KOMPAS.com – Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan membuat pemerintah harus bertindak cepat dalam menerbitkan kebijakan baru di berbagai bidang, salah satunya sektor ketenagakerjaan.
Sebagai wujud respons terhadap dampak pandemi Covid-19 dalam sektor tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah menerbitkan aturan tentang hubungan kerja.
Aturan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) Republik Indonesia (RI) tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Corona Virus disease 2019 (Covid-19).
"Kepmenaker merupakan wujud respons kami terhadap adanya dampak pandemi Covid-19 dalam hubungan kerja. Utamanya, di masa pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM)," kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (16/8/2021).
Baca juga: Epidemiolog Sarankan PPKM di Jawa-Bali Dilanjutkan, Level Bisa Turun asal 3T Tetap Kencang
Ia menyatakan, penerbitan Kepmenaker bertujuan untuk melindungi semua pihak dari dampak pandemi. Adapun pihak yang dimaksud, yaitu pemerintah, pengusaha, serta pekerja dan buruh.
Pandemi Covid-19, kata Ida, merupakan masalah bersama. Untuk itu, dalam penanganannya membutuhkan komitmen dan kerja sama semua pihak.
“Dalam Kepmenaker kami juga ingin menekankan pentingnya dialog sosial,” ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI - JSK) Indah Anggoro Putri menjelaskan, Kepmenaker Nomor 104 Tahun 2021 mencakup tiga hal.
Pertama, kata dia, pelaksanaan sistem kerja dari rumah atau work from home (WFH) dan bekerja di kantor atau work from office (WFO). Kedua, pelaksanaan upah dan hak-hak pekerja lainnya.
"Dalam Kepmenaker tersebut, kami sampaikan acuan atau pedoman bagi pengusaha dan pekerja bahwa pengusaha yang memberlakukan sistem kerja WFH tetap wajib membayar upah," imbuhnya.
Baca juga: Menaker Terbitkan Aturan soal WFO, WFH, hingga Dirumahkan, Simak Poin-poinnya
Sementara itu, lanjut Putri, untuk sistem kerja WFO harus lebih dulu mengatur persentase pekerja dari kantor.
Aturan tersebut termasuk shifting atau pembagian waktu kerja dan hari kerja dalam satu bulan secara bergiliran.
"Jam kerja juga diatur dengan sebaik-baiknya dengan mengutamakan pekerja yang sehat. Bagi ibu hamil atau rentan sakit diminta agar bekerja dari rumah saja," kata Putri.
Ia menambahkan, peraturan Kepmenaker Nomor 104 Tahun 2021 juga berlaku bagi perusahaan yang terpaksa merumahkan pekerja akibat dampak pandemi Covid-19.
Baca juga: PPKM Level 4, Pekerja Sektor Non-esensial WFH 100 Persen, Kritikal Boleh WFO 100 Persen
Dalam peraturan itu menjelaskan bahwa pekerja buruh tetap berhak atas gaji atau upah saat dirumahkan.
"Apabila perusahaan yang secara finansial tidak mampu membayar upah bagi para pekerja, maka pengusaha dan pekerja dapat membuat kesepakatan penyesuaian upah," imbuh Putri.
Penyesuaian upah itu termasuk dalam perhitungan iuran manfaat jaminan sosial, pesangon, dan hak-hak lain bagi pekerja. Nilai yang diberikan juga harus mengacu kepada upah sebelum penyesuaian.
Adapun cakupan ketiga dalam Kepmenaker 104 Tahun 2021, Putri menjelaskan, hal ini terkait dengan pencegahan pemutusan hubungan kerja ( PHK).
Baca juga: Kena PHK? Ini Cara Ajukan Klaim JHT BPJS Ketenagakerjaan secara Online
Dalam Kepmenaker, PHK merupakan jalan terakhir yang bisa diambil bila pandemi Covid-19 berdampak terhadap keberlangsungan usaha.
“Meski demikian, PHK harus jadi langkah paling akhir dan satu-satunya jika sudah dilakukan upaya-upaya lain tetapi tidak ada jalan lain. Namun, keputusan ini harus sesuai kesepakatan bersama antara pengusaha dan pekerja," ucap Putri.
Lebih lanjut, ia menambahkan, apabila PHK terpaksa dilakukan karena ketidakmampuan finansial, maka perusahaan harus memberikan bukti laporan keuangan secara nyata.
"Dalam dialog bipartit dengan putusan PHK, disarankan untuk melibatkan dinas ketenagakerjaan (disnaker) setempat. Paling penting, hak-hak para pekerja harus tetap diberikan walaupun perusahaan itu bangkrut," ujar Putri.