KOMPAS.com – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) akan memberikan pendanaan untuk program Dana Padanan Kampus Vokasi atau "Matching Fund Vokasi" maksimal senilai Rp 3 miliar per usulan proposal.
Bantuan tersebut berasal dari alokasi Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) Direktorat Pendidikan Tinggi Vokasi dan Profesi Tahun 2021. Hal ini tercantum dalam Surat Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (SP-DIPA)–023.18.1.690441/2020 yang dikeluarkan pada Selasa (5/5/2020).
Untuk diketahui, Matching Fund Vokasi merupakan program yang diluncurkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Vokasi melalui Direktorat Pendidikan Tinggi Vokasi dan Profesi (PTVP) Kemendikbud Ristek sebagai strategi penguatan kolaborasi antara perguruan tinggi vokasi (PTV) dengan dunia kerja.
Selain penguatan kolaborasi dua belah pihak, program ini dimaksudkan sebagai salah satu realisasi link and match yang dituangkan dalam bentuk win-win solution.
Baca juga: Risma dan Sandiaga Jadi Menteri, Reshuffle Kabinet Dinilai Jadi Win-win Solution
Tujuannya untuk membentuk ekosistem pembelajaran yang berorientasi pada produk dan mendorong penciri pendidikan vokasi yang khas serta menghasilkan sumber daya manusia (SDM) terampil.
Direktur PTVP Kemendikbud Ristek Beny Bandanadjaya mengatakan, pihaknya akan memberikan bantuan dana dalam jumlah yang sama atau maksimal tiga kali lipat apabila perguruan tinggi bisa mendapat kesepakatan kerja sama dengan suatu industri.
“Dana padanan dengan nilai maksimal Rp 3 miliar itu akan diberikan untuk setiap lingkup program per usulan proposal. Hal ini tergantung dari posisi serta proporsi yang dikuasai perguruan tinggi," ujarnya, dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Jumat (11/6/2021).
Baca juga: Perkuat Kolaborasi PTV dengan Dunia Kerja, Kemendikbud Ristek Luncurkan Matching Fund Vokasi
Beny menjelaskan, terdapat tiga lingkup program yang bisa mendapat dana padanan. Pertama, pengembangan pusat unggulan teknologi (PUT) dengan rasio tiga banding satu antara pendanaan Direktorat PTVP dan dunia kerja.
Artinya, industri dapat mendapatkan pendanaan tiga kali lipat dari kontribusi yang diberikan, baik dalam bentuk cash atau in-kind.
“Kedua, hilirisasi produk yang berasal dari pendidikan terapan memiliki rasio pendanaan satu banding satu. Rasio ini juga berlaku pada program ketiga, yaitu startup kampus vokasi atau kerja sama antara perguruan tinggi dengan industri startup,” jelas Beny, dalam acara sosialisasi program Matching Fund Vokasi 2021 di kanal Youtube Direktorat PTV Kemendikbud, Kamis (3/6/2021).
Baca juga: Usai Pandemi, Ledakan Startup Diyakini Bakal Terjadi
Sementara itu, sasaran program Matching Fund Vokasi ditujukan pada institusi yang memiliki PTV di bawah binaan Kemendikbud Ristek.
Dengan syarat, institusi harus memiliki rekam jejak dalam melaksanakan proses pembelajaran dan penelitian terapan yang berorientasi menghasilkan produk (barang atau jasa) sesuai standar, prosedur, dan dilaksanakan dengan menggandeng dunia kerja.
Adapun bentuk dunia kerja yang dapat terlibat menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) 50 Tahun 2020 Pasal 4 Ayat 2 yaitu, dunia usaha, industri, badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD), serta instansi pemerintah atau lembaga lainnya.
Baca juga: PPDB 2021: Ini Aturan Jalur Zonasi Versi Permendikbud
Tak hanya itu, bidang dunia kerja tersebut harus terdaftar di platform Kedaulatan Indonesia dalam Reka Cipta (Kedaireka).
Pola kemitraan dapat dilakukan antara satu perguruan tinggi dengan satu atau lebih dunia kerja dan atau konsorsium perguruan tinggi dengan satu atau lebih dunia kerja.
Untuk lingkup program PUT, ditujukan kepada perguruan tinggi negeri (PTN) penyelenggara pendidikan vokasi. Sementara hilirisasi produk dan startup kampus vokasi menyasar pada PTN atau swasta penyelenggara pendidikan vokasi.
Baca juga: Dirjen Pendidikan Vokasi: Link and Match Bukan Hanya Sekedar MoU
Direktorat PTVP menyampaikan, bantuan tersebut tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang telah dibiayai dari sumber lain (double funding) pada setiap usulan proposal.
Terdapat tiga komponen biaya program dana padanan yang dapat diajukan. Pertama, honorarium dengan maksimum 15 persen. Komponen biaya ini dapat dialokasikan untuk gaji atau honorarium tim peneliti dan tim pelaksana program.
Khusus untuk lingkup program startup, komponen honorarium maksimum adalah 25 persen. Komponen pembiayaan ini hanya dapat dibiayai dari dana padanan dunia kerja.
Kedua, biaya operasional dengan minimum 80 persen. Komponen biaya ini dapat dialokasikan untuk pembiayaan operasional pelaksanaan program, di antaranya pembelian atau pengadaan bahan baku produksi maupun peralatan pengujian standarisasi produk hingga pengadaan peralatan untuk mengembangkan produk yang telah dimiliki.
Baca juga: Dari Magang sampai Beasiswa, Ditjen Vokasi dan Kawan Lama Sinergi Perkuat Pendidikan Vokasi
Di samping itu, pengusul diwajibkan untuk memanfaatkan biaya operasional secara optimal dan proporsional, sesuai dengan ruang lingkup program yang dijalankan.
Besaran dan eligibilitas pendanaan pun didasarkan pada tujuan setiap program melalui justifikasi yang baik dan benar. Hal ini tertuang dalam proposal dan akan diverifikasi kelayakannya.
Sementara itu, untuk komponen biaya program dana padanan ketiga adalah biaya pengelolaan program dengan maksimum lima persen. Komponennya termasuk biaya perjalanan, biaya koordinasi, pembelian alat tulis kantor, biaya monitoring dan evaluasi, hingga biaya pelaporan.
Baca juga: Dirjen Pendidikan Vokasi: Kurangnya SDM Jadi Kendala Dunia Animasi Indonesia
Satuan biaya untuk setiap pembiayaan di atas mengacu pada standar biaya umum atau ketentuan perundang-undangan yang telah ada. Ketentuan pajak mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku.