KOMPAS.com - Petani adalah profesi yang tidak terbayangkan oleh Kadirin (45). Sebab, sebelumnya, ia berprofesi sebagai sopir angkut pasir dan beras, pekerjaan yang sungguh berbeda dari petani.
Namun, setelah menikah dengan gadis asal Cikedung, Indramayu, Kadirin pun memutuskan untuk banting setir menjadi petani.
Pascamenikah dengan istrinya, Kadirin diminta untuk mengolah sawah di areal seluas setengah hektar. Berkat kerja kerasnya, lahan ini kini telah berkembang menjadi 5 hektar.
Kadirin menyebut, salah satu kunci sukses pengelolaan lahan terletak pada irigasi. Pasalnya, sebelum jaringan irigasi diperbaiki, ia sering mengalami gagal panen, utamanya saat kemarau.
Baca juga: Pensiunan PNS Kementerian PUPR Daftar Bacabup-Bacawabup ke DPC PDI Perjuangan Jember
Untuk mengatasi kelangkaan air, dia bahkan harus merogoh kocek lebih untuk menggunakan pompa air agar sawahnya tetap subur.
Untungnya, ada program rehabilitasi irigasi bernama Irigasi Padi Hemat Air (IPHA) dari Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung (BBWS Cimancis). Program ini membantu petani mengoptimalkan penggunaan air irigasi untuk persawahan.
Berkat program itu, Kadirin bisa menghasilkan 8,5 ton gabah kering per hektarnya. Angka ini meningkat dari sebelum dia mengikuti program, yakni 6-7 ton per hektar.
Kisah Kadirin itu merupakan satu dari total 3,1 juta petani pengguna lahan di Jawa Barat (Jabar). Seperti diketahui, Jabar merupakan salah satu lumbung padi nasional yang memproduksi sekitar 9,10 juta ton gabah giling pada 2023.
Kepala BBWS Cimancis, Dwi Agus Kuncoro mengatakan, angka yang besar itu berasal dari Daerah Irigasi (DI) Rentang. Setidaknya ada 900.000 petani yang memanfaatkan air dari sistem irigasi ini.
Dia menjelaskan, sejak 2017, Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggulirkan proyek Modernisasi Jaringan Irigasi Rentang atau Rentang Irrigation Modernization Project (RIMP).
"Proyek yang juga termasuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut diharapkan rampung seluruhnya pada 2024 ini," tutur Dwi melalui siaran persnya, Kamis (2/5/2024).
Menurutnya, One Irrigation One Management menjadi dasar bagi pembangunan modernisasi Irigasi Rentang. Tak hanya memperbaiki jaringan yang rusak, pekerjaan modernisasi itu dilakukan dengan menyasar Lima Pilar Modernisasi Irigasi.
Baca juga: Resmi, Ada 26.319 Lowongan Kerja untuk PPPK dan CASN Kementerian PUPR 2024
Dengan model itu, indeks pertanaman (IP) pun diharapkan bisa meningkat hingga 280 persen dengan perkiraan lima kali masa tanam dalam dua tahun.
Dwi menjelaskan, DI Rentang telah memiliki sumber daya air andal yang mendukung keberadaan Bendungan Jatigede. Modernisasi ini akan menambah keandalan dari sisi infrastruktur irigasi.
"Jika sebelum proyek modernisasi angka produksi gabah kering hanya mencapai 5,6 ton per hektar, setelah proyek modernisasi ini angkanya mencapai 9,2 hingga 9,7 ton per hektar. Lompatannya hampir dua kali lipat,” ungkap Dwi Agus.
"Proyek modernisasi ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara luas dengan program padat karya," sambungnya.
Baca juga: Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR
Sementara itu, Direktur Irigasi dan Rawa Ditjen SDA Kementerian PUPR Ismail Widadi menyebutkan, sejak awal, proyek tersebut dirancang untuk memberikan manfaat secara optimal kepada masyarakat dari hulu hingga ke hilir.
Ia menjelaskan, salah satu manfaat yang dirasakan adalah kehadiran visiting point di sejumlah wilayah di sepanjang aliran Irigasi Rentang.
"Visiting point ini menjadi taman-taman wisata yang dapat diakses oleh siapa saja secara gratis. Yang menarik, visiting point ini dibuat sepenuhnya dari memanfaatkan material sisa dan tak terpakai," jelasnya.