KOMPAS.com - Harga beras dunia merosot tajam ke level terendah dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini didorong oleh lonjakan pasokan dari India, Indonesia, dan negara-negara Asia lainnya.
Kondisi itu mengguncang para eksportir utama, seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja, yang selama ini bergantung pada pasar tradisional, termasuk Indonesia.
Namun, di tengah gejolak pasar global, Indonesia justru menorehkan pencapaian bersejarah, yakni mencetak rekor produksi tertinggi dan secara resmi lepas dari ketergantungan impor beras konsumsi.
Langkah tersebut menandai babak baru dalam ketahanan pangan nasional, menjadikan Indonesia semakin mandiri dalam memenuhi kebutuhan beras domestik.
Hal itu tampak dari cadangan beras pemerintah yang menembus 3,5 juta ton per Mei 2025. Jumlah ini merupakan yang tertinggi dalam 57 tahun terakhir, dan seluruhnya berasal dari produksi lokal tanpa tambahan impor beras medium.
Baca juga: BPS Proyeksikan Produksi Beras Naik 11,17 Persen pada Januari-Juni 2025
Prestasi tersebut merupakan hasil nyata dari strategi intensifikasi dan ekstensifikasi yang dijalankan pemerintah, termasuk percepatan tanam, pompanisasi, hingga penggunaan benih unggul.
Badan Urusan Logistik (Bulog) juga berperan penting dalam menyerap produksi petani. Hingga Mei 2025, Bulog menyerap 1,8 juta ton beras dari petani. Ini menjadikan petani sebagai penyangga utama ketahanan pangan nasional.
Pemerintah menyatakan, produksi dalam negeri kini telah melampaui kebutuhan nasional sehingga Indonesia tidak lagi melakukan impor beras konsumsi pada 2025.
Impor hanya dilakukan secara terbatas untuk keperluan khusus, seperti hotel, restoran, dan kafe.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman bersyukur semua pihak membuktikan bahwa stok beras Indonesia bisa kuat.
Baca juga: Mentan Amran Optimistis Produksi Beras RI Lebih dari 32 Juta Ton, Ini Alasannya
“Ini bukan hanya soal angka, tetapi soal kedaulatan dan martabat bangsa,” tegasnya dalam siaran pers, Jumat (9/5/2025).
Ia menambahkan, keberhasilan itu adalah buah kerja keras seluruh jajaran, mulai dari petani, penyuluh, pemerintah daerah, hingga dukungan penuh dari Presiden RI Prabowo Subianto.
“Kami bergerak cepat dengan strategi pompanisasi, mekanisasi, dan penyediaan benih unggul. Hasilnya nyata, Indoneisa tidak lagi impor beras konsumsi dan stok kita tertinggi dalam sejarah,” terangnya.
Berdasarkan Rice Outlook edisi April 2025 dari USDA, Indonesia menunjukkan performa luar biasa. Bahkan, Indonesia disebut mencetak rekor produksi tertinggi se-Asia Tenggara.
Produksi beras Indonesia pada musim 2024/2025 mencapai 34,6 juta ton beras giling—tertinggi di Asia Tenggara.
Baca juga: Wamentan Sebut Penyederhanaan Distribusi Pupuk Ikut Tingkatkan Produksi Beras
Capaian itu sekaligus menempatkan Indonesia sebagai produsen terbesar di kawasan, melampaui Vietnam dan Thailand.
Organisasi Pangan Dunia (FAO) juga mencatatkan produksi beras global 2024/2025 mencapai rekor tertinggi sebesar 543,6 juta metrik ton.
Jika ditambah stok sebelumnya, total pasokan global menembus 743 juta ton—jauh di atas kebutuhan konsumsi dunia yang berada di angka 539,4 juta ton.
Sementara itu, India mencatatkan stok beras dan gabah pemerintah sebanyak 63,09 juta ton per 1 April 2025, lima kali lipat dari target 13,6 juta ton.
India diprediksi meningkatkan ekspor sebesar 25 persen, mencapai 22,5 juta ton pada 2025.
Capaian itu membuat India menguasai lebih dari 40 persen pangsa ekspor global, melampaui gabungan ekspor dari Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Amerika Serikat (AS).
Baca juga: BPS Proyeksi Produksi Beras Capai 13,14 Juta Ton pada Maret-Mei 2025
Sebagai catatan, Indonesia sebelumnya merupakan pengimpor beras terbesar kelima dunia pada 2023, dengan total impor 3,06 juta ton.
