KOMPAS.com - Data Kementerian Pertanian ( Kementan) mencatat target produksi jagung hingga akhir 2019 adalah sebanyak 33 juta ton.
Angka tersebut naik dari realisasi pada 2018 sebesar 28,92 juta ton dan dipastikan surplus melebihi kebutuhan.
Pengamat Ekonomi Politik Pertanian Universitas Trilogi, Muhamad Karim menilai hasil produksi jagung lokal ini dapat digunakan untuk kebutuhan konsumsi maupun kebutuhan lainnya.
"Oleh karena itu, pemerintah agar tidak gegabah dalam mengambil kebijakan impor sebab nantinya akan merugikan petani," ujar Karim.
Baca juga: Kementan Dorong Pasar Ekspor Melalui Layanan Sarita
Ia juga menilai harga jagung lokal lebih tinggi dibandingkan harga jagung impor adalah wajar.
Pasalnya, saat ini jagung lokal Indonesia kualitasnya lebih bagus, kandungan protein lebih banyak, dan varietasnya beragam.
"Musim kemarau membuat jagung lokal kualitasnya lebih bagus, kandungan protein jauh lebih tinggi, lebih segar, dan lebih diminati peternak," jelas Karim melalui rilis tertulis, Kamis (21/8/2019).
Dalam ekonomi, lanjutnya, kondisi ini wajar di mana barang yang berkualitas dan tinggi peminatnya akan diikuti kenaikan harga.
Sementara itu, Sekretaris Dewan Jagung Nasional (DJN), Maxydul Sola mengatakan saatnya Indonesia fokus meningkatkan produktivitas jagung di dalam kawasan sentra jagung.
Hilirisasi, alat-alat pasca panen, dan pergudangan disiapkan untuk menjaga pasokan dan stabilitas harga jagung di dalam negeri.
"Harga di petani saat ini bagus, di atas Rp 3.150 per kilogram (kg). Kondisi saat ini ada pertanaman dan produksi jagung cukup sesuai kebutuhan bulanan," ujarnya.
Sola menyebutkan rata-rata produktivitas jagung lokal sekitar 6 ton per hektar (ha). Oleh karena itu, DJN mendukung untuk produktivitas naik menjadi 8 hingga 10 ton per ha.
Baca juga: Bappenas: Program Kementan Terbukti Memacu Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Untuk diketahui, banyak sentra produksi yang sudah bisa mencapai target produktivitas tersebut, misalnya Sumbawa, Dompu, Sulawesi Selatan, Lampung, dan Gorontalo.
"Tercukupinya kebutuhan jagung akan semakin menjauhkan Indonesia dari keran impor jagung yang merugikan petani," sebutnya.
Sola mengatakan untuk meningkatkan areal tanam di musim kemarau, DJN mendorong pembuatan embung dengan Dana Desa.
Selain itu juga menggunakan pompa air tanah dalam dengan pengembangan pengairan menggunakan sprinkler agar terhindar dari kekeringan.
Untuk tambahan areal tanam baru, DJN pun bekerja sama dengan Pondok Pesantren serta pemanfaatan lahan Perusahaan Hutan Negara Indonesia (Perhutani) yang dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dengan pola kemitraan tertutup.
Sebelumnya, Ivan Hindarko dari PT Cargill Indonesia yang memiliki kapasitas 700 ribu ton jagung mengatakan para produsen pakan ternak masih setia menggunakan bahan baku jagung lokal dan tidak ada masalah suplai.
"Kami masih komitmen menggunakan bahan baku lokal dan mengakui adanya kelebihan mutu di jagung lokal kita," jelasnya.
Asal tahu saja, saat ini kandungan protein jagung lokal lebih tinggi 7,0 hingga 7,5 persen dibandingkan jagung impor.
Baca juga: Optimalkan Lahan Rawa, Kementan Gencar Galakan Program Serasi
Bahkan, menurut anggota Koperasi Dinamika Nusra Agribisnis (DNA) Dean Novel mengatakan Jagung Rendah Aflatoksin (JRA) bisa diproduksi di dalam negeri dalam skala ekonomi.
"DNA di Lombok Timur sudah mengirimkan sebanyak 120 ton JRA ke PT Green Fields. Mereka menilai JRA lokal diakui tidak kalah mutunya dengan JRA impor," cetusnya.
Perlu diketahui, pemerintah saat ini sudah melakukan berbagai upaya mitigasi dengan menggerakkan tanam di musim kemarau ini.
Neraca produksi jagung pun masih aman dibandingkan tahun lalu. Luas tanam di periode Januari-Juli tahun ini juga masih aman seperti tahun lalu.
"Artinya tidak perlu ada kekhawatiran stok jagung berkurang karena kemarau," tegas Novel.