KOMPAS.com - Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia ( KAMMI) menyatakan, framing negatif terhadap Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengenai polemik harga beras dinilai tidak berdasar dan berpotensi menyesatkan opini masyarakat.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) melalui Bidang Lingkungan Hidup dan Pertanian (LHK), Aulia Furqon.
“Publik seharusnya menilai kinerja pemerintah berdasarkan fakta lapangan dan data resmi, bukan sekadar opini atau potongan pernyataan yang dilepas dari konteks,” ujar Aulia Furqon melalui siaran pers, Rabu (27/8/2025).
Ia menegaskan bahwa pemerintah melalui Kementerian Pertanian, Badan Usaha Logistik (Bulog), dan Badan Pangan Nasional telah bekerja secara nyata untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan pangan nasional.
Furqon menyebut, data resmi per 26 Agustus 2025 menunjukkan capaian signifikan. Stok beras nasional kini berada di angka 4,02 juta ton, tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Baca juga: Mentan: Sekarang Harga Beras Sudah berangsur-angsur Turun
Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) juga telah menyalurkan 1,3 juta ton beras ke 38 provinsi dan menjangkau jutaan keluarga.
Dampak positif dari program tersebut mulai terasa dengan menurunnya rata-rata harga beras medium menjadi Rp 15.100 per kilogram (kg) dan beras premium menjadi Rp 16.800 per kg di 13 provinsi.
Sementara itu, nilai tukar petani (NTP) tetap terjaga di atas 106 poin. Angka ini menunjukkan bahwa kebijakan stabilisasi harga tidak mengorbankan kesejahteraan petani.
“Ini bukan klaim kosong. Ini fakta lapangan yang bisa diverifikasi oleh siapa pun. Menutup mata terhadap bukti ini, lalu membangun narasi bahwa pemerintah tidak bekerja adalah bentuk ketidakjujuran yang merugikan masyarakat,” tegas Furqon.
Ia juga menyoroti narasi negatif yang berlebihan terhadap satu pernyataan Mentan Amran soal perbandingan harga beras Indonesia dengan Jepang.
Baca juga: DPR Sebut HET Beras Harus Lindungi Petani dan Konsumen Sekaligus
Menurut Furqon, konteks pernyataan tersebut untuk menjelaskan bahwa gejolak harga beras bukan hanya masalah di Indonesia, tetapi fenomena global yang juga melanda banyak negara.
Jepang menjadi salah satu negara terdampak yang sempat mencatat harga beras hingga Rp 400.000 per kg akibat krisis iklim dan bencana alam.
“Kritik itu sah, bahkan sehat. Tapi, kritik tanpa data dan konteks sama saja menyesatkan. Kita tidak boleh menggadaikan kebenaran demi sensasi atau kepentingan politik sesaat,” ujar Furqon.
KAMMI menilai, pangan adalah urat nadi bangsa dan tidak pantas dijadikan panggung drama politik. Oleh karena itu, pihaknya menyerukan agar semua elemen masyarakat bersinergi mengawal kebijakan pangan agar lebih tepat sasaran dan berpihak pada rakyat kecil.
Furqon menegaskan bahwa KAMMI akan terus bersikap objektif dengan mendukung kebijakan yang benar dan mengkritisi yang keliru. Setiap langkah pemerintah yang terbukti berpihak kepada rakyat dan petani akan mendapat dukungan dari KAMMI.
“Namun, apabila ada kebijakan yang menyimpang, merugikan kesejahteraan rakyat, atau mengancam kedaulatan pangan nasional, PP KAMMI akan berada di garda terdepan untuk mengoreksi dan mengawal agar kedaulatan pangan bangsa ini tetap terjaga,” tegasnya.
Baca juga: Kedaulatan Pangan dan Kebangkitan Ekonomi
Lebih lanjut, KAMMI juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan transparansi distribusi SPHP agar bantuan beras sampai kepada masyarakat yang berhak, serta mempercepat modernisasi sektor pertanian melalui pemanfaatan teknologi, penyediaan bibit unggul, dan penguatan peran petani muda.
“Beras adalah kebutuhan pokok rakyat, bukan komoditas politik. Ketika data menunjukkan capaian nyata, tugas kami adalah mengawal agar kerja baik ini berlanjut, memberikan ketenangan bagi masyarakat, dan tetap berpihak pada kesejahteraan petani,” ucap Furqon.