Mayoritas beras diimpor dari Thailand sebanyak 1,38 juta ton atau 45,12 persen dan Vietnam sebanyak 1,15 juta ton atau 37,47 persen.
Ketika Indonesia berada di atas angin, sejumlah negara eksportir, terutama Thailand dan Vietnam, dikabarkan sedang ketar-ketir karena harga beras dunia sedang anjlok.
Penurunan harga global dimulai sejak India mencabut larangan ekspor gandum pada 2022.
Langkah itu disusul dengan peningkatan tajam produksi dan ekspor beras sehingga menekan harga beras ekspor India ke titik terendah dalam 22 bulan.
Hal itu membuat harga beras di Thailand jatuh ke level terendah dalam tiga tahun, sedangkan Vietnam mengalami harga terendah dalam hampir lima tahun.
Baca juga: Mentan: Produksi Beras RI Melompat Tinggi, Negara Lain Kecewa ...
Menurut laporan Reuters, harga beras global kini telah turun sepertiga jika dibandingkan puncaknya pada 2024.
Presiden Asosiasi Eksportir Beras India, BV Krishna Rao, menyebutkan bahwa harga 5 persen broken rice diperkirakan bertahan di kisaran 390 dollar AS per ton hingga akhir tahun karena membanjirnya pasokan.
Akibatnya Thailand yang selama ini menjadi eksportir andalan kawasan kini mengalami tekanan hebat.
Harga murah beras India membuat ekspor Thailand pada kuartal I 2025 anjlok hingga 30 persen, menjadi hanya 2,1 juta ton. Sepanjang 2025, ekspor diperkirakan turun 24 persen menjadi 7,5 juta ton.
Penurunan harga gabah domestik sebesar 30 persen pada Februari 2025 memicu gelombang protes dari petani Thailand.
Baca juga: Kata Kementan, Ekspor Beras ke Malaysia Kemungkinan Akhir 2025
Pemerintah setempat berupaya mengatasi gejolak itu dengan mengusulkan kerja sama bersama India dan Vietnam untuk menstabilkan harga dan melindungi petani lokal.
Sementara itu, Vietnam yang sebelumnya sukses mengekspor 8 juta ton beras pada 2023, kini juga menghadapi tekanan akibat membanjirnya beras murah India dan hilangnya pasar Indonesia.
Kini, ekspor Vietnam diprediksi turun 17 persen menjadi 7,5 juta ton pada 2025.
Dalam Forum Ekonomi Beras ASEAN di Hanoi pada Maret 2025 lalu, Mentan Vietnam Le Minh Hoan menyatakan, Vietnam tengah berupaya memperluas pasar ekspor ke Timur Tengah dan Afrika.
Vietnam juga mendorong ekspor beras premium untuk bertahan di tengah persaingan harga yang ketat.
Hal serupa terjadi di Kamboja. Dalam pertemuannya dengan Presiden RI Prabowo Subianto di Jakarta pada Senin (5/5/2025), Presiden Senat Kamboja Hun Sen menyatakan, Kamboja kini kehilangan pasar penting karena Indonesia tidak lagi mengimpor beras.
Baca juga: Penerimaan Bea Masuk Turun, Imbas Tidak Ada Impor Beras dan Insentif Mobil Listrik
Hun Sen mengapresiasi keberhasilan Indonesia dalam ketahanan pangan, tetapi menegaskan bahwa lonjakan produksi domestik Indonesia berdampak pada pasar regional.
Kamboja kini berusaha mencari pasar baru ke Eropa dan Asia Timur untuk menyerap kelebihan stok beras, meskipun harus bersaing dengan harga murah dari India dan Vietnam.
Anjloknya harga beras dunia menjadi peringatan keras bagi eksportir, seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja untuk segera beradaptasi dengan dinamika pasar.
Di sisi lain, dinamika yang terjadi saat ini adalah momen emas bagi Indonesia untuk memperkuat posisi sebagai negara mandiri pangan dan bersiap menjadi eksportir di masa depan.
Namun, pemerintah tetap harus mewaspadai tantangan jangka panjang, seperti perubahan iklim, penurunan luas lahan pertanian, dan fluktuasi pasar global.
Baca juga: Kata Kementan, Ekspor Beras ke Malaysia Kemungkinan Akhir 2025
Penguatan teknologi pertanian, pengelolaan air, dan infrastruktur distribusi menjadi kunci mempertahankan pencapaian ini.
Amran mengatakan, ke depan, pihaknya akan memperkuat petani Indonesia agar bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
“Bukan tidak mungkin, Indonesia jadi pengekspor beras,” ujar Amran optimistis.