KOMPAS.com - Kementerian Pertanian (Kementan) berkomitmen akan membayar utang kepada sejumlah perusahaan yang tergabung dalam induk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pupuk.
Tercatat, utang Kementerian Pertanian (Kementan) sebesar Rp 9 triliun yang merupakan sisa kurang bayar pemerintah terhadap pupuk bersubsidi sejak 2015 lalu.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy mengungkapkan, pemerintah membutuhkan dana setidaknya Rp 28 triliun-Rp 30 triliun rata-rata untuk membayar subsidi pupuk per tahun.
Menurut dia, dana yang dianggarkan dalam Anggaran Pokok Belanja Negara (APBN) selalu saja kurang sehingga tak bisa melunasi seluruh utang subsidi tahun sebelumnya.
Walau begitu, Sarwo menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk lanjut membayar sisa utang pupuk bersubsidi tahun ini, setelah membayar utang subsidi pupuk sebesar Rp 7,8 triliun pada 2018.
"Kalau dana subsidi biasanya ada pada bendahara umum negara yakni Kementerian Keuangan. Untuk membayar hutang menggunakan kantong subsidi juga, tapi beda pos-nya," ungkap dia.
Salah satu perwakilan perusahaan, yaitu Corporate Communication Pupuk Indonesia Wijaya Laksana mengungkapkan, pemerintah kooperatif untuk melunasi pembayaran pupuknya setiap tahun. Ia memastikan piutang pemerintah ini tak mengganggu arus kas perusahaan.
"Sepanjang 2018 pemerintah melakukan pembayaran dengan mencairkan anggaran subsidi pupuk sebanyak 10 kali. Jadi sudah membayar utang subsidi dari 2014 dan 2015 sebesar Rp 7,9 triliun," kata Wijaya.
Direktur Pupuk dan Pestisida Kementan Muhrizal Sarwani menyebutkan, alokasi anggaran untuk subsidi pupuk sebesar Rp 29,5 triliun dalam APBN 2019. Angka itu akan digunakan untuk menyediakan pupuk subsidi sebanyak 9,55 juta ton.
Dana itu belum termasuk untuk membayar sisa utang pemerintah kepada perusahaan yang masuk dalam holding BUMN pupuk. Namun, ia tidak menyebut secara pasti jumlah yang dialokasikan untuk membayar sisa utang subsidi pupuk.
"Tapi, sepertinya di bawah Rp 9 triliun. Nampaknya masih belum bisa semua diselesaikan," ujar Muhrizal.