KOMPAS.com – Pendidikan yang berkualitas jadi sebuah keniscayaan untuk membangun bangsa yang maju. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) secara konsisten terus melakukan transformasi pendidikan melalui terobosan Merdeka Belajar.
Merdeka Belajar merupakan terobosan yang dilakukan Kemendikbudristek untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul melalui kebijakan yang menguatkan peran seluruh insan pendidikan.
Adapun perubahan yang dilakukan melalui empat upaya perbaikan. Pertama, perbaikan pada infrastruktur dan teknologi.
Kedua, perbaikan kebijakan, prosedur, dan pendanaan, serta pemberian otonomi lebih bagi satuan pendidikan.
Baca juga: GSSJ Ratulangi: Pendidikan, Kiprah, dan Akhir Hidupnya
Transformasi ketiga, yakni perbaikan kepemimpinan, masyarakat, dan budaya. Sedangkan keempat, melakukan perbaikan kurikulum, pedagogi, dan asesmen.
Merdeka Belajar dibagi dalam beberapa episode. Dimulai dari episode pertama, yaitu menghadirkan empat pokok kebijakan agar paradigma tentang cara lama dalam belajar dan mengajar dapat diubah menuju kearah kemajuan.
Beberapa wujud dari empat pokok kebijakan itu adalah penghapusan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dan mengganti Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Nasional.
Kemudian, ada juga kebijakan penyederhanaan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) serta kebijakan penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang lebih fleksibel.
Baca juga: Nadiem Ungkap Hasil Riset, Peserta Didik Usia 3-30 Tahun Berisiko Lebih Rendah Terinfeksi Covid-19
Kepala Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Tri Worosetyaningsih mengaku, para pendidik di sekolahnya tidak terbebani persoalan administrasi RPP lewat kebijakan tersebut.
Sebaliknya, kata dia, guru menjadi lebih kreatif karena dapat menuangkan ide dan inovasinya dalam pembelajaran di kelas.
“Siswa belajar menjadi lebih menyenangkan. Mereka bisa mengembangkan kreativitas dari apa yang mereka peroleh,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (10/5/2021).
Pada episode kedua, program Kampus Merdeka telah diluncurkan. Kebijakan ini memberikan keleluasaan bergerak bagi perguruan tinggi maupun mahasiswa.
Pergerakan yang dimaksud untuk bergerak maju guna mendukung peningkatan kualitas perkuliahan.
Salah satu mahasiswa Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Andhika Naufal Zein menyebut, kebijakan program tersebut dirasa mengasyikkan.
Untuk diketahui, Andhika telah mengikuti program magang bersertifikat. Program ini merupakan bagian dari kebijakan Kampus Merdeka.
“Selama magang, saya bisa menerima ilmu di luar bidang yang dipelajari di kampus. Hal ini menambah hardskill dan softskill kami,” kata Zein.
Baca juga: Intip Keseruan Belajar di Alam Terbuka ala Kampus Mengajar
Sementara itu, Merdeka Belajar episode ketiga berisi tentang kebijakan perubahan mekanisme penggunaan dan penerbitan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran (TA) 2020.
Kepala SMPN 1 Banda Kabupaten Maluku Tengah Maluku Nurdin Achmad mengungkapkan, penyaluran BOS ke sekolahnya menjadi tetap waktu dan tepat sasaran dengan mekanisme baru.
“Pemberian honor (dari BOS) untuk guru juga sangat membantu. Kini, paling sedikit guru mendapatkan honor sebesar Rp 1,2 juta dan paling tinggi Rp 1,5 juta,” jelas Nurdin.
Pada episode keempat, Kemendikbudristek meluncurkan program organisasi penggerak. Ini didasarkan pada perlunya dukungan berbagai pihak untuk pendidikan di Indonesia. Sebab, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama.
Baca juga: Wapres Minta LPTK Pertimbangkan Kondisi Nyata Pendidikan di Indonesia dalam Mempersiapkan Guru
Wakil Ketua Majelis Luhur Perguruan Taman Siswa Saur Panjaitan XIII mengatakan, melalui gotong royong, semua pihak dan transfigurasi akan tercipta dengan baik.
