KOMPAS.com – Pemerintah baru saja mengevaluasi Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang pelaksanaan pendidikan di era pandemi Covid-19.
Hasilnya pemerintah melakukan penyesuaian kebijakan pembelajaran di masa pandemi dengan fokus memperluas pembelajaran tatap muka di zona kuning.
Aturan ini menuai kekhawatiran terhadap meningkatnya kasus baru Covid-19 atau membuat klaster-klaster baru, meski akan disertai dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (Dirjen PAUD Dasmen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jumeri mengatakan, pemerintah menyadari pembukaan layanan tatap muka berpotensi menyebabkan terjadinya kluster-kluster baru.
Baca juga: Siswa Terpapar Covid-19 Akibat Tatap Muka, Ini Klarifikasi Kemendikbud
“Namun kami sudah memberikan instruksi agar pembukaan satuan pendidikan di zona kuning harus atas izin Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 setempat,” ujarnya dalam Bincang sore bersama awak media melalui telekonferensi Zoom, Kamis (13/8/2020).
Itu berarti, pihak yang menetapkan pembelajaran tatap muka adalah pemerintah daerah dan sekolah terkait.
Kemudian, kepala sekolah juga diharuskan mengisi daftar periksa pencegahan Covid-19, diverifikasi Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dan Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Bahkan, Jumeri menyebut, pihak yang paling berwenang dalam mengikutsertakan peserta didik mengikuti pembelajaran tatap muka adalah orangtua.
“Orang tua yang paling berwenang untuk memastikan apakah putra-putrinya diperbolehkan ikut atau tidak,” ungkapnya.
Baca juga: Kemendikbud: Kurikulum Darurat untuk Kurangi Beban Guru dan Siswa
Sebelumnya, Kemendikbud juga sudah melakukan sosialisasi sosialisasi kepada seluruh Dinas Pendidikan di Indonesia untuk memastikan tahapan pembukaan kembali sekolah dilakukan sesuai SKB dan mengutamakan kesehatan dan keselamatan.
Adapun, pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap dengan syarat per kelas diikuti 30-50 persen peserta didik.
Untuk kapasitas kelas, perubahaan terjadi pada peserta didik SD, SMP, SMA dan SMK dengan standar awal 28-36 peserta didik per kelas menjadi 18 peserta didik.
Lebih lanjut, Jumeri mengatakan, pihaknya menerima laporan dari berbagai daerah bahwa pembukaan pembelajaran tatap muka di zona kuning menimbulkan klaster-klaster baru.
Baca juga: Ini Klarifikasi Kemendikbud Terkait Siswa Papua yang Terpapar Covid-19
Dia pun meluruskan bahwa hal tersebut bukan terjadi pada Agustus ketika Penyesuaian SKB Empat Menteri dikeluarkan (koma) melainkan akumulasi kejadian dari bulan Maret sampai Agustus.
Jumeri mencontohkan, terdapat laporan dari Papua sebanyak 289 peserta didik positif Covid-19. Setelah diklarifikasi, peserta didik tersebut positif sebelum dibukanya pembelajaran tatap muka di zona kuning.
Selain itu, Jumeri menegaskan, para peserta didik dan pendidik yang positif Covid-19 tidak terpapar di satuan pendidikan melainkan di lingkungan mereka masing-masing.
“Jika satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman atau tingkat risiko daerah berubah, maka pemerintah daerah wajib menutup kembali satuan pendidikan,” jelasnya.
Baca juga: Tatap Muka di Zona Hijau dan Kuning, Kemendikbud: Ini Pilihan, Bukan Kewajiban
Tak hanya itu, dia juga meminta seluruh pemerintah daerah mencontoh Pemerintah Kabupaten Pontianak yang mengalokasikan anggaran untuk melakukan swab test kepada pendidik dan peserta didik.
Bila pendidik atau peserta didik ditemukan terpapar Covid-19, maka pembukaan pembelajaran tatap muka pun harus ditunda.
“Ini contoh yang baik karena kita jadi tahu ada daerah yang memastikan bahwa protokol kesehatan, prosedur pembukaan satuan pendidikan untuk pembelajaran tatap muka itu ditaati dengan baik,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara Junaidi menuturkan, daerahnya memiliki kondisi geografis, seperti perkotaan, pulau terluar, dan daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T) yang terisolir dan hanya memiliki akses udara.
Baca juga: Guru, Ini Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Darurat dari Kemendikbud
“Hampir 30 persen wilayah Kabupaten Nunukan tidak ada jaringan internet, sehingga para pendidik yang harus aktif mengunjungi rumah peserta didik karena tidak ada jaringan internet,” ujarnya.
Namun, mengacu pada SKB Empat Menteri, pihaknya sudah melakukan sosialisasi kepada guru agar tetap mengikuti protokol kesehatan dengan ketat.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Na’im sebelumnya mengatakan, pihaknya mengevaluasi program pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan melihat berbagai perkembangan dan analisis yang beredar belakangan ini.
“Ada risiko bahwa siswa itu tidak bisa belajar. Jadi ada proses pendidikan yang terhenti atau berkurang. Kalau berkurangnya itu banyak, ya risikonya itu besar untuk perkembangan anak-anak itu sendiri,” ungkapnya.
Baca juga: Kemendikbud Luncurkan Buku Potret Pendidikan Tinggi di Masa Pandemi
Dia mengatakan itu dalam acara Bincangsore dengan awak media mengenai pembelajaran dan kurikulum di masa pandemi yang disiarkan melalui kanal Youtube milik Kemendikbud, Selasa (11/8/2020).
Adapun, banyak satuan pendidikan di daerah 3T yang sangat kesulitan untuk melaksanakan PJJ dikarenakan minimnya akses.
Hal itu dikhawatirkan dapat berdampak negatif terhadap tumbuh kembang dan psikososial anak secara permanen.
Saat ini, 88 persen dari keseluruhan daerah 3T berada di zona kuning dan hijau. Untuk itu, adanya penyesuaian SKB ini membuat mereka memiliki opsi melaksanakan pembelajaran tatap muka secara bertahap dengan protokol kesehatan ketat.
“Kami juga melihat secara lebih detail keadaan dalam negeri, seperti kondisi geografis yang bersifat kepulauan, daerah-daerah yang relatif terisolir, dan keterbatasan infrastruktur,” imbuh Ainun.
Baca juga: Gandeng Indosat, Kemendikbud Sediakan Internet Murah untuk Mahasiswa
Oleh sebab itu, Kemendikbud bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri meninjau ulang Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang pelaksanaan pendidikan di era pandemi tersebut.