KOMPAS.com – Direktur Pengaturan dan Pendaftaran Tanah dan Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Dwi Purnama mengatakan, untuk meningkatkan efisiensi pendaftaran tanah, pihaknya menerapkan sistem sertifikat elektronik.
“ Pendaftaran tanah secara elektronik akan meningkatkan efisiensi baik pada simpul input, proses, atau output,” ujarnya, seperti dalam konferensi pers virtual, Selasa (2/2/2021).
Tak hanya itu, menurut Dwi, diberlakukannya sistem sertifikat elektronik dapat mengurangi pertemuan fisik antara pengguna dan penyedia layanan.
Baca juga: Sertifikat Elektronik Segera Berlaku, Apakah Tanah Perlu Diukur Ulang?
Selain sebagai upaya untuk meminimalisir biaya transaksi pertanahan, hal itu juga efektif mengurangi dampak pandemi Covid-19.
“Bahkan, adanya sertifikat elektronik akan memberikan kepastian dan perlindungan hukum,” kata Dwi.
Sebab, lanjut dia, pencatatan semua aspek pendaftaran tanah dilakukan secara elektronik. Hal ini dapat meminimalisir pemalsuan atau duplikasi yang biasanya dimanfaatkan untuk tindakan melanggar hukum.
Baca juga: Implementasikan Sertifikat Elektronik, Sertifikat Tanah Asli Akan Ditarik ATR/BPN
Dwi menjelaskan, ada banyak keuntungan yang didapat dari penerapan sertifikat elektronik.
“Salah satunya adalah mengurangi jumlah sengketa, konflik, dan perkara mengenai pertanahan,” ujarnya.
Pasalnya, penyelenggaraan layanan pertanahan secara elektronik dapat meningkatkan akses informasi publik atas pengelola pertanahan.
Adapun penggunaan sertifikat tanah elektronik mulai berlaku pada 2021. Hal ini menyusul terbitnya Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik.
Baca juga: Kata Pengamat, Kekuatan Hukum Sertifikat Elektronik Sama dengan Konvensional
“Melalui peraturan itu, pelaksanaan pendaftaran tanah yang sebelumnya dilakukan secara konvensional dapat dilakukan secara elektronik. Baik itu pendaftaran tanah pertama kali maupun pemeliharaan data,” jelas Dwi.
Sementara itu, layanan sertifikat tanah elektronik diyakini dapat menaikkan Ease of Doing Business (EoDB) atau kemudahan berusaha Indonesia di peringkat 40 pada 2024.
“Peringkat EoDB ini berkaitan erat dengan registering property. Saat ini, EoDB Indonesia dalam registering property berada di posisi 106,” imbuh Dwi.
Baca juga: Sertifikat Elektronik, dan Konflik Pertanahan yang Belum Tuntas
Maka dari itu, sambung dia, perlu upaya pembenahan dalam semua layanan, termasuk sertifikat elektronik.
Tulisan ini telah tayang sebelumnya dengan judul “Lewat Sertifikat Elektronik, Peringkat Kemudahan Berbisnis Indonesia Bisa di Level 40”
Penulis: Suhaiela Bahfein | Editor: Hilda B Alexander