KOMPAS.com – Kementerian Pertanian (Kementan) mengucurkan anggaran senilai Rp 600 miliar untuk pelaksanaan program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani ( Serasi) di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
“Anggaran yang dikucurkan sesuai dengan luasan lahan yang dikelola. Di mana setiap hektarnya dianggarkan Rp 4,3 juta," kata Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy.
Melalui program tersebut lahan rawa yang selama ini menganggur akan diolah dan diefektifkan kembali menjadi lahan pertanian.
Sebagai informasi, Kalsel memiliki potensi pertanian lahan rawa sangat besar, yakni 80 persen.
Sarwo mengatakan optimalisasi potensi tersebut tidak mudah.
Pasalnya, bukan hanya tanah yang memerlukan waktu untuk proses perbaikan, melainkan juga sumber daya manusia (SDM) harus dikembangkan.
Baca juga: Pengunaan Alsintan Modern Dapat Tekan Kebakaran Lahan Rawa di Sumsel
"Contohnya, lahan yang sebelumnya sudah pemerintah buka untuk budidaya padi. Ternyata wilayah itu tidak ada penduduknya, sehingga pemerintah kesulitan mencari yang akan bertanam," ujarnya dalam pernyataan tertulis, Senin (21/10/2019).
Untuk menarik perhatian masyarakat, pemerintah kemudian membangun satu kawasan percontohan pengelolaan lahan rawa di kawasan Jejangkit, Kalsel.
Kini kawasan tersebut sudah berkembang menjadi desa dengan akses yang jauh lebih baik.
“Awalnya akses jalanannya tidak bisa dilalui mobil karena hanya jalan kecil. Dengan adanya optimalisasi lahan rawa tersebut akhirnya dibuat jalan untuk mobilisasi alat-alat berat,” kata Sarwo Edhy.
Tak hanya itu, Sarwo bercerita, kini jalan di Jejangkit sudah diaspal, sudah tersedia listrik, dan pompa besar.
Lokasi itu juga memiliki integrasi ternak ayam, itik, ikan, juga komoditas pertanian lainnya, seperti sayuran.
Terkait program Serasi, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura (TPH) Provinsi Kalsel Syamsir Rahman mengaku optimistis dengan bergulirnya program tersebut.
Dia yakin, program yang dimulai pada masa tanam musim hujan (Oktober 2019-Maret 2020) di area seluas 250 ribu hektar itu, bisa meningkatkan produksi padi dari 2,15 juta ton menjadi 4 juta ton pada 2020.
“Sasaran tersebut akan bisa dicapai karena sarana dan prasarana pendukung bisa selesai tahun 2019. Khususnya pembuatan saluran buatan persediaan air di musim kemarau,” kata Syamsir.
Melalui program Serasi, kawasan rawa dapat ditanami dua kali setahun dengan dua jenis varietas, yakni unggul dan lokal.
Dengan begitu, diharapkan Indeks Pertanamannya (IP) naik dari 100 menjadi 200, bahkan bisa mencapai 300, termasuk untuk budidaya hortikultura.
Baca juga: Mentan: Garap 200 Ribu Hektar Lahan Rawa, Penghasilan Sumsel Naik Rp 14 Triliun
Syamsir menyebutkan, beberapa kawasan lahan rawa potensial terdapat di Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan (HSS), Hulu Sungai Tengah(HST), Hulu Sungai Utara (HSU), Balangan, dan Tabalong.
“ Lahan rawa lebak paling luas berada di kabupaten Tapin, HSS, dan HSU, yang mencapai ratusan ribu hektar akan terus diberdayakan dengan dua pola, yakni modernisasi teknologi mekanik dan pola kearifan lokal,” kata Syamsir.
Selain itu, ungkap Syamsir, lahan tidur yang sebelumnya kurang maksimal dimanfaatkan, sudah mulai dibuka dengan program Luas Tambah Tanam (LTT).
Program tersebut menjadi pendongkrak percepatan tanam di lahan yang tidak memungkinkan, sehingga bisa diberdayakan dalam waktu singkat.
Baca juga: Optimalkan Lahan Rawa, Kementan Gencar Galakan Program Serasi
Untuk mempercepat pengolahan lahan tahap awal bisa agar selesai tepat waktu, Syamsir mengatakan, pihaknya telah mengerahkan alat dan mesin pertanian (Alsintan).
Akan tetapi, Syamsir mengaku, pelaksanaan program Serasi di beberapa daerah sempat mengalami keterlambatan karena kekurangan alat berat, seperti ekskavator.
Untuk itu, pihaknya mengusulkan tambahan 50 unit ekskavator dan 284 unit traktor roda empat ke Kementerian Pertanian (Kementan).
“Alat berat yang masih kurang perlu ditambah agar tanam Oktober-Maret dapat terealisasi,” katanya.
Terkait kelancaran operasional di lapangan, Dinas TPH juga melatih calon operator, seperti operator combine harvester (mesin pemanen) secara bertahap.
Pelatihan tahap pertama itu melibatkan 80 calon operator, dari Kabupaten Tapin dan Hulu Sungai Tengah, yang mendapat pelatihan untuk pemula selama 3 hari.