KOMPAS.com - Kementerian Pertanian mengimbau para petani tetap waspada terhadap peredaran pupuk dan pestisida palsu.
Pasalnya, peredaran pupuk dan pestisida palsu terjadi di sejumlah daerah di Indonesia.
Oknum kasus peredaran pupuk dan pestisida palsu yang sempat marak terjadi di Kota Brebes beberapa waktu lalu akhirnya tertangkap.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy melalui rilis yang diterima oleh Kompas.com, Selasa (4/6/2019).
Sarwo mengatakan kasus tersebut merupakan kasus perorangan dengan membuat ramuan sendiri.
"Meskipun oknumnya sudah ada yang diproses hukum, namun petani perlu waspada terhadap pupuk dan pestisida palsu. Kalau tidak bisa mengalami gagal panen," ujar dia.
Sarwo menyarankan para petani untuk berkonsultasi ke penyuluh agar terhindar dari penggunaan pupuk dan pestisida palsu.
Beredarnya pupuk dan pestisida palsu yang tidak sesuai standar komponen dari Kementan akan berdampak pada pertumbuhan tanaman.
"Dampak dari pestisida tersebut menimbulkan kematian pada tanaman. Dan akhirnya banyak petani di Brebes mengalami kerugian," jelas Sarwo.
Masalah Pupuk Bersubsidi
Selain itu, Sarwo menyinggung masalah peredaran pupuk subsidi.
Saat ini, masih banyak daerah yang menerima pupuk subsidi dengan volume tetap padahal sudah banyak lahan yang beralih fungsi.
Menurut dia ada dua penyebab persoalan itu. Pertama, Dinas Pertanian belum mengetahui adanya alih fungsi lahan.
Kedua, program cetak sawah telah dilaksanakan di daerah tersebut untuk menutupi lahan yang hilang akibat alih fungsi.
"Sehingga kebutuhan pupuk di daerah tersebut volumenya tidak berkurang," kata Sarwo.
Ia menambahkan, distribusi pupuk tidak ada yang kekurangan atau kelebihan, karena sesuai dengan usulan kebutuhan petani berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
"Begitu juga dengan kasus keterlambatan distribusi pupuk, hal ini mestinya tidak terjadi. Kontrak telah dibuat lebih awal, sehingga distribusi bisa lebih cepat," ujar dia.
Adapun distribusi pupuk melalui empat lini, yaitu lini I sampai lini IV, mulai dari produsen hingga pengecer.
Dengan pola distribusi seperti itu, kata dia, kadang masih ada kasus yang terlambat.