KOMPAS.com - Kementerian Pertanian meminta pengawasan distribusi bahan pokok perlu ditingkatkan selama bulan ramadhan hingga setelah Lebaran 2018.
Untuk itu, pemerintah telah berkoordinasi untuk mengantisipasi masalah tersebut.
"Negara kita ini sangat luas dan sebagai negara kepulauan masalah distribusi bahan pangan harus diperhatikan. Sebab, tidak semua daerah merupakan daerah sentra produksi pangan," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP), Agung Hendriadi, Kamis (17/5/2018).
Agung mengakui, distribusi pangan terlalu panjang. Akibatnya, harga bahan pokok yang dibeli konsumen menjadi mahal.
Untuk memutus mata rantai distribusi pangan, Badan Ketahanan Pangan sejak 2016 membentuk Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) melalui Toko Tani Indonesia (TTI).
(Baca: Beras TTI Diminati Masyarakat dan Pedagang Kecil)
Pada 2018, jumlah PUPM berkembang menjadi 1.156 Gapoktan dan 3.000 TTI di 22 provinsi. Selain itu, ada 20 provinsi yang membangun Toko Tani Indonesia Center (TTIC) pada tahun yang sama.
Masyarakat dapat membeli bahan pangan berkualitas dengan harga lebih murah jika berbelanja di TTI dan TTIC.
"Kenapa berkualitas dan lebih murah? Karena produknya fresh dari petani dan kami sudah potong mata rantai distribusinya," ujarnya.
Saat ini, BKP Kementan melalui Toko Tani Indonesia bekerja sama dengan PD Pasar Jaya di 235 titik pasar di wilayah DKI Jakarta.
"Insya Allah, sampai akhir Idul Fitri 2018 nanti, kondisi tahun 2017 akan terjadi lagi, yaitu kondisi stok dan harga pangan pada saat itu stabil dan tidak ada gejolak," katanya.
Stok pangan
Memasuki bulan ramadhan, masyarakat tidak perlu khawatir dalam mencukupi kebutuhan pangannya karena ketersediaan bahan pokok cukup.
"Sekali lagi saya katakan, masyarakat tidak perlu khawatir karena ketersediaan pangan kita cukup bahkan sampai pasca-Idul Fitri 2018. Ini saya bicara berdasarkan data-data yang kami miliki," katanya.
Kementerian Pertanian bertugas menjaga produksi agar mampu memenuhi stok sesuai kebutuhan.
"Maka kami upayakan setiap bulan bisa panen satu juta hektar," katanya.
Berdasarkan kajian Kementan, setiap hektar lahan bisa menghasilkan gabah kering panen (GKP) 6 ton, yang jika dikonversi menjadi beras mencapai 3,5 juta ton.
"Kalau konsumsi 2,5 juta ton maka akan surplus. Untuk Mei hingga Juni, total produksi 8,2 juta ton jadi untuk kebutuhan Mei-Juni sekitar 5 juta ton atau naik sedikit untuk lebaran ada kenaikan 20 persen. Jadi, semua masih aman," ujarnya.
Sementara itu, permintaan bawang dan cabai pada Mei hingga Juni naik 20 persen. Namun, petani telah menanam komoditas tersebut tiga bulan sebelumnya.
"Jadi luas tanam ditambahkan sejak 3 bulan sebelumnya. Itu sudah kita antisipasi," katanya.
Menurut dia, produksi pada saat bulan ramadhan meningkat 30 persen. Demikian pula komoditas lain, seperti ayam dan telur ayam. Dengan peningkatan jumlah produksi itu, Indonesia bahkan telah mengekspor daging ayam.
"Tidak ada alasan harga naik untuk semua komoditas karena stok terjamin. Namun, kerja sama memperlancar distribusi bahan pangan sangat penting," katanya.