KOMPAS.com – Pemerintah Indonesia hadir untuk menjamin hak konstitusional penghayat kepercayaan dan masyarakat adat. Namun, mereka memiliki situasi dan konteks yang beragam, sehingga membutuhkan layanan advokasi yang memadai.
Oleh karena itu, sejak 2020, Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME) dan Masyarakat Adat ( Direktorat KMA) Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ( Kemendikbudristek) menghadirkan layanan advokasi secara sistematis bagi masyarakat adat dan penghayat kepercayaan.
Ditjen Kemendikbudristek menyatakan, selama kurang lebih dua tahun ini, pihaknya membangun jejaring dengan berbagai pihak untuk melayani pemenuhan kebutuhan dari penghayat kepercayaan dan masyarakat adat. Salah satu hal yang menjadi fokus layanan advokasi adalah pada bidang pendidikan.
“Maka dari itu, koordinasi antara lain dilakukan melalui lintas kementerian, pemerintah daerah, dan non-government organization ( NGO) lokal,” ungkap Ditjen Kemendikbudristek dalam keterangan tertulis yang diterima kompas.com, Senin (12/12/2022).
Baca juga: Kemendikbudristek Beri Anugerah Kebudayaan 2022 kepada 29 Maestro Seni Tradisional
Kepala sekolah menengah atas (SMA) Negeri 1 Rindi, Umalulu, Sumba Timur, Benyamin Nimbrot menyatakan, kegembiraannya dengan adanya layanan advokasi dari Kemendikbudristek dan berbagai pihak untuk penghayat kepercayaan dan masyarakat adat di Sumba Timur.
Ia mengatakan, anak-anak di Sumba Timur yang menganut kepercayaan Marapu bisa mendapatkan layanan pendidikan seperti layaknya anak-anak di daerah lain.
“Kami bersyukur telah menemukan jalan keluar dari permasalahan yang sudah berlangsung cukup lama ini. Sekarang para siswa dan siswi penganut kepercayaan Marapu sudah bisa mendapatkan pengajaran sesuai dengan hak-hak mereka,” ujar Benyamin.
Untuk diketahui, layanan advokasi tersebut merupakan hasil dari kerja sama antara Kemendikbudristek melalui Direktorat KMA dengan berbagai pihak yang terkait dengan isu pendidikan dan kepercayaan.
Adapun upaya bersama ini merupakan wujud dari pemikiran mengenai pembangunan ekosistem kebudayaan yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta NGO yang bergerak di bidang tersebut.
Baca juga: Ciptakan Ruang Belajar yang Aman, Ini Upaya Kemendikbudristek dalam Memerdekakan Pendidikan
Layanan advokasi bantu administrasi kepegawaian
Salah seorang penghayat kepercayaan Sapta Dharma yang bernama Anindito mengaku bahwa layanan advokasi tersebut telah membantunya.
Pasalnya dengan layanan tersebut, dirinya yang sebelumnya bekerja sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ( Kemenko PMK) pada akhirnya berhasil dilantik sebagai PNS dengan tata cara penghayat kepercayaan.
Ia mengaku, keberhasilan ini tidak lepas dari adanya peran lintas kementerian atau lembaga, yaitu Kemenko PMK dan Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia ( MLKI).
“Pada awalnya biro kepegawaian kami mengalami kesulitan karena ini merupakan suatu hal yang baru pertama kali terjadi. Saya menyampaikan kejadian ini kepada MLKI yang kemudian diteruskan kepada kelompok kerja (Pokja) Advokasi KMA Kemendikbudristek.
“Proses yang perlu dijalani terbilang cukup cepat, kurang dua hari dari hari pelantikan, saya melapor dan kemudian pada hari pelantikan saya dapat dilantik dengan tata cara penghayat kepercayaan,” ujar Anindito.
Baca juga: Lewat KIP Kuliah Merdeka, Kemendikbudristek Wujudkan Impian Generasi Muda Indonesia
Ia menambahkan, di luar sana masih banyak penghayat kepercayaan yang memiliki masalah seperti dirinya, khususnya dalam hal administrasi birokrasi.
“Maka dari itu saya berharap layanan ini lebih disosialisasikan lagi mengenai fungsi dan keberadaannya,” ucap Anindito.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Jasardi Gunawan menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah yang telah memberikan layanan advokasi untuk penghayat kepercayaan dan masyarakat adat.
Sebab, menurutnya, permasalahan serupa yang dialami oleh Anindito masih kerap terjadi di daerah lain.
“Terima kasih banyak kepada Kemendikbudristek atas dedikasinya selama ini, khususnya pada soal memposisikan masyarakat adat pada nomenklatur kementerian. Kami sangat bangga ketika Kemendikbudristek, melalui Direktorat KMA, khususnya dengan pokja advokasi, mencoba untuk mengidentifikasi dan memverifikasi keberadaan masyarakat adat di Kabupaten Sumbawa.
Baca juga: Tingkatkan Peran Generasi Muda, Kemendikbudristek Gelar Acara Puncak Bulan Bahasa dan Sastra 2022
“Selain itu, kami juga sangat bersyukur karena sebagai perwakilan dari negara, layanan ini telah hadir di tengah masyarakat adat dengan berbagai hak-hak yang dimilikinya,” ujar Jasardi.
Untuk diketahui, beberapa hal tersebut merupakan permasalahan yang dihadapi oleh penghayat kepercayaan dan masyarakat adat yang dilaporkan serta telah ditindaklanjuti oleh layanan advokasi KMA selama tahun 2022.
Adapun hal lain yang merupakan isu-isu strategis dan sedang ditangani oleh layanan ini, antara lain akses layanan kesehatan pada masyarakat adat, perlindungan pada situs yang dianggap sakral, kepemilikan tanah atau hutan adat, dan peningkatan literasi pada masyarakat adat.
Pengembangan layanan advokasi ini rencananya akan terus dilakukan Kemendikbudristek untuk memenuhi kebutuhan dan hak-hak konstitusional penghayat kepercayaan dan masyarakat adat.
Salah satu upaya konkret lain yang sudah dilakukan adalah menyediakan laman khusus pengaduan yang diperuntukkan bagi penghayat kepercayaan dan masyarakat adat untuk menyampaikan permasalahannya.
Nantinya, mereka akan dapat menyampaikan pengaduan atau permasalahan secara dalam jaringan (daring) melalui laman website www.advokasikma.kemdikbud.go.id.
Adapun laman ini diharapkan mampu menjawab berbagai kebutuhan yang dimiliki oleh para penghayat kepercayaan dan masyarakat adat di Indonesia.