KOMPAS.com - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman mengapresiasi berbagai program modernisasi alat pertanian dari Kementerian Pertanian ( Kementan) yang merupakan upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional.
Menurutnya, saat ini pemerintah melalui Kementan patut diapresiasi atas berjalannya program modernisasi alat pertanian dan juga subsidi benih dan pupuk. Walaupun masih banyak yang masih harus diperbaiki dan ditingkatkan.
Ilman mengatakan, saat ini pemerintah bisa mulai fokus untuk mencapai ketahanan pangan nasional. Ini agar masyarakat bisa meningkatkan pemakaian produk pangan lokal dibanding impor.
"Karena kalau semua orang mengonsumsi produk impor, tentunya petani lokal tidak akan memiliki pembeli," ujar Assyifa Szami Ilman di Jakarta seperti dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima.
Di sisi lain, kata dia, menutup diri dari opsi pangan dengan harga yang lebih terjangkau melalui impor dengan harapan bisa mencapai swasembada pangan merupakan suatu tindakan yang disayangkan.
Bukan hanya itu, ia menjelaskan jika penutupan impor pangan mahal akan memiliki nilai riskan. Ini karena akan meningkatkan risiko kelangkaan pangan di saat bencana, apalagi Indonesia juga merupakan negara yang dikenal memiliki potensi bencana yang sangat beragam.
"Oleh karena itu, petani lokal perlu dapat dukungan untuk bisa bersaing dengan petani internasional dengan skema program yang dapat membantu mendorong biaya produksi lebih rendah," ujar Assyifa Szami Ilman.
Ia mengingatkan bahwa swasembada pangan di Indonesia yang terjadi pada era Orde Baru di periode 1984-1990 membutuhkan persiapan selama 15 tahun (1969-1984), dan biaya anggaran yang sangat besar.
Makanya, kata dia, program-program peningkatan produktivitas petani yang bersifat menekan biaya produksi patut untuk digalakan.
"Namun, hal itu bukan serta-merta untuk mencapai swasembada pangan, melainkan memastikan keterjangkauan pangan bagi konsumen dan menghindari ketergantungan terlalu tinggi dari perdagangan internasional," ujar dia.
Ilman melanjutkan, ketahanan pangan adalah kunci untuk keberlanjutan pembangunan bangsa. Sebab dengan menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas pangan dengan tidak membatasi asal sumber pangan tersebut, pemerintah secara tidak langsung juga telah berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Salah satunya dengan pendekatan modernisasi pertanian. Kami akan mengoptimalkan pemanfaatan alat dan mesin pertanian sehingga akan lebih efisien, lebih murah dengan kualitas produk yang lebih baik,” tutur Sarwo Edhy.
Adanya bantuan alsintan berikan kepada petani dan kelompok tani memang menjadi tanda beralihnya pertanian Indonesia dari tradisional menuju modernisasi.
Bahkan sejak tiga tahun terakhir, kini sawah di tanah air dengan mudah terlihat petani menggunakan alsintan, baik saat pengolahan lahan, tanam hingga panen.
Sarwo Edhy mengakui, dengan alsintan bukan sekadar membantu petani mengatasi makin berkurangnya tenaga kerja pertanian, tapi juga lebih efisien dalam mengerjakan usaha tani.
Kata dia, pemerintah sendiri telah memberikan bantuan alsintan sekitar 720.000 unit dengan berbagai jenis.
Data Ditjen PSP menyatakan, pada tahun 2015 pemerintah telah memberikan bantuan alsintan sebanyak 54.083 unit. Kemudian tahun 2016 mencapai 148.832 unit, tahun 2017 sebanyak 82.560 unit, pada 2018 berjumlah 112.525 unit.
Adapun pada 2019, Kementan akan mengalokasikan alsintan sebanyak 50.000 unit. Alsintan tersebut berupa Traktor Roda dua (20.000 unit), Traktor Roda empat (3.000unit), Pompa Air (20.000 unit), Rice Transplanter (2.000 unit), Cultivator (4.970 unit) dan Excavator (30 unit).\
Alsintan tersebut telah diberikan kepada kelompok tani dan gabungan kelompok tani, UPJA dan brigade alsintan.