KOMPAS.com - Realisasi serapan Kredit Usaha Rakyat (KUR) pertanian hingga 2 Oktober 2023 mencapai Rp 53,5 triliun.
Serapan KUR tertinggi terjadi pada sektor perkebunan yang mencapai Rp 21,2 triliun atau 64,09 persen dengan 311.111 debitur.
Selain perkebunan, serapan KUR yang tersalurkan untuk tanaman pangan sebesar Rp 12,66 triliun, peternakan Rp 9,89 triliun, hortikultura Rp 5,18 triliun, jasa mixed farming Rp 3,9 triliun, serta jasa pertanian, perkebunan, dan peternakan Rp 612 miliar.
Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Ali Jamil mengajak para petani dan pimpinan daerah untuk memanfaatkan layanan KUR demi meningkatkan kinerja sektor pertanian dari hulu hingga hilir.
Baca juga: Wapres: Ketangguhan Sektor Pertanian Diuji oleh El Nino
"Kalau ini termanfaatkan dengan baik, maka tidak perlu lagi petani mengambil pinjaman dari mana-mana yang bunganya besar-besar. Tentu saja, semua penerima KUR masuk dalam kelompok-kelompok tani yang dikendalikan bersama-sama,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (3/10/2023).
Ali menjelaskan, penyerapan KUR pertanian masih didominasi sektor hulu.
Sebagai langkah lebih lanjut, kata dia, Kementan juga akan mendorong pemanfaatan KUR di sektor hilir, seperti untuk pembelian alat pertanian.
"Sektor hulu selama ini dianggap lebih mudah diakses karena tidak memerlukan agunan. Padahal KUR dengan plafon besar pun sebenarnya akan mudah diakses jika digunakan untuk pembelian alat," ucap Ali.
Baca juga: Ombudsman: 53 Persen UMKM Masih Dimintai Agunan Saat Mengajukan KUR
Ia mengungkapkan bahwa realisasi serapan KUR tersebar di sejumlah provinsi.
Provinsi dengan serapan KUR tertinggi adalah Jawa Timur (Jatim) sebesar Rp 9,01 triliun. Kemudian, disusul Jawa Tengah (Jateng) Rp 6,9 triliun, Riau Rp 3,8 triliun, dan Sumatera Utara (Sumut) Rp 3,6 triliun.
"Kami akan tingkatkan serapan di provinsi yang lainnya, karena belum semua petani tahu proses mengakses KUR ini," ucap Ali.
Syarat mendapat KUR pertanian sendiri cukup mudah. Petani hanya diwajibkan memiliki lahan garapan produktif, rancangan pembiayaan anggaran, dan sejumlah syarat untuk kepentingan BI Checking.