Harga Pupuk Lebih Tinggi dari Energi, Indef Dorong Pemerintah Perbesar Anggaran Pupuk Organik

Kompas.com - 15/09/2022, 11:37 WIB
I Jalaludin S,
A P Sari

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Tauhid mengatakan, saat ini indeks kenaikan harga pupuk global jauh lebih tinggi apabila dibandingkan indeks harga energi.

Bahkan, kata Ahmad, jumlahnya bisa mencapai 170 hingga 180. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan harga energi yang hanya 150.

"Artinya secara global kenaikan pupuk itu jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan energi maupun harga pangan itu sendiri. Saya menduga ini juga mengalir ke kita karena komponen dari pupuk kan sebagian besar 56 bahkan hampir 58 persennya dari gas," katanya.

Ahmad mengatakan itu dalam Indonesia Business Forum TVOne, Rabu (14/9/2022).

Dia menjelaskan, bahan-bahan pembuatan pupuk bersubsidi mengalami lonjakan harga cukup tinggi, terutama akibat perang Rusia dan Ukraina.

Baca juga: Kebutuhan Nasional Cukup, Indef: Tidak Ada Impor Jagung untuk Pakan Unggas

Oleh karenanya, Ahmad mendorong pemerintah untuk memperbesar alokasi anggaran pada pengelolaan pupuk organik.

"Pupuk organik itu sangat diperlukan. Nyatanya memang sebagian masyarakat atau petani bisa menghasilkan pupuk organik,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (15/9/2022).

Namun, lanjutnya, banyak petani yang tidak bisa menghasilkan, terutama petani berskala kecil. Sebab, mereka harus mengumpulkan kotoran hewan dan sebagainya terlebih dulu.

“Saya kita itu nggak efisien. Jadi harus dipertimbangkan ruang anggaran yang lebih besar bagi pupuk organik agar bisa masuk kembali,” terangnya.

Terkait hal tersebut, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) mendorong para petani di seluruh Indonesia menggunakan anggaran Kredit Usaha Rakyat ( KUR) sebagai upaya menuju kemandirian pupuk.

Sebab, dengan cara itu kebutuhan tanaman yang membutuhkan pupuk dapat tercukupi dengan baik.

Baca juga: Ketersediaan Pupuk Subsidi Menipis, Mentan SYL Ajak Petani Tingkatkan Penggunaan Pupuk Organik

"Gunakanlah KUR. KUR itu kan kalau dia mengambil normal bunganya sangat rendah. Kemarin pada 2019 kami pakai KUR Rp 55 triliun yang macet 0,03 persen tuh. Ini kan hebat banget petani kita,” ujarnya.

Kemudian, pada 2021, Kementerian Pertanian ( Kementan) memakai Rp 85 triliun untuk KUR, sedangkan hanya 0,6 persen yang macet.

“Ya ada lah yang macet mungkin karena sesuatu tiba-tiba banjir atau bencana alam," katanya.

Sebelumnya, SYL memastikan bahwa ketersediaan pangan saat ini dalam kondisi aman. Semua masih bisa dikendalikan mengingat produksi di sejumlah daerah terus dilakukan.

Walau demikian, SYL mengingatkan kondisi tersebut belum tentu aman pada tahun-tahun mendatang.

"Tahun ini, saya yakin neraca yang ada cukup aman. 12 komoditi dasar itu cukup terjaga. Katakanlah gandum kita juga masih cukup, minyak kita adalah bagian yang kompetitif dengan minyak bunga matahari yang berasal dari negara lain,” sebutnya.

Baca juga: Permentan 10/2022 Atur Pupuk Subsidi untuk 9 Komoditas, Dosen Unsri: Saatnya Pupuk Organik Jadi Prioritas

“Tetapi saya mau katakan agar kita tidak boleh terlalu percaya diri. Namun, semua langkah harus dipersiapkan," imbuhnya.

Terkini Lainnya
Kementan Komitmen Jaga Stabilitas Harga dan Tingkatkan Produktivitas Petani, Pengamat Beri Respons Positif

Kementan Komitmen Jaga Stabilitas Harga dan Tingkatkan Produktivitas Petani, Pengamat Beri Respons Positif

Kementan
Pakar Pangan Universitas Andalas: Kepastian Harga Pemerintahan Prabowo Bikin Petani Senang

Pakar Pangan Universitas Andalas: Kepastian Harga Pemerintahan Prabowo Bikin Petani Senang

Kementan
DJBC Catat Tak Ada Impor Beras dan Jagung, Kinerja Bea Masuk Turun 5,1 Persen

DJBC Catat Tak Ada Impor Beras dan Jagung, Kinerja Bea Masuk Turun 5,1 Persen

Kementan
Kepuasan Petani terhadap Kinerja Kementan Capai 84 Persen

Kepuasan Petani terhadap Kinerja Kementan Capai 84 Persen

Kementan
Mentan: Jika Tidak Ada Aral Melintang, 3 Bulan Lagi Indonesia Swasembada Beras

Mentan: Jika Tidak Ada Aral Melintang, 3 Bulan Lagi Indonesia Swasembada Beras

Kementan
Respons Keluhan Petani Singkong di Lampung, Mentan Amran Siap Kawal Regulasi Tata Niaga

Respons Keluhan Petani Singkong di Lampung, Mentan Amran Siap Kawal Regulasi Tata Niaga

Kementan
Perkuat Ketahanan Pangan, Mentan Amran Gandeng 3 Bupati Sulsel Kembangkan Kopi dan Kakao

Perkuat Ketahanan Pangan, Mentan Amran Gandeng 3 Bupati Sulsel Kembangkan Kopi dan Kakao

Kementan
Beras Nasional Surplus 3,7 Juta Ton, Mentan Amran: Hasil Kerja Keras Petani

Beras Nasional Surplus 3,7 Juta Ton, Mentan Amran: Hasil Kerja Keras Petani

Kementan
Mendag : Ekspor Hortikultura Naik 49 Persen Semester I 2025, Indonesia Tekan Impor dan Tingkatkan Ekspor

Mendag : Ekspor Hortikultura Naik 49 Persen Semester I 2025, Indonesia Tekan Impor dan Tingkatkan Ekspor

Kementan
Sejalan dengan Prabowoisme, Wamentan Dukung Tani Merdeka Indonesia

Sejalan dengan Prabowoisme, Wamentan Dukung Tani Merdeka Indonesia

Kementan
Soal Framing Negatif Mentan Amran, PP KAMMI: Publik Harus Menilai sesuai Fakta dan Data

Soal Framing Negatif Mentan Amran, PP KAMMI: Publik Harus Menilai sesuai Fakta dan Data

Kementan
Lawan Mafia Pangan, Ini Upaya Mentan Jaga Kesejahteraan Petani

Lawan Mafia Pangan, Ini Upaya Mentan Jaga Kesejahteraan Petani

Kementan
Komisi IV DPR RI Apresiasi Mentan Amran, Produksi Pangan Naik hingga Serapan Bulog Capai 4 Juta Ton

Komisi IV DPR RI Apresiasi Mentan Amran, Produksi Pangan Naik hingga Serapan Bulog Capai 4 Juta Ton

Kementan
Harga Beras Turun di 13 Provinsi, Mentan Amran Yakin Stabilitas Berlanjut

Harga Beras Turun di 13 Provinsi, Mentan Amran Yakin Stabilitas Berlanjut

Kementan
Berkat Dukungan Kementan, Panen Padi Gadu di Lampung Timur Menguntungkan Petani

Berkat Dukungan Kementan, Panen Padi Gadu di Lampung Timur Menguntungkan Petani

Kementan
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com