangan nasional Indonesia dapat terwujud,” jelas Mentan SYL.
Baca juga: Mentan SYL: Produktivitas Sawit Nasional Rendah, Baru 3–4 Ton per Hektar
Ketiga, perubahan mekanisme pengusulan alokasi pupuk bersubsidi dilakukan dengan menggunakan data spasial atau data luas lahan dalam Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian ( Simluhtan).
Perubahan ini, lanjut Mentan SYL, juga tetap mempertimbangkan luas baku lahan sawah yang dilindungi (LP2B), sehingga penyaluran pupuk bersubsidi akan lebih tepat sasaran dan lebih akurat sesuai dengan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“ Petani tetap berhak mendapatkan pupuk bersubsidi selama melakukan usaha tani subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan atau perkebunan dengan luas lahan 2 ha yang setiap musim tanam tergabung dalam kelompok tani yang terdaftar,” jelas Mentan SYL.
Sejalan dengan yang disampaikan oleh Mentan SYL, Ketua Ombudsman RI Mokhamad Najih mengatakan, program pupuk bersubsidi memiliki fungsi yang sangat strategis dan penting dalam perlindungan atau pemberdayaan petani.
Baca juga: Dukung Ketahanan Pangan Nasional, Kementan Fokus Awasi Praktik Alih Fungsi Lahan
Menurutnya, keberhasilan program ini sangat bergantung pada kinerja dari Kementan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas pertanian guna jaga ketahanan pangan.
”Maka dari itu, kami memberikan apresiasi kepada Kementan, karena program ini dapat menekan pengeluaran petani dan meningkatkan produksi pangan. Selain itu, kehadiran Ombudsman sebagai lembaga eksternal sangat diperlukan untuk mengawal output penggunaan anggaran, mengawasi pelayanan, dan mencegah maladministrasi,” ujar Najih.
Anggota Ombudsman RI bidang Pengawasan Pelayanan Publik di Sektor Pertanian Yeka Hendra Fatika menegaskan, Ombudsman, dari yang levelnya pusat hingga kantor perwakilan di setiap daerah, memiliki komitmen untuk mengawal pupuk bersubsidi.
Langkah itu, sebut dia, dilakukan agar kebutuhan petani kecil bisa terpenuhi. Dengan demikian, ia berharap sinergi dan koordinasi dengan Kementan bisa berjalan dengan baik.
“Sehingga, tata kelola pupuk bersubsidi semakin lebih baik untuk ke depannya dan petani kecil di Indonesia mendapat perlindungan atas hak-haknya dalam memperoleh pupuk subsidi,” tambah Yeka.
Baca juga: Percepat Integrated Farming, Kementan Dorong LLF Buka Peluang Ekspor Produk Pertanian Indonesia
Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Ali Jamil mengatakan, pihaknya siap untuk berkoordinasi secara intensif dengan seluruh stakeholder terkait.
Khususnya, terkait pengawasan dari Ombudsman RI dan tim Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Korupsi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Di samping itu, ada pula pengawasan internal dan kelompok pengamat, peneliti, dan pemerhati (KP3) yang sudah berjalan saat ini.
“(Koordinasi) ini dilakukan untuk memastikan perubahan kebijakan dapat diimplementasikan di tingkap lapangan dan berdampak pada capaian produksi pertanian, khususnya sembilan komoditas, serta gejolak di tingkat petani dapat teratasi,” ujar Ali.
Ali berharap, Ombudsman dapat memahami perubahan kebijakan pupuk bersubsidi serta dampaknya bagi masyarakat petani, sehingga seluruh stakeholder yang terlibat bisa berkonsentrasi mengatasi keterbatasan penyediaan, mengawal pengelolaan, dan mengawasi penyaluran pupuk bersubsidi.
“Pemenuhan kebutuhan pupuk masyarakat petani di wilayahnya dapat teratasi dan penyaluran pupuk bersubsidi dapat tepat sasaran, sehingga penyimpangan penyaluran pupuk bersubsidi berkurang dan terjadi peningkatan produksi pangan,” katanya.