KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Republik Indonesia (RI) Yassierli menghadiri penutupan Konferensi Perburuhan Internasional atau International Labour Conference (ILC) Sesi ke-113 yang diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional atau International Labour Organization (ILO) di Jenewa, Swiss, Jumat (13/6/2025).
Penutupan konferensi ini dipimpin oleh Direktur Jenderal ILO Gilbert F Houngbo, dan dihadiri lebih dari 3.000 delegasi dari 168 negara anggota.
Yassierli menyampaikan bahwa partisipasi Indonesia dalam ILC mencerminkan peran aktif pemerintah dalam mendorong terciptanya standar ketenagakerjaan global yang adil, adaptif, dan berkelanjutan.
“ILC tahun ini mencetak sejarah dan yang terpenting Indonesia hadir tidak hanya sebagai peserta, tetapi sebagai penggerak dalam merumuskan masa depan ketenagakerjaan global. Kami membawa kebijakan nasional ke panggung dunia,” ujarnya melalui keterangan pers, Senin (16/6/2025).
ILC ke-113 membahas dua standar ketenagakerjaan internasional yang sangat penting.
Pertama adalah Konvensi dan Rekomendasi tentang Perlindungan dari Bahaya Biologis di Tempat Kerja, yang telah disahkan.
Instrumen tersebut bertujuan memperkuat perlindungan pekerja dari risiko paparan virus, bakteri, dan zat berbahaya lainnya di lingkungan kerja.
“Indonesia menyatakan dukungan penuh terhadap instrumen ini dan akan mendorong integrasi prinsip-prinsipnya ke dalam kebijakan ketenagakerjaan nasional,” kata Yassierli.
Ia mengungkapkan, perlindungan terhadap risiko biologis bukan hanya soal keselamatan dan kesehatan kerja (K3), tetapi juga menjadi faktor penting dalam menjaga keberlangsungan usaha dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja secara berkelanjutan
Isu penting kedua adalah pembentukan Konvensi tentang Kerja Layak dalam Ekonomi Platform, yang akan difinalisasi dalam ILC ke-114 pada 2026.
Konvensi tersebut dirancang untuk memberikan perlindungan hukum dan sosial kepada pekerja digital seperti pengemudi ojek daring, kurir aplikasi, hingga pekerja lepas (freelancer) berbasis platform digital.
“Pekerja platform adalah wajah baru dunia kerja. Mereka tidak bisa lagi dianggap sebagai pekerja informal tanpa perlindungan. Kita harus hadir untuk mereka melalui regulasi yang menjamin hak, keselamatan dan kesehatan kerja, serta jaminan sosial,” tegas Yassierli.
Selama pelaksanaan ILC ke-113, delegasi Indonesia menunjukkan partisipasi aktif dan substansial.
Keterlibatan tidak hanya terlihat dalam sidang pleno dan komite-komite teknis, tetapi juga dalam berbagai acara sampingan (side events) dan forum bilateral.
“Keterlibatan delegasi tripartit—yang terdiri atas unsur pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha—menjadi salah satu kekuatan diplomasi ketenagakerjaan Indonesia tahun ini (2025)," imbuh Yassierli.
Baca juga: Cara Mengisi SIPP BPJS Ketenagakerjaan untuk Perbarui Data Karyawan agar Dapat BSU 2025
"Terima kasih kepada seluruh delegasi Indonesia, baik dari serikat pekerja, pengusaha, maupun pemerintah, yang telah mengikuti ILC ini,” sambungnya.
Dalam forum Committee on the Application of Standards (CAS), lanjut Yassierli, Indonesia juga tidak termasuk dalam daftar negara yang dibahas karena pelanggaran ketenagakerjaan.
“Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia dinilai konsisten dalam menerapkan konvensi dan rekomendasi ILO yang telah diratifikasi, serta terus melakukan perbaikan sistem ketenagakerjaan secara menyeluruh,” ungkapnya.
Selama rangkaian ILC ke-113, Yassierli menyampaikan posisi nasional Indonesia yang menekankan tiga pilar utama pembangunan ketenagakerjaan.
Tiga pilar tersebut, yaitu penciptaan lapangan kerja (jobs), pemajuan dan perlindungan hak-hak pekerja (rights), serta peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi inklusif (growth).
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi bakal Tak Berjalan jika Tak Ada Keberlanjutan Alam
Upaya itu diwujudkan melalui berbagai program strategis, seperti transformasi Balai Latihan Kerja (BLK), program pemagangan, pengembangan pekerjaan hijau dan digital, serta perluasan jaminan sosial termasuk Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Yassierli juga mengikuti sejumlah pertemuan bilateral dan regional, di antaranya adalah pertemuan dengan Direktur Jenderal ILO, Wakil Menteri Tenaga Kerja Amerika Serikat, serta Pertemuan Tingkat Menteri Ketenagakerjaan ASEAN dan Asia-Pasifik.
Dalam pertemuan tersebut, Indonesia secara aktif mendorong agenda kerja layak, pemanfaatan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI), serta peningkatan representasi negara-negara Asia-Pasifik dalam sistem multilateral.
Menutup rangkaian kegiatan, Yassierli menegaskan bahwa seluruh hasil ILC-113 akan ditindaklanjuti melalui penguatan kebijakan nasional yang dibangun dengan kolaborasi tripartit.
Kebijakan tersebut menyasar langsung pada peningkatan kesejahteraan pekerja, daya saing angkatan kerja Indonesia, dan keberlangsungan usaha nasional.
Baca juga: Sederet Kisah Pencari Kerja Indonesia: Tak Henti Kejar Harapan di Tengah Ketidakpastian
“Forum ini bukan hanya ruang diskusi, tetapi menjadi titik tolak untuk membawa pulang solusi nyata," ucap Yassierli.
Pemerintah, lanjut dia, akan terus memperkuat kebijakan ketenagakerjaan berbasis prinsip kerja layak, perlindungan, dan keadilan sosial yang menjangkau seluruh pekerja, termasuk mereka yang berada di sektor informal dan digital.
Sebagai informasi, dalam penutupan ILC ke-113, juga dihadiri Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indah Anggoro Putri serta Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3 Fahrurozi.