KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian ( Kementan) berencana untuk meningkatkan skala ekonomi usaha tani.
Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Suwandi mengatakan, salah satu caranya adalah dengan menghimpun kelompok tani kecil di kawasan hortikultura menjadi badan usaha sejenis koperasi.
“Dengan begitu bisa diseragamkan dan diatur input produksi, cara berbudidaya, hingga pengelolaan pasca panen, dan pemasarannya,” ujar Suwandi melalui rilis tertulis, Rabu (10/7/2019).
Suwandi menjelaskan, penggabungan kelompok tani kecil ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengefisiensi biaya produksi petani dengan kualitas dan produktivitas yang optimal, sekaligus terhubung dengan sistem logistik dan pemasarannya.
Selain itu, kini Kementan juga gencar mengonsolidasikan kelembagaan usaha petani di kawasan-kawasan produksi hortikultura yang terhubung langsung dengan jejaring ekspedisi kargo, gudang, serta sistem pemasaran berbasis daring (online).
Baca juga: Pantau Sentra Hortikultura Boltim, Kementan Siap Bantu Fasilitas Petani
Kebijakan ini pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan ekspor dan hilirisasi produk. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meyakini program ini dapat memacu pertumbuhan produksi, perbaikan mutu hasil panen, dan memperluas akses pemasaran bagi para petani hortikultura.
Menurut Suwandi, terkait kawasan produksi hortikultura khususnya aneka cabai dan bawang merah akan diprioritaskan untuk pengembangan di luar Pulau Jawa. Sementara itu, untuk wilayah Jawa fokus pada hilirisasinya.
“Kami terus mendorong dan menumbuhkan Pasar Lelang di setiap kawasan produksi. Sudah berjalan Pasar Lelang di 13 kabupaten sentra cabai,” jelasnya.
Pasar Lelang ini, lanjut Suwandi, gunanya untuk memotong rantai pasok dan menciptakan satu harga di satu kawasan. Dengan begini, petani bisa mendapatkan uang langsung karena sifatnya cash and carry.
Suwandi menegaskan saat ini untuk komoditas cabai sudah berkembang dan akan disusul komoditas lain yang rentan fluktuatif harganya seperti bawang merah.
Sementara itu, Kementan juga gencar menghubungkan para petani hortikultura dengan pelaku usaha untuk pemasaran hasil produksi, baik secara langsung maupun lewat daring.
“Kami sudah punya aplikasi pemasaran daring yang mengintegrasikan petani hortikultura by name dan by address dengan pelaku usaha, eksportir, serta sekitar 30 puluh startup produk pertanian. Nama aplikasinya Sistem Informasi Agribisnis Hortikultura (Sartika),” tegasnya.
Baca juga: Begini Cara Petani Daftar Asuransi Usaha Tani Padi
Suwandi menegaskan, aplikasi ini sangat memudahkan pelaku usaha mendapatkan informasi ketersediaan produk. Petani pun terbantu untuk memasarkan produksinya.
Lebih lanjut, ia menekankan terhubungnya kawasan produksi hortikultura dengan sistem ekspedisi dan logistik ini diyakini akan memacu pertumbuhan ekspor dan produksi nasional.
Hasil pertanian harus didukung dengan fasilitas kargo yang harganya terjangkau supaya lebih kompetitif. Pasar induk atau wholeseller pun didesain lebih modern, bersih dan ekonomis supaya kualitas produk terjaga serta aktivitas transaksi lebih lancar.
“Kami optimalkan pemanfaatan gudang penyimpanan (warehouse) berkapasitas besar yang dilengkapi sistem rantai-pendingin seperti yang sudah dibangun di Surabaya, Makassar, Medan dan kota-kota pelabuhan lainnya,” terangnya.
Baca juga: Kementan: Bantuan Alsintan Atasi Permasalahan Kelangkaan Buruh Tani
Tak hanya itu, para petani juga akan terkoneksi dengan wholeseller yang menyajikan produk Indonesia di Singapura, Malaysia, Hongkong, dan pusat pasar luar negeri lainnya
“Konektivitas sistem agribisnis dari hulu hingga hilir di dalam kawasan dengan pasar ini menjamin pertanian Indonesia lebih maju dan unggul dalam pentas pertanian dunia,” kata Suwandi.
Hal ini sebagaimana arahan Mentan Amran untuk mendorong ekspor dan mewujudkan visi Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045.