Oleh karena itu, ia berharap pelaksanaan peningkatan kualitas pendidikan bisa masif dan berkelanjutan.
Adapun Merdeka Belajar episode kelima mencanangkan program Guru Penggerak. Program ini menjadikan guru sebagai pendorong reformasi pendidikan Indonesia. Tujuannya untuk mendukung tumbuh kembang murid atau siswa secara holistik.
Salah satu Guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) 16 Mengkiang Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat (Kalbar) Wanti Sila Sakti menuturkan, program guru penggerak mengajak para pendidik untuk melihat langsung di “lapangan”.
Baca juga: Dukung Pembelajaran dari Rumah, Kemdikbud Sesuaikan Juknis BOS dan BOP PAUD
“Kami jadi tahu bagaimana penerapan guru-guru dalam pembelajaran di sana. Jadi ini merupakan program berkelanjutan dan tidak berhenti hanya di ruangan,” ujar Wanti yang saat ini menjadi peserta calon guru penggerak.
Pada Merdeka Belajar episode keenam, Kemendikbudristek melakukan transfigurasi dana pemerintah untuk pendidikan tinggi.
Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Jamal Wiwoho berharap, perguruan tinggi dapat menghasilkan lulusan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan secara langsung oleh dunia usaha dan industri melalui kebijakan ini.
“Saya juga berharap, lulusan perguruan tinggi memiliki kreativitas dan semangat kewirausahaan dengan kepekaan sosial serta perspektif global,” imbuh Jamal.
Baca juga: Kegiatan Mewarnai Keluarga Bisa Picu Inisiatif dan Kreativitas Anak
Begitu pula dengan Merdeka Belajar episode ketujuh, yaitu program Sekolah Penggerak. Program ini diharapkan mampu mengakselerasi sekolah di seluruh kondisi untuk bergerak satu hingga dua tahap lebih maju.
Sekolah Penggerak dilakukan secara bertahap dan terintegrasi dengan ekosistem hingga seluruh sekolah di Indonesia menjadi sekolah penggerak.
Sementara itu, pada Merdeka Belajar episode kedelapan telah ditetapkan kebijakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pusat Keunggulan (PK).
Direktur Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS) Zainal Arief menyambut baik kebijakan tersebut.
Menurutnya, program SMK Pusat Keunggulan bermanfaat untuk meningkatkan dan menguatkan pendidikan vokasi. Ia pun mencontohkan aksi perluasan jaringan dunia industri dan usaha sebagai mitra pembelajaran.
Baca juga: Begini Hasil Survei Minat Masyarakat Terhadap Pendidikan Vokasi
Pada Merdeka Belajar episode kesembilan, kebijakan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah Merdeka diberikan untuk menjamin keberlangsungan kuliah bagi mahasiswa dari keluarga tidak mampu.
Salah satu siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Selong Kabupaten Lombok Timur Tri Hidayat Surya Maulidi turut menyambut baik afirmatifnya kebijakan KIP.
“Peningkatan dana bantuan di KIP Kuliah Merdeka membuat saya menjadi lebih berani untuk memilih pendidikan di luar daerah,” tutur Tri, penerima KIP Kuliah sekaligus calon mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB).
Terakhir, Merdeka Belajar episode sepuluh berupa perluasan program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Baca juga: Lulusan SMA dan SMK, BCA Buka 2 Program Beasiswa Tahun Ajaran 2022
Alumni penerima beasiswa LPDP Firman Parlindungan mengaku, dirinya berhasil menjadi doktor di usia 29 tahun dari universitas di Amerika Serikat (AS) dengan beasiswa LPDP.
Melalui pengalaman tersebut, Firman memantapkan hatinya membangun tanah kelahirannya, Aceh Barat dengan profesinya sebagai dosen.
Kemendikbudristek menyatakan, sederet kebijakan Merdeka Belajar tersebut diluncurkan semata-mata untuk peningkatan kualitas pendidikan dan membentuk SDM unggul untuk Indonesia maju.