KOMPAS.com - Pelaku pengoplosan beras subsidi yang dijual sebagai beras premium diperkirakan meraup untung puluhan triliun. Tindak kejahatan ini merugikan petani sekaligus konsumen.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan pelaku memainkan harga beras subsidi untuk mengambil selisih harga dengan beras premium. Harga semula yang di kisaran Rp 6.000 - Rp 7.000 per kilogram dijual ke masyarakat dengan harga Rp 20.400 per kilogram.
Amran menegaskan jenis beras yang ditemukan dalam penggerebekan itu rata-rata jenis IR 64 yang disubsidi oleh pemerintah. “Setelah kami melihat tadi data-data, dari sektor pertanian, jenis beras ini adalah beras IR 64 subsidi pemerintah, yang kemudian dipoles menjadi beras premium,” katanya dalam rilis yang diterima Kompas.com pada Jumat (21/7/2017).
Pelaku pengoplosan menikmati keuntungan yang cukup besar dari kecurangannya. Sayangnya, konsumen dan petani sama sekali tak diuntungkan.
"Berarti ada selisih sekitar Rp 14.000 per kilogram. Katakanlah selisihnya Rp 10.000 per kilogram dari harga semula, jika itu dikali 1 juta, berarti Rp 10 triliun selisihnya. Kalau itu yang terjadi, ini akan menekan konsumen dan membuat konsumen menjerit, tapi petaninya tidak dapat apa-apa,” ungkapnya.
Kepolisian menggeledah sebuah gudang milik PT Indo Beras Unggul (IBU) di kawasan Kedung Waringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada Kamis (20/7/2017).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto sebagaimana warta Kompas.com, menyita 1.100 ton beras siap edar di dalam gudang berkapasitas 2.000 ton. Beras tersebut dilabeli dengan berbagai merk, antara lain Ayam Jago, Maknyuss, Pandan Wangi, dan Rojo Lele.
"Ini dioplos seolah kualitas baik padahal dari kualitas rendah dicampur-campur," kata Rikwanto.
(Baca juga : Geledah Gudang Beras di Bekasi, Polisi Sita 1.100 Ton Beras Oplosan)
Kementerian Pertanian menduga gudang itu digunakan sebagai penampungan dan tempat pengemasan beras dari beras subsidi ke beras premium.
Menurut penyelidikan polisi, ditemukan fakta bahwa PT IBU membeli gabah di tingkat petani lebih mahal ketimbang harga patokan pemerintah. Saat ini, pemerintah mematok harga pembelian gabah Rp 3.700 per kilogram. Sementara, menurut polisi, IBU membenderol Rp 4.900 per kilogram.
"Ini lebih tinggi. Otomatis petani menjual kepada mereka yang menawarkan tertinggi," kata Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian dalam kesempatan bersama dengan antara lain Menteri Arman, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf, Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono, dan Kepala Satgas Pangan Polri Irjen Pol Setyo Wasisto.
Sementara itu, Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengungkapkan, mahalnya harga beras yang dijual oknum pemilik gudang tersebut salah satunya diakibatkan terlalu tingginya disparitas harga di tingkat petani dengan tingkat konsumen.
“Padahal Mendag (Kementerian Perdagangan) sudah mengeluarkan harga eceran tertinggi beras Rp 9.000 per kilogram. artinya apa, di seluruh Indonesia tdak ada lagi harga beras di atas Rp 9.000 per kilogram. Tetapi dengan kasus ini, tidak hanya merugikan petani tapi juga konesumen karena konsumen dipaksa membeli dengan harga yang tidak wajar,” ujarnya.
Menurut Kapolri Tito Karnavian, pelaku melanggar melanggar UU Perlindungan Konsumen Pelaku juga melanggar Pasal 382 bis KUHP soal persaingan curang di samping UU tentang Persaingan Usaha. Namun begitu, hingga kini, polisi masih melakukan proses penyelidikan dan belum menetapkan tersangka. "Barang bukti akan kami sita," katanya.