KOMPAS.com - Agar tumbuh kembang anak terjamin, terhindar dari kekerasan dan diskriminasi, Kementerian Sosial ( Kemensos) mengupayakan perlindungan khusus pada Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK).
Untuk itu, Menteri Sosial (Mensos) RI Agus Gumiwang Kartasasmita meresmikan perubahan delapan panti sosial untuk anak menjadi BRSAMPK di berbagai daerah.
"Balai ini menjalankan fungsi untuk melakukan asesmen, rehabilitasi sosial, advokasi sosial, pelaksanaan pemantauan dan evaluasi anak, pemetaan data, dan informasi anak yang memerlukan perlindungan khusus," kata Agus Gumiwang dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima.
Mensos sendiri mengatakan itu usai membuka acara Aktivasi BRSAMPK dalam Rangka Menuju Indonesia Bebas ABH dari Lapas Dewasa 2018 di BRSAMPK Handayani, Jakarta, Senin (17/12/2018).
Balai-balai tersebut, kata Agung, juga berfungsi sebagai Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS). Jumlah LPKS seluruh Indonesia saat ini pun ada 78.
Kini, salah satu misi penting BRSAMPK yakni mendorong terwujudnya "Indonesia Bebas Anak Berhadapan Hukum (ABH) dari Lapas Dewasa Tahun 2018".
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dijelaskan bahwa ABH adalah anak yang berkonflik dengan hukum, korban tindak pidana, dan menjadi saksi tindak pidana.
Lebih lanjut, undang-undang ini mengamanatkan bahwa perlindungan hak-hak dan kesejahteraan anak dalam sistem peradilan pidana anak harus berorientasi pada pendekatan keadilan restoratif.
Tak hanya itu, undang-undang tersebut mewajibkan melakukan upaya diversi dalam setiap tahap peradilan anak.
Keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak lain yang terkait.
Mereka dilibatkan agar bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, bukan pembalasan.
Sementara itu, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Adapun selama anak-anak menjalani pidananya, mereka dipisahkan dari lembaga pemasyarakatan (lapas) orang dewasa,
Mensos menjelaskan, kalau lapas dewasa tidak dapat dijadikan tempat untuk mengubah perilaku ABH menjadi baik. Kondisi ini malah memberikan pengaruh negatif bagi tumbuh kembang anak secara optimal nantinya.
Meskipun ABH ditempatkan terpisah dari orang dewasa, mereka masih dapat berinteraksi satu sama lain. Ini karena jumlah pengawas para tahanan/narapidana dewasa dengan tahanan/narapidana ABH berbeda.
“Atas dasar hal tersebut maka Kemensos mengaktifkan 8 balai rehabilitasi sosial AMPK sebagai salah satu fungsi LPKS dan menjadikannya sebagai rujukan anak berhadapan hukum bebas dari lapas dewasa," lanjutnya.
Delapan Balai Rehabilitasi Sosial AMPK tersebut, yaitu BRSAMPK Handayani Bambu Apus Jakarta, BRSAMPK Mataram, BRSAMPK Todopoli Makassar, dan BRSAMPK Antasena Magelang.
Lalu BRSAMPK Alyatama Jambi, BRSAMPK Naibonat Kupang, BRSAMPK Rumbai Pekanbaru, dan BRSAMPK Darussa’adah Aceh.
Adapun bidang tugas BRSAMPK mencakup 15 kategori anak. Di antaranya anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual.
Lalu anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Anak yang menjadi korban pornografi, anak dengan HIV/AIDS, anak korban penculikan, penjualan atau perdagangan serta anak korban kekerasan fisik atau psikis,
Kemudian, anak korban kejahatan seksual, anak korban jaringan terorisme, anak penyandang disabilitas, anak korban perlakuan salah dan penelantara. Lalu anak dengan perilaku sosial menyimpang, dan menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi orang tuanya.