KOMPAS.com- Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri meminta masyarakat untuk lebih berhati-hati dan bijak menggunakan media sosial. Pasalnya, saat ini banyak perusahaan yang menjadikan akun media sosial sebagai salah satu aspek penilaian dalam rekrutmen tenaga kerja.
"Para pelamar nantinya diwajibkan mencatumkan akun media sosial untuk diperiksa," ujarnya saat menjadi narasumber Dialog Sosial Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Bekasi, Jumat (29/3/2019).
Oleh karena itu, kata hanif, bila tidak bijak dalam media sosial, bisa jadi penghambat karier.
"Kalau media sosialnya dipakai untuk ngumpat orang, mengeluh, itu bisa mengganggu perjalanan karier-nya," ujar Hanif.
Hanif pun menegaskan bahwa pola tersebut telah ia terapkan di Kemnaker untuk menyeleksi pejabat. Selain tes tertulis dan wawancara, panitia seleksi juga menilai akun media sosial calon pejabat.
"Jadi walaupun tes tertulis nilainya 100, wawancara nilainya 1.000, tapi media sosialnya isinya negatif, ke laut saja," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Hanif juga mengajak seluruh stake holder ketenagakerjaan untuk bersama-sama membangun dunia ketenagakerjaan. Setidaknya, ada 3 aspek yang harus menjadi perhatian seluruh pihak.
Pertama, ekosistem ketenagakerjaan. Perbaikan ekosistem ketenagakerjaan sangat diperlukan. Mengingat 3 dari 10 hambatan investasi ada pada sektor ketenagakerjaan.
"Bagaimana membuat ekosistem ini tidak rigit, bisa fleksibel sesuai dengan perubahan dunia," kata Hanif.
Kedua, penguatan akses peningkatan skill. Baik untuk skilling (pelatihan keterampilan), up skilling (peningkatan keterampilan), maupun re-skilling (alih keterampilan).
"Itu kan providernya bisa tempat pelatihan pemerintah, bisa swasta seperti LPK, atau training centre industri," ujarnya.
Ia juga menjelaskan kalau penguatan akses sangat diperlukan, mengingat keterampilan yang dibutuhkan di masa depan adalah keterampilan yang cepat beradaptasi dengan perubahan.
"Jadi cara melindungi tenaga kerja adalah bagaimana mereka memiliki skill. Lalu bagaimana pula skill-nya itu bisa meningkat dan berkembang," jelasnya.
Ketiga, penguatan cakupan kepesertaan jaminan sosial tenaga kerja.
"Bagaimana universal coverage ini benar-benar bisa dijalankan untuk seluruh masyarakat, baik untuk yang sektor formal maupun non formal," paparnya.