KOMPAS.com—Kebijakan pembangunan pertanian diklaim telah menorehkan berbagai kinerja yang patut menjadi catatan penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Indonesia pun disebut telah kembali ke landasannya sebagai negara agraris, salah satunya dari capaian data ekspor pangan.
“Capaian ekspor pangan menunjukkan kinerja Kementerian Pertanian telah on the right track. Nilai produksi pertanian pada 2017 naik Rp 350 triliun dibandingkan pada 2013. Nilai produksi dan ekspor, menurunkan kemiskinan di pedesaan,” ujar Anggota Komisi IV DPR Taufik Abdullah, di Jakarta, Senin (16/7/2018) malam, seperti dalam siaran pers-nya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian harga berlaku pada 2017 tercatat Rp 1.344 triliun, dari Rp 995 triliun pada 2013. PDB pertanian ini disebut tumbuh secara berkualitas, karena pertanian sebagian besar diusahakan oleh rakyat, sehingga turut berdampak pada pendapatan dan kesejahteraannya.
Adapun ekspor pertanian pada 2017 tercatat Rp 441 triliun, naik 24 persen dibandingkan 2016 yang bernilai Rp 355 triliun. Pada Selasa (17/5/2018), BPS juga merilis, angka nilai ekspor komoditas pertanian mencapai 298,5 juta dollar AS atau tumbuh 6,11 persen (month to month) dan 7,38 persen (year on year).
Pada 2018, Kementerian Pertanian menargetkan ekspor jagung sebanyak 500.000 ton. Rinciannya, ekspor dari Gorontalo sebanyak 100.000 ton, Sulawesi Selatan 100.000 ton, dan Nusa Tenggara Barat 300.000 ton. Selain itu, ekspor jagung ditargetkan datang pula dari Sulawesi Tenggara dan Jawa Timur.
Selain ekspor, investasi pertanian pada 2017 juga tercatat naik Rp 45,9 triliun, atau tumbuh 14 persen per tahun dari 2013 hingga 2017. Peningkatan nilai investasi ini disebut tak lepas dari kebijakan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman yang mencabut 50 permentan serta menyederhanakan 15 permentan menjadi 1 permentan.
“Saya mengapresiasi kinerja temen-temen di Kementan yang telah bekerja keras sehingga hasilnya seperti itu. Walaupun demikian saya minta teman-teman di Kementan jangan berpuas diri karena masih ada PR yang harus diselesaikan,” kata Taufik.
Terkait capaian pertanian dan pangan ini, Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla disebut pula sukses meredam kemiskinan. Bagaimana pun, komoditas pangan memiliki andil sangat besar dalam pengentasan kemiskinan, serta mendongkrak produksi berikut mutu dan ekspor pertanian rakyat, sekaligus menekan angka kemiskinan terutama di perdesaan.
Dalam dua dekade terakhir, persentase kemiskinan yang dilansir BPS per Maret 2018 merupakan yang terendah, yaitu 9,82 persen, turun 0,3 persen dibandingkan 10,12 persen pada September 2017. Lalu, per Maret 2018, jumlah penduduk miskin tercatat 25,95 juta orang, turun 630.000 orang dibandingkan September 2017 yang tercatat 26,58 juta orang.
“Ini pertama kali Indonesia mendapatkan tingkat angka kemiskinan satu digit, terendah sejak 1998,” ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Senin (16/7/2018).
Masih berdasarkan data BPS, per Maret 2015 jumlah penduduk miskin di perdesaan tercatat 17,94 juta jiwa, lalu turun menjadi 17,66 juta jiwa pada 2016, dan turun lagi menjadi 17,01 juta jiwa pada Maret 2017.
Bersamaan, nilai tukar petani (NTP) secara nasional pada Mei 2018 tumbuh 0,37 persen menjadi 101,99, naik dari 101,61 per April 2018. Indeks Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) per Mei 2018 juga tumbuh menjadi 111,38 atau naik 0,32 persen dari bulan sebelumnya yang tercatat 111,03.