KOMPAS.com – Menteri Perindustrian ( Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa Indonesia siap menjadi mitra strategis sekaligus pusat inovasi dan pertumbuhan global industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Hal tersebut ia sampaikan saat memberikan sambutan dalam acara International Textile Manufacturers Federation (ITMF) & International Apparel Federation (IAF) World Fashion Convention Annual Conference 2025 di Yogyakarta, Jumat (24/10/2025).
“Indonesia hadir bukan sekadar sebagai tuan rumah, tetapi sebagai mitra strategis yang siap berperan aktif dalam memajukan industri tekstil global. Sektor TPT Indonesia telah terbukti tangguh, adaptif, dan kompetitif di tengah ketidakpastian global,” ujar Agus dalam keterangan resminya, Jumat.
Pada kesempatan tersebut, Agus juga menyampaikan bahwa industri TPT terus tumbuh dan tidak lagi berstatus sunset industry.
Baca juga: TPT Kepri Tinggi Jadi Incaran Pencari Kerja, Gubernur Ansar Jelaskan Alasannya
Pasalnya, selama tahun pertama pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dari triwulan IV-2024 hingga triwulan II-2025, industri TPT menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,39 persen.
Selain itu, industri TPT juga berkontribusi sebesar 0,98 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.
“Kementerian Perindustrian ( Kemenperin) berupaya menjaga momentum pertumbuhan ini dengan menerapkan beberapa kebijakan kunci yang disusun untuk memperkuat daya saing, menumbuhkan investasi, dan mengakselerasi transformasi industri TPT,” kata Agus.
Pertama, Kemenperin berupaya memberikan kemudahan dan kepastian dalam berinvestasi.
Baca juga: Bertemu 41 Pengusaha China, Pemkab Bekasi Bahas Kemudahan Investasi
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, pemerintah menyederhanakan proses bisnis melalui sistem online single submission (OSS) yang telah diperbarui untuk mamastikan prosedur lebih cepat, transparan, dan dapat diprediksi.
Kedua, Kemenperin menjalankan program Restrukturisasi Mesin dan Peralatan untuk mendukung penggantian mesin lama dengan peralatan modern yang hemat energi bagi industri TPT.
Sejak dimulai, program itu telah meningkatkan kapasitas produksi sebesar 21,75 persen, efisiensi energi 11,86 persen, lapangan kerja 3,96 persen, dan volume penjualan 6,65 persen.
Ketiga, menyalurkan skema kredit industri padat karya yang memberikan akses pembiayan fasilitas hingga Rp 20 triliun pada 2025.
Baca juga: Pemerintah Siapkan Rp 20 Triliun untuk Kredit Industri Padat Karya
Skema tersebut mampu membantu sekitar 2.000 hingga 10.000 perusahaan industri, termasuk produsen tekstil dan aparel, untuk berekspansi dan mempertahankan tingkat penyerapan tenaga kerja.
Keempat, memberikan fasilitas masterlist untuk impor barang modal. Menurut Agus, kebijakan ini dapat memberikan jaminan pengecualian bea masuk untuk barang modal yang berguna meningkatkan efisiensi dan keberlangsungan produksi.
Terakhir, pemerintah memberikan insentif fiskal, meliputi tax holidays, tax allowances, investment allowances, dan super deduction tax untuk perusahaan yang berinvestasi pada riset dan pengembangan serta pendidikan vokasi.
Sejumlah kebijakan tersebut merupakan inisiatif pemerintah untuk menegaskan kembali komitmennya dalam mendukung ekosistem industri tekstil yang tangguh, berkelanjutan, dan berdaya saing global.
“Dalam kondisi ini, industri TPT tetap menjadi pilar strategis dari basis manufaktur industri, serta berperan penting dalam menjaga pertumbuhan yang inklusif, menciptakan lapangan kerja, dan menopang kehidupan negeri ini,” jelas Agus.
Baca juga: Pertumbuhan Industri Tekstil Didukung Revisi Permendag 8 Tahun 2024
Menperin Agus menghadiri International Textile Manufacturers Federation (ITMF) & International Apparel Federation (IAF) World Fashion Convention Annual Conference 2025 di Yogyakarta, Jumat (24/10/2025).Daya saing produk TPT Indonesia terlihat di salah satu pasar tujuan ekspor terpenting, yaitu Amerika Serikat.
Salah satu produk TPT asal Indonesia, pakaian dan aksesori rajutan (HS 61), menduduki peringkat sebagai komoditas surplus perdagangan terbesar kedua Indonesia, dengan nilai 1,86 miliar dollar Amerika Serikat (AS).
Capaian tersebut melampaui nilai produk alas kaki (HS 64) yang hanya mencapai 1,85 miliar dollar AS.
Agus menyebut, hal ini menegaskan daya saing dan ketahanan sektor TPT Indonesia yang berkelanjutan dan mampu memberikan posisi menguntungkan bagi Indonesia untuk memanfaatkan pengaturan tarif resiprokal dengan AS baru-baru ini.
Baca juga: Proses Negosiasi Tarif Resiprokal AS Ditargetkan Selesai Bulan Ini
Ia mengungkapkan bahwa di tingkat dunia, Indonesia masuk lima besar produsen tekstil paling efisien.
Di subsektor pemintalan benang misalnya, biaya produksi Indonesia mencapai 2,71 dollar AS per kilogram (kg), lebih efisien daripada India, Tiongkok, dan Turki, serta setara dengan Vietnam dan Bangladesh.
Sementara itu, di subsektor pertenunan, Indonesia mencatat biaya 8,84 dollar AS per meter, salah satu yang terendah di dunia.
Di sektor fabric finishing, biaya produksinya mencapai 1,16 dollar AS per meter, lebih rendah daripada sebagian besar pesaing regional.
Baca juga: Jangan Asal Detailing Jok Fabric, Salah-salah Malah Rusak
“Angka-angka tersebut merupakan bukti daya saing global Indonesia dan bisa menjadi fondasi yang kuat bagi pertumbuhan di masa mendatang,” ucap Agus.
Di era transformasi besar-besaran, tantangan iklim, pergeseran geopolitik, disrupsi digital, dan restrukturisasi rantai pasok, Indonesia percaya bahwa peluang tetap ada.
“Dengan sumber daya yang melimpah, kebijakan industri yang adaptif, sumber daya manusia (SDM) yang terampil, Indonesia kembali menegaskan kesiapannya untuk menjadi mitra tepercaya industri tekstil global dalam membangun pertumbuhan berkelanjutan hingga dekade-dekade berikutnya,” ungkap Agus.
Ia menegaskan bahwa Indonesia siap menjadi pusat inovasi, manufaktur, dan pertumbuhan tekstil global.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa menilai, ITMF & IAF World Fashion Convention Annual Conference 2025 merupakan momentum penting bagi para pemangku kepentingan industri tekstil dan fesyen seluruh dunia.
Melalui konferensi tersebut, mereka bisa saling berkolaborasi serta unjuk inovasi dan teknologi di tengah ketidakpastian global, sekaligus memperkuat sinergi dunia usaha dan kebijakan pemerintah.
Oleh karena itu, Jemmy mengapresiasi pemerintah yang saat ini terus berjuang melahirkan regulasi-regulasi yang ditujukan bagi kepentingan industri padat karya, tekstil, dan produk tekstil domestik.
"Dengan kuatnya perlindungan kebijakan pemerintah, maka posisi industri Indonesia akan semakin kuat menghadapi persaingan global yang penuh tantangan perubahan rantai pasok dan perdagangan dunia," ujarnya.