KOMPAS.com - Gurauan tentang bom yang dilakukan oleh seseorang di penerbangan masuk dalam kategori ancaman bom atau bahkan terorisme.
Untuk itu, Ditjen Perhubungan Udara mengajak masyarakat untuk mencegah terjadinya candaan bom di penerbangan.
"Tentu saja kita semua setuju bahwa terorisme adalah sangat berbahaya dan musuh kita bersama. Untuk itu kami mengajak masyarakat untuk turut mencegahnya dan berfikir ulang sebelum melakukan candaan bom. Tidak hanya di pesawat, tapi juga semua aspek penerbangan seperti bandara dan lainnya, " kata Dirjen Perhubungan Udara Agus Santoso dalam pernyataan tertulis, Senin (11/6/2018).
Berdasarkan definisinya, ancaman bom adalah suatu ancaman lisan atau tulisan dari seseorang yang tidak diketahui atau sebaliknya, yang menyarankan atau menyatakan, apakah benar atau tidak, bahwa keselamatan dari sebuah pesawat udara yang dalam penerbangan atau di darat, atau bandar udara atau fasilitas penerbangan, atau seseorang mungkin dalam bahaya karena suatu bahan peledak.
(Baca: Selama Mei 2018, Ada 6 Kasus Candaan Bom di Pesawat)
"Jadi candaan bom (bomb joke) itu bisa dikategorikan sebagai ancaman bom. Dan itu harus ditangani serius dengan waktu yang tidak singkat dan biaya yang tidak murah," ujarnya.
Bila terjadi ancaman bom di dalam pesawat udara, imbuhnya, penanganannya bisa sangat lama dan menyangkut pada penumpang lain.
"Terbukti atau tidaknya ancaman bom tersebut, yang pasti penanganan hal tersebut memakan waktu lama," katanya.
Dampaknya, ia melanjutkan, bisa merugikan baik bagi penumpang lain maupun maskapainya. