KOMPAS.com – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) terus berupaya menyelesaikan konflik agraria pada sejumlah titik di Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA).
Utamanya, menyelesaikan konflik agraria di LPRA yang bersinggungan dengan aset kementerian atau lembaga (K/L) negara.
Upaya tersebut, dilakukan Kementerian ATR/BPN melalui koordinasi sebagai langkah awal untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria yang bersifat lintas sektoral.
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN) Raja Juli Antoni mengungkapkan, Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) berkomitmen menyejahterakan rakyat melalui reforma agraria.
Tak hanya reforma agraria, kata dia, komitmen tersebut juga dilakukan melalui percepatan Program Strategis Nasional (PSN) yang berhubungan dengan kesejahteraan rakyat. Salah satunya adalah Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Baca juga: Evaluasi Reforma Agraria Pemerintahan Jokowi
“Selain itu, Presiden Jokowi juga menegaskan untuk mempercepat penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan,” ujar Raja dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (9/8/2022).
Pernyataan tersebut ia sampaikan pada kegiatan pertemuan dengan perwakilan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membahas terkait penyelesaian konflik agraria, Jumat (5/8/2022).
Lebih lanjut Raja menjelaskan bahwa perlu adanya koordinasi antar K/L untuk menyelesaikan konflik agraria.
“Seperti yang ditegaskan oleh Pak Jokowi pada acara Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit pada Juni 2022 lalu. Hendaknya kami sesama K/L menghilangkan sekat dan ego sektoral, agar program kerakyatan yang diusung Presiden RI dapat berjalan dengan lancar,” imbuhnya.
Baca juga: Presiden Minta Kementerian ATR/BPN Kebut Penyelesaian Konflik Agraria
Senada dengan Raja, Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria Andi Tenrisau menyebutkan bahwa Presiden Jokowi memerintahkan pihaknya untuk menyelesaikan konflik pertanahan di seluruh Indonesia, khususnya di LPRA.
“Berdasarkan usulan dari para Civil Society Organization (CSO), didapat 19 titik LPRA yang bersinggungan dengan aset BUMN. Dalam hal ini aset PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dan dua titik LPRA yang bersinggungan dengan Aset TNI,” jelasnya.
Andi menjelaskan, sebelumnya dari sisi kewenangan Kementerian ATR/BPN sudah memiliki bentuk penyelesaian penertiban kawasan dan tanah terlantar sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.
“Namun, jika memakai penyelesaian normatif seperti ini, tentunya akan sangat lama, jadi kami butuh percepatan,” ucapnya.
Sebagai solusi, lanjut Andi, Kementerian ATR/BPN berusaha mengusulkan percepatan penyelesaian tanpa menghilangkan aset dari K/L maupun aset BUMN.
Baca juga: Integritas di BUMN
Usulan Kementerian ATR/BPN tersebut mengacu berdasarkan penerapan PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan.
“Kementerian atau lembaga maupun BUMN dapat memberikan Hak Pengelolaan (HPL) terlebih dahulu. Baru di atasnya dapat diberi hak-hak lainnya bagi masyarakat,” tambah Andi.
Ia juga berujar bahwa pemberian hak-hak di atas HPL itu didasarkan pada perjanjian antara instansi dengan masyarakat yang mengokupasi tanah di aset BUMN dan TNI.
Perjanjian instansi dengan masyarakat itu, kata Andi, dimaksudkan agar aset tidak hilang, masih tercatat nama TNI dan PTPN, tetapi juga masih dapat memberikan manfaat atas tanah tersebut.
“Tentunya perjanjian ini juga memuat syarat dan pembatasan tertentu semisal tanah tidak boleh dialihkan kepemilikannya, dan lain sebagainya,” jelas Andi.