KOMPAS.com – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim berkomitmen untuk menghapus tiga dosa besar dalam dunia pendidikan, yakni intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Nadiem membentuk Pusat Penguatan Karakter ( Puspeka) sebagai satuan kerja dalam Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ( Kemendikbudristek).
Puspeka sendiri berfungsi untuk mengedukasi publik tentang isu kekerasan di lingkungan pendidikan dan mewujudkan penguatan karakter Pelajar Pancasila.
Menurut Nadiem, untuk mencintai belajar dan menjadi pembelajar sepanjang hayat, anak-anak harus belajar di lingkungan yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan.
“Hal itulah yang mendasari Kemendikbudristek untuk mencegah dan menangani kekerasan di lingkungan pendidikan, mulai dari jenjang paling dasar sampai tinggi," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Minggu (4/12/2022).
Untuk mewujudkan hal tersebut, Puspeka menggunakan media sosial dalam menyebarkan pendidikan karakter. Hal ini didasari oleh jumlah pengguna media sosial yang besar sebagai platform untuk menyebarkan informasi.
Adapun upaya penyebaran edukasi dilakukan lewat unggahan konten kreatif yang mudah dipahami. Konten edukatif itu disebarkan melalui kanal YouTube Cerdas Berkarakter Kemdikbud RI, Instagram @cerdasberkarakter.kemdikbud.ri, TikTok @cerdasberkarakter, dan laman situs cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id.
Terkait edukasi pencegahan intoleransi dan penanaman rasa cinta terhadap keberagaman, Puspeka telah memproduksi 52 video yang telah ditonton lebih dari 17 juta kali. Terdapat pula 40 infografis yang sudah diakses oleh lebih dari 1,7 juta pengguna.
Untuk pencegahan perundungan, terdapat 5 video dengan total jumlah penonton lebih dari 35.000. Sementara untuk kekerasan seksual, Puspeka telah mempublikasikan 68 konten di kanal YouTube yang telah ditonton lebih dari 8 juta kali dan 104 konten di Instagram yang telah ditonton lebih lebih dari 1 juta kali.
Lalu, ada pula informasi edukatif tentang pencegahan kekerasan seksual sebanyak 57 konten di Facebook yang telah ditonton lebih dari 2 juta kali dan 27 konten di TikTok yang telah ditonton lebih dari 6 juta kali.
Selain penyebaran konten edukatif di media sosial, Puspeka juga melakukan sosialisasi, pemberdayaan, dan penerbitan peraturan terkait tiga dosa besar di lingkungan pendidikan.
Untuk mencegah intoleransi pada ekosistem pendidikan, Puspeka mengadakan pelatihan bernama Modul Wawasan Kebinekaan Global untuk para guru. Pelatihan ini diawalin dengan training of trainer (TOT) yang diikuti oleh 20 orang master trainer dan melibatkan jaringan masyarakat sipil (JMS).
Setelah pelatihan itu, para trainer yang sudah terlatih mengimbaskan ilmu yang didapat selama pelatihan kepada 28.254 orang pada program Pendidikan Profesi Guru, 1.576 orang peserta Program Sekolah Penggerak, dan 5.211 orang peserta Guru Penggerak.
Untuk peserta didik, khususnya jenjang sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat, Puspeka mengemas pembelajaran dalam bentuk gamifikasi. Melalui gim, siswa diajak untuk berpetualang di tujuh negara dan berefleksi dari setiap destinasinya.
Pada gim itu, Puspeka menggunakan sistem Modul Keterampilan menjadi Warga Abad ke 21 yang merupakan bagian dari aktivitas penguatan proyek profil Pelajar Pancasila untuk tema Bhineka Tunggal Ika.
Untuk mendampingi siswa, terdapat 110 guru fasilitator nasional yang berasal dari 11 provinsi. Mereka telah melatih sebanyak 1.737 peserta didik dari 20 provinsi di Indonesia.
Selain gamifikasi, Kemendikbudristek juga melanjutkan pelaksanaan program Roots yang menggunakan strategi pengimbasan peer-to-peer, yakni pembelajaran lewat teman sebaya. Program ini memanfaatkan agen perubahan yaitu minimal sebanyak 30 peserta didik yang ada di sekolah menengah pertama (SMP) dan SMA.
Sementara untuk jenjang perguruan tinggi, sebanyak 23.754 mahasiswa diberikan kesempatan untuk mempelajari keragaman secara langsung melalui program Kampus Merdeka, yakni Pertukaran Mahasiswa Merdeka.
Melalui program tersebut, mahasiswi bisa menjumpai mahasiswa lain yang memiliki perbedaan budaya. Dengan demikian, keterampilan sosial mereka dapat terasah sehingga memiliki empati dan rasa cinta terhadap keragaman.
Untuk mencegah perundungan, TOT juga dilakukan kepada 3.589 fasilitator guru dari 1.856 satuan pendidikan dengan target output sebanyak 55.680 agen perubahan pada 2021. Pada 2022, sudah terlatih 10.201 fasilitator guru dari 5.556 satuan pendidikan dengan target output 166.680 agen perubahan.
Secara kumulatif, saat ini, terdapat 222.360 agen perubahan anti perundungan di 7.412 satuan pendidikan.
Kemudian, dilakukan pula sosialisasi program pencegahan perundungan kepada unit-unit utama terkait di lingkungan Kemendikbudristek Direktorat Teknis, 514 dinas pendidikan kabupaten atau kota, dan 34 dinas pendidikan provinsi.
Dalam rangka menyosialisasikan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Tinggi (Permen PPKS), Kemendikbudristek telah melakukan edukasi publik melalui laman merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id. Sosialisasi ini dihadiri oleh 146.649 penonton secara daring.
Salah satu fokus utama dari sosialisasi Permen PPKS adalah pembentukan Satuan Tugas (Satgas) PPKS di seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Per November 2022, Satgas PPKS telah terbentuk di 92 perguruan tinggi, baik di lembaga pendidikan negeri maupun swasta. Satgas ini akan membantu pemimpin perguruan tinggi untuk melakukan program dan inisiatif untuk pencegahan serta penanganan kekerasan seksual.
Nadiem berharap, ke depan, Kemendikbudristek melalui Puspeka dapat terus mengedepankan upaya pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan. Upaya ini menjadi salah satu prioritas kebijakan Merdeka Belajar dengan memperluas jangkauan edukasi publik.
“Kami juga berharap, upaya kami dapat menguatkan kolaborasi lintas kementerian atau lembaga serta partisipasi keluarga dan masyarakat. Hal ini agar satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan, dapat diwujudkan bersama-sama,” ujarnya.