KOMPAS.com - Kegiatan Government at a Glance Southeast Asia 2025 yang digagas Organisation for Economic Co-operation and Development ( OECD) merupakan wadah untuk memahami upaya Asia Tenggara memodernisasi layanan publik di tengah meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap layanan yang cepat, sederhana, transparan, dan terintegrasi.
Dalam kegiatan yang berlangsung di Jakarta pada Kamis (11/12/2025) itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini mengatakan bahwa reformasi birokrasi merupakan solusi untuk meningkatkan kepercayaan, daya saing, dan penyampaian layanan pemerintah yang efektif.
"Agenda reformasi Indonesia berlandaskan pada kerangka kerja yang jelas dan selaras dengan prinsip-prinsip OECD, yaitu berfokus pada layanan yang berpusat pada manusia, integritas publik, dan pemerintahan digital," ujar Rini dalam keterangan resminya, Kamis.
Baca juga: Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola ASN Profesional Jadi Kunci Kesejahteraan Masyarakat
Setelah satu dekade, reformasi yang diupayakan Pemerintah Indonesia telah membuahkan hasil positif. Terbukti, lebih dari 55.000 posisi administratif berubah menjadi fungsional. Selain itu, peringkat e-government Indonesia juga melonjak dari posisi 167 menjadi 64.
Dari sisi fiskal, reformasi akuntabilitas membantu mencegah potensi inefisiensi senilai lebih dari Rp 128 triliun.
Dalam hal inovasi, Pemerintah Indonesia mengembangkan layanan terpadu untuk masyarakat melalui 296 mal pelayanan publik (MPP) dan portal terpadu MPP Digital yang diadopsi 199 daerah di seluruh negeri.
Inovasi tersebut dinilai mengurangi kerumitan administrasi, mempersingkat waktu tunggu, serta memastikan kehadiran pemerintah yang dapat diandalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca juga: Pelayanan PBG di MPP Siola Surabaya Tercepat se-Indonesia, 15 Menit Selesai
Government at a Glance Southeast Asia 2025 yang berlangsung di Jakarta, Kamis (11/12/2025).Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan agenda jangka panjang untuk arah birokrasi mendatang.
"Visi untuk 2045 adalah membangun birokrasi yang mampu memberikan layanan publik yang berorientasi pada kehidupan manusia atau layanan yang menyelesaikan masalah masyarakat di setiap tahap kehidupan," kata Rini.
Semua inisiatif tersebut tercermin melalui capaian Indonesia yang tertuang dalam laporan Government at a Glance Southeast Asia 2025.
Menurut Rini, Indonesia menunjukkan hasil yang menggembirakan, baik di bidang pemerintah digital, integritas publik, maupun data, bahkan menjadi salah satu yang terdepan di ASEAN.
Baca juga: Indeks Integritas Nasional 2025 Naik Jadi 72,32, Ketua KPK: Skor Ini Masih Rentan
Meski demikian, ia menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh cepat puas karena masih banyak hal yang dapat ditingkatkan.
Rini menekankan, laporan tersebut bukan sekadar sumber perspektif yang berkelanjutan, melainkan menjadi panduan untuk belajar, menyesuaikan diri, dan terus bergerak maju untuk membangun pemerintahan yang lebih transparan, responsif, dan berpusat pada masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, OECD Deputy Secretary-General František Ruži?ka mengatakan, Government at a Glance Southeast Asia 2025 menjadi ajang memperdalam pengetahuan, membandingkan antarnegara, serta saling mempelajari sektor pemerintahan di Asia-Pasifik.
Hal tersebut penting dilakukan agar setiap negara dapat mengetahui posisi masing-masing dan mencari peluang perubahan.
Baca juga: Dampak Perubahan Iklim Global, Bencana Hidrometeorologi Kian Ancam Kalteng
"OECD mendukung kebijakan berdasarkan bukti, mendukung potensi dan masa depan yang berkelanjutan, memperkuat kerja sama, dan berbagi pengalaman yang kita lakukan," tegas Ruži?ka.
Ia menilai, laporan Government at a Glance Southeast Asia 2025 berperan memperkuat keahlian global OECD dalam penyusunan standar pengelolaan publik.
Laporan tersebut, lanjut Ruži?ka, juga dapat memperkuat tata kelola sehingga mampu menghasilkan analisis dan dukungan yang lebih komprehensif, khususnya bagi negara-negara Asia yang sedang dalam proses aksesi OECD, termasuk Indonesia.
Selain itu, laporan yang merupakan hasil kerja sama OECD dengan Asian Development Bank (ADB) ini juga menjadi katalis pembelajaran dialog antarnegara dan peluang kerja sama baru.
Sebagai informasi, ADB merupakan bank pembangunan multilateral terkemuka yang mendukung pertumbuhan inklusif, tangguh, dan berkelanjutan di Asia dan Pasifik.
Baca juga: ADB: Asia Perlu 1,7 Triliun Dollar AS Per Tahun untuk Respons Perubahan Iklim
Government at a Glance Southeast Asia 2025 yang berlangsung di Jakarta, Kamis (11/12/2025).ADB bekerja sama dengan para anggota dan mitranya untuk mengatasi tantangan yang kompleks dengan memanfaatkan perangkat keuangan yang inovatif dan kemitraan strategis untuk mengubah kehidupan, membangun infrastruktur berkualitas, serta melindungi bumi.
Didirikan pada 1966, ADB beranggotakan 69 negara dengan komposisi 50 anggota berasal dari kawasan Asia dan Pasifik.
Ruži?ka menyampaikan, hasil analisis menunjukkan bahwa saat ini Asia Tenggara berada pada jalur yang benar, meskipun dihadapkan dengan tantangan fiskal dan demografi. Namun, ia menilai, komitmen tata kelola yang kuat dapat menanggulangi masalah tersebut.
"OECD mendorong transparansi dan pengawasan dalam tata kelola untuk memastikan sumber daya publik digunakan dengan efisien dan bertanggung jawab," kata Ruži?ka.
Baca juga: Masuk Tinjauan Teknis, Proses RI Jadi Anggota OECD Makin Dekat?
Selaras dengan Ruži?ka, Vice President ADB untuk Asia Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Scott Morris menyoroti pentingnya kemajuan di Asia Tenggara dalam membangun tata kelola yang tangguh, transparan, dan berorientasi pada warga.
Ia menekankan tiga aspek yang perlu dikembangkan dalam tata kelola, yaitu keberlanjutan fiskal, inovasi digital, dan kepercayaan publik.