KOMPAS.com – Presiden Prabowo Subianto menyerukan pentingnya menciptakan dan menjaga birokrasi bersih dan berintegritas demi mewujudkan Indonesia yang sejahtera.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Rini Widyantini menjelaskan, salah satu agenda reformasi birokrasi adalah pengelolaan konflik kepentingan dalam pengambilan keputusan publik.
Hal tersebut dibutuhkan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih serta meningkatkan kualitas pelayanan publik.
“Keputusan pejabat pemerintahan yang diambil berdasarkan situasi konflik kepentingan yang tidak dikelola dapat membawa kerugian pada kepentingan publik. Maka dari itu lahirnya kebijakan yang mengatur pengelolaan konflik kepentingan menjadi langkah yang sangat penting,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (13/11/2024).
Rini menyampaikan, seluruh instansi pemerintah harus memiliki komitmen untuk melawan praktik penggelapan dana publik dengan berbagai langkah strategis, termasuk menciptakan sistem pemerintahantransp aran sesuai arahan Presiden Prabowo.
“Pemerintahan bersih menjadi tanggung jawab kita bersama, saya mengajak semua pihak menjalankan amanat Presiden dan Wakil Presiden dengan membangun pemerintahan yang sebersih-bersihnya,” jelasnya.
Baca juga: Menteri PANRB Ajak ASN Lanjutkan Perjuangan Pahlawan
Adapun, pengelolaan konflik kepentingan diatur dalam Peraturan Menpan-RB No. 17/2024 tentang Pengelolaan Konflik Kepentingan yang resmi berlaku pada 8 November 2024.
Aturan tersebut menggantikan Peraturan Menpan-RB No. 37/2012 tentang Pedoman Umum Penanganan Benturan Kepentingan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum.
Lebih lanjut, Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB Erwan Agus Purwanto menjelaskan tentang pengelolaan konflik kepentingan.
Menurutnya, pengelolaan konflik kepentingan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola proses pengambilan keputusan dan/atau tindakan administrasi pemerintahan dalam situasi konflik kepentingan oleh pejabat pemerintahan.
Salah satu tujuan pengelolaan tersebut adalah mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan meningkatkan kualitas pelayanan publik.
“Ini merupakan upaya bersama untuk mencegah penyalahgunaan wewenang oleh Pejabat Pemerintahan dalam mengambil keputusan dan melakukan tindakan administrasi pemerintahan,” paparnya.
Dalam aturan ini disebutkan, konflik kepentingan pejabat pemerintahan tertentu bersumber dari kepentingan bisnis atau finansial, hubungan keluarga dan kerabat, hubungan afiliasi, pekerjaan dan di luar pekerjaan pokok (secondary employment atau moonlighting).
Lalu juga bersumber dari hubungan dengan rangkap jabatan, dan penggunaan pengaruh dan/atau relasi dari jabatan lama di tempat baru (revolving door), penerimaan hadiah atau gratifikasi, dan/atau sumber Konflik Kepentingan lainnya.
“Setiap instansi pemerintah wajib menyediakan mekanisme pengaduan, atas dugaan Konflik Kepentingan atau dugaan pelanggaran terhadap Pengelolaan Konflik Kepentingan,” jelas Erwan.
Instansi pemerintah, lanjut dia, diminta untuk dapat mengelola konflik kepentingan dengan membangun dan melaksanakan sistem pengelolaan konflik kepentingan.
Kemudian juga dengan melakukan pengawasan pengelolaan Konflik Kepentingan dan sanksi, monitoring dan evaluasi pengelolaan konflik kepentingan.
“Mekanisme pengaduan Konflik Kepentingan dapat diintegrasikan ke dalam mekanisme pengaduan aduan yang telah ada di Instansi Pemerintah,” ujarnya.
Sebagai informasi, Kemenpan-RB akan menyediakan sistem teknologi informasi untuk pengelolaan konflik kepentingan selambat-lambatnya tiga bulan sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
Dengan berlakunya aturan ini, instansi pemerintah yang telah menetapkan ketentuan terkait pengelolaan konflik kepentingan berdasarkan Peraturan Menpan-RB No. 37/2012 tentang Pedoman Umum Penanganan Benturan Kepentingan, menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lambat enam bulan sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.