KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian ( Kementan) Momon Rusmono menjelaskan Anggaran Kementan memang terus turun dari tahun ke tahun.
Pada 2015 adalah yang tertinggi yaitu Rp 32,72 triliun. Kemudian pada 2016 turun jadi Rp 27,72 triliun dan menjadi Rp 24.23 triliun pada 2017).
Selanjutnya, anggaran turun kembali ke angka Rp 23,90 triliun pada 2018 dan Rp 21,71 triliun pada 2019. Data terbaru menyebutkan, anggaran pada 2020 ditetapkan sebesar Rp 21,05 triliun.
Menanggapi pertanyaan beberapa kalangan terkait makin menurunnya anggaran pembangunan sektor pertanian, Momon menyatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Baca juga: Bappenas: Program Kementan Terbukti Memacu Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Kementan selama 5 tahun terakhir, akunya, telah bekerja sangat keras untuk terus meningkatkan produksi dan mencukupi ketersediaan pangan.
"Menteri Pertanian (Mentan) sebagai policy maker secara cerdas dan berani telah menetapkan 80 persen anggaran Kementan fokus untuk kesejahteraan petani. Alokasi anggaran untuk pembangunan pertanian diperkuat luar biasa," kata Momon melalui rilis tertulis, Selasa (20/8/2019).
Program unggulan seperti penyediaan benih unggul, alat mesin pertanian ( Alsintan), pupuk, dan ketersediaan irigasi menjadi fokusnya.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) secara khusus juga telah memberikan apresiasi belanja barang dalam program Kementan karena dinilai memacu pertumbuhan ekonomi di daerah.
"Kementan tidak terlalu risau terkait ini. Menilik capaian kinerja Kementan selama 5 tahun, faktanya penurunan anggaran bukan menurunkan kinerja. Namun, indikator kinerja makro Kementan selama 2014-2018 malah terus meningkat," jelas Momon.
Menurut Momom, data Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Bappenas menjadi sinyal positif fakta capaian Kementan.
Pertama, Indikator Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Pertanian dahulu pada akhir tahun 2014 hanya mencapai Rp 880,40 triliun.
Kemudian meningkat secara signifikan setiap tahunnya, yaitu mencapai Rp 906,80 triliun (2015), Rp 936,40 trilliun (2016), Rp 969,80 triliun (2017), dan kenaikan tertinggi terjadi pada 2018 mencapai Rp 1.005,40 triliun.
Kedua, nilai Investasi Pertanian Indonesia turut pula meningkat dan menggambarkan sektor pertanian makin menjanjikan.
Baca juga: Ribuan Sawah di Lebak Kering, Kementan Galakkan Asuransi Pertanian
Pada akhir 2014 nilai investasinya hanya sebesar Rp 44,80 triliun, kemudian berturut turut pada tahun berikutnya sebesar Rp 43,10 triliun (2015), Rp 45,40 triliun (2016), Rp 45,90 triliun (2017)dan Rp 61,60 triliun pada 2018.
Capaian ini merupakan akibat deregulasi atau kemudahan usaha bagi para investor, khususnya di sektor pertanian dalam empat tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Terobosan percepatan investasi dan pendampingan kepada calon-calon investor yang ingin berinvestasi di sektor pertanian juga turut memainkan peran," terang Momon.
Ketiga, volume ekspor komoditas pertanian juga naik luar biasa.
Baca juga: Perhimpunan Agronomi Indonesia Apresiasi Kinerja Mentan Amran
Ekspor komoditas pertanian di tahun 2018 tercatat BPS volumenya sebesar 42,5 juta ton, naik pesat dibandingkan pada awal pemerintahan yang hanya mencapai 36 juta ton (2014), kemudian naik menjadi 40,4 juta ton (2015), 35,5 juta ton (2016), dan 41,30 juta ton (2017).
Keempat, terjadi peningkatan angka Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP).
Pada 2014, BPS mencatat NTP sebesar 102.03 dan NTUP 106.05, kemudian pada akhir tahun 2018 tercatat NTP 102.25 dan NTUP 111.77.
"Data ini menunjukkan kesejahteraan petani dari tahun ke tahun makin baik. Daya beli petani meningkat dan mereka mulai dapat menikmati hasil dari pertaniannya," imbuh Momon.
Angka kemiskinan di pedesaan menurun pun drastis hingga 13,2 persen dan inflasi menurun terendah sepanjang sejarah. Hal ini ditopang pula dengan membaiknya pengelolaan sektor pertanian.
Selanjutnya, kinerja produksi komoditas strategis pun mencatat rekor baru dalam pencapaian kinerjanya.
Pemilihan kebijakan yang tepat serta fokus pada program pengoptimalan kinerja pembangunan pertanian.
Capaian produksi komoditas strategis seperti contohnya padi meningkat tiap tahunnya masing-masing mencapai 70,80 juta ton pada 2014, 75,39 juta ton pada 2015, 79,35 pada 2016, 81,15 pada 2017 dan naik menjadi 83,03 pada 2018.
Baca juga: Mentan Minta Pelaku Usaha Pertanian Berani Masuki Pasar Ekspor
Kenaikan produksi juga terjadi pada komoditas jagung, kedelai, cabai, bawang merah, daging sapi/kerbau, tebu, kopi dan kelapa sawit.
Bahkan, jagung dari sebelumnya impor sebesar 3,6 juta ton per tahun, kini sudah bisa ekspor rutin ke beberapa negara.
Begitu pula cabai dan bawang merah. Kementan berhasil membalik stigma negara importir pangan, menjadi eksportir bahan pangan.
Sekjen Kementan menegaskan, beberapa program unggulan dan efisien didorong sebagai solusi permanen.
Misalnya untuk kecukupan lahan pertanian program strategis Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi), Program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera (Bekerja), serta Penerapan inovasi perbenihan dan mekanisasi menuju pertanian modern.
Pemerintah juga terus mengeluarkan kebijakan dan program terobosan untuk mendongkrak nilai ekspor dan membuka akses pasar luar negeri.
Baca juga: Kementan: Indonesia Perlu Tingkatkan Keragaman Jenis Pupuk
Beberapa diantaranya melakukan perundingan kesepakatan persyaratan kesehatan untuk pengeluaran susu ke Fiji, serta menyusun Informasi Teknis komoditas ekspor nanas segar dan pisang ke berbagai negara seperti China, Taiwan, Ukraina, dan Papua Nugini.
"Kementan terus berupaya sekuat tenaga dan sepenuh hati mengabdi pada petani agar sejahtera. Anggaran bukan lah kendala besar bagi Kementan untuk terus meningkatkan kinerja produksi," tutup Momon.