KOMPAS.com – Kementerian Pertanian ( Kementan) terus berupaya menjaga stabilitas harga jagung di tengah panen raya, yang membuat harga jagung meluncur turun.
Contohnya, sudah satu minggu harga jagung di Banyuwangi anjlok di kisaran Rp 3.200 - Rp 3.300 per kilogramnya. Ini membuat petani sulit mendapat untung karena biaya operasional semakin tinggi.
Direktur Irigasi Pertanian, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Rahmanto menjelaskan, harga jagung turun karena produksi banyak dan petani tidak bisa menyimpan lama.
Dari sisi pedagang juga memiliki keterbatasan dalam penyimpanan, sehingga daya belinya terbatas. Bahkan tak jarang harus menyewa gudang yang akan menambah biaya produksi.
Untuk mengatasi permasalahan itu, pemerintah pun terus mengupayakan berbagai jalan keluar. Salah satunya dengan melakukan tunda jual, yaitu produksi jagung tidak langsung dijual, tapi disimpan terlebih dulu untuk mejaga produksi dan stabilitas harga.
Baca juga: Mentan Optimis Kalimantan Jadi Penyuplai Jagung Nasional
"Bisa kami buatkan gudang gudang penyimpanan dan pengolahan kami bantu mesin pengering dan mesin pemipil," terang Rahmanto, di Jakarta, Rabu (27/02/2019).
Cara tersebut melatih petani untuk mengolah produksi, menyimpan, dan menjualnya secara bertahap.
Sementara itu, untuk upaya jangka pendek, pemerintah telah melibatkan Badan Urusan Logistik (Bulog) dalam penyerapan jagung.
Namun, langkah itu belum bisa dilakukan secara maksimal karena gudang Bulog sudah penuh dengan penyerapan padi dari petani.
"Masih diproses untuk aksi cepat tanggap mengatasi masalah tersebut," tutur Rahmanto, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (28/02/2019).
Korporasi petani
Tak hanya itu, Rahmanto mengatakan, upaya lanjutan mengatasi melorotnya harga jagung adalah membentuk korporasi petani untuk lahan pertanian yang sudah mencapai skala ekonomi.
Contohnya seperti lahan di Desa Barurejo, Kecamatan Siliragung, Kabupaten Banyuwangi yang luasan hamparannya mencapai 2.000 hektar (ha).
Sistem korporasi ini diupayakan agar masyarakat punya kekuatan tawar yang baik, termasuk harga bisa ditentukan sendiri oleh petani.
"Kalau harga tidak cocok ya kami punya gudang dan sarana pengolahan hasil. Kami simpan," tuturnya.
Baca juga: Pasokan Irigasi Lancar, Panen Jagung di Lampung Selatan Meningkat
Salah satu percontohan korporasi petani adalah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Lebak, Banten. Di sana produktivitas jagung meningkat menjadi 8 ton per ha dan sistem usaha tani teratur secara utuh dalam satu manajemen kawasan.
Keuntungannya, korporasi petani bisa memperkuat kelembagaan petani dalam mengakses informasi, teknologi, prasarana dan sarana publik, permodalan serta pengolahan dan pemasaran.
Kerja sama dengan Bulog dan industri pakan pun dilakukan untuk menjaga stabilitas harga jagung. Tujuannya, agar minat petani berbudidaya jagung terus terpelihara dalam rangka mendukung ketahanan pangan Indonesia.
“Bantuan untuk korporasi petani ada pula berupa alsintan sehingga pertanaman jagung nantinya tidak hanya saat musim hujan saja. Mungkin bisa nanti dibuat embung atau air permukaan sehingga bisa mengubah waktu pertanaman (off season),” pungkas Rahmanto.