KOMPAS.com – Melansir dari Kompas.com (8/1/2023) bertajuk “Guncangan Kampus Merdeka”, menggunakan kacamata yang lebih positif, kata guncangan dapat diartikan sebagai aktivitas yang membangunkan atau menggebrak (positive disruption) atas transformasi pendidikan tinggi di Indonesia.
Kebijakan Kampus Merdeka yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Permendikbud) Nomor 3 Tahun 2020 menjadi salah satu terobosan pemerintah dalam menjawab permasalahan dunia pendidikan tinggi saat ini.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 menunjukkan bahwa dari 8,4 juta pengangguran di Indonesia 14 persen atau 1,1 juta merupakan lulusan diploma dan sarjana strata satu (S1). Fenomena kategori ‘pengangguran terdidik’ tersebut menunjukkan masih tingginya jurang kompetensi (competence gap) lulusan dengan yang dibutuhkan dunia kerja.
Dalam sebuah focus group discussion (FGD) yang dilakukan dengan beberapa alumni dan perusahaan selalu menunjukkan masukan yang konsisten, di mana secara umum lulusan sarjana kuat dalam penguasaan teori, namun lemah dalam kemampuan menerapkan di dunia nyata.
Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) adalah tafsir konkret sebagai upaya dalam memperluas ruang pengabdian masyarakat oleh kampus lewat anak didiknya. Sebelumnya, upaya ini hanya mendapat porsi minor melalui kegiatan kuliah kerja nyata ( KKN) atau sejenisnya. Namun, kini diberi ruang yang lebih bervariasi dan luas dampaknya.
Baca juga: Akui Penghayat Kepercayaan, Kemendikbudristek Berikan Layanan Advokasi kepada Masyarakat Adat
Berbagai program telah diinisiasi untuk dapat dipilih oleh mahasiswa, di antaranya kegiatan membangun desa, proyek kemanusiaan, kegiatan kewirausahaan, pertukaran pelajar, aktivitas mengajar di sekolah dasar (SD), studi independent, penelitian, hingga praktik kerja atau magang.
Hal itu membuat kurang tepat apabila dikatakan Kampus Merdeka lebih mengarah pada vokasionalisasi pendidikan, karena pendidikan yang utuh menurut Taksonomi Bloom tidak semata hanya penguatan aspek keterampilan (skills).
Tetapi juga mengaplikasikan pengetahun (to apply knowledge) dan perilaku (attitude) profesionalisme, integritas, kerja sama tim, komunikasi, dan kepedulian sosial yang seharusnya semakin terasah setelah mengikuti program MBKM.
Program MBKM yang diikuti mahasiswa setelah semester lima adalah program yang melengkapi, bukan hanya untuk mengganti pondasi pendidikan yang sudah dibangun selama ini.
Selain itu, pemahaman konseptual di bangku kuliah harus dilengkapi dengan pemahaman kontekstual di dunia nyata agar lulusan segera paham dan peduli untuk proaktif menyelesaikan permasalahan di sekitar mereka.
Baca juga: Nadiem Ingin Banyak Daerah Implementasikan Merdeka Belajar
Lewat monitoring dan evaluasi secara berkala di setiap angkatan, menunjukkan hasil kedua sayap kemampuan mahasiswa makin terasah dan berimbang setelah mengikuti program MBKM. Sejatinya, program MBKM bukan hanya menyiapkan mahasiswa yang adaptif terhadap perubahan, tapi mahasiswa yang menjadi agen perubahan itu.
Seperti yang dikatakan John Maxwell, “People don’t care how much you know until they know how much you care” (Orang tidak peduli seberapa banyak yang kita ketahui sampai orang mengetahui seberapa banyak kita peduli). Dalam konteks ini, justru pemangku pendidikan berupaya untuk merealisasikan misi sosial perguruan tinggi Indonesia, yaitu pengabdian kepada masyarakat.
Dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bergerak pesat menuntut dunia pendidikan tinggi dan kampus untuk harus berubah lebih cepat.
Apalagi dalam era akses informasi dan pembelajaran yang semakin terbuka (open education), mengguncangkan bahwa dosen dan perkuliahan kelas tidak bisa lagi menjadi satu-satunya sumber ilmu. Sebab, proses belajar (learning) tidak boleh tereduksi maknanya hanya untuk sekadar aktivitas memindahkan pengetahuan melalui tatap muka dikelas (teaching).
Baca juga: 60.000 Mahasiswa Telah Ikuti Program MSIB Kampus Merdeka
Psikolog pendidikan asal Swiss Jean Piaget mengatakan bahwa tujuan pendidikan bukanlah untuk menambah banyaknya pengetahuan, melainkan mengoptimalkan potensi manusia dalam menciptakan hal-hal baru.
Untuk dapat mengoptimalkan potensi mencipta atau inovasi, mahasiswa perlu dibekali dengan kemampuan sintesis lintas disiplin untuk bisa berpikir secara sistem atau system thinking lebih dari sekadar menganalisis suatu masalah dengan sudut pandang tertentu (analytical thinking).
Sedangkan, terminologi ‘merdeka’ cocok untuk mengilustrasikan MBKM dalam mewujudkan mahasiswa yang ‘merdeka’, tidak hanya dalam atribut akademik tapi juga non-akademik yang merangsang critical thinking. Bukan hanya dalam rangka mencetak ‘robot investor’ untuk industri.
Ibarat menanam pohon, pendidikan bukan hanya berfokus pada membangun akar atau karakter yang kuat dan lingkar batang (kompetensi) yang kokoh, namun sebaik-baiknya pohon adalah yang berbuah lebat (kontribusi) untuk masyarakat.
Apabila dirangkum dalam satu kata, MBKM adalah tentang kebermanfaatan. Bahwa dalam proses menuju kebermanfaatan tersebut terjadi turbulensi atau guncangan yang merupakan hall umrah.
Baca juga: Kemendikbudristek Beri Anugerah Kebudayaan 2022 kepada 29 Maestro Seni Tradisional
Dalam dua tahun sejak dicanangkan dengan berbagai kendala, salah satunya pandemi Covid-19, secara adaptif MBKM terus bergerak dari fase storming menuju norming dan harapannya berakhir dengan performing sebaik-baiknya.
Selama dua tahun penyelenggaraan kurikulum MBKM, tanda-tanda dampak positif semakin terdeteksi. Lulusan program Magang Studi Independen Bersertifikat (MSIB), terbukti lebih leluasa dalam mencari pekerjaan.
Salah satu alumni program Indonesia International Student Mobility Awards (IISMA) mendapatkan tawaran remunerasi yang lebih besar dibandingkan dengan teman-teman lainnya.
Selaku pengelola prodi, telah melakukan sebuah survei dampak atas kepesertaan MBKM dan secara umum mahasiswa menunjukkan tingkat kepuasan tinggi dan peningkatan kompetensi tertentu sebelum dan setelah mengikuti program.
Untuk ke depannya, kampus dituntut untuk dapat menjalankan peran sebagai fasilitator pembelajaran berbasis pengalaman lintas disiplin bagi mahasiswanya. Sebab, sudah seharusnya kampus memberikan hak mahasiswa untuk mengambil aktivitas di luar Prodi bahkan di luar kurikulum untuk memperkaya wawasan inter bahkan transdisipliner mahasiswa.
Hal itu dikarenakan pembelajaran eksperiensial akan memberi dampak eksponensial pada kualitas pembelajaran mahasiswa. Kampus Merdeka bukan semata untuk sebuah kebijakan, tetapi gerakan bersama untuk menuju Indonesia Emas 2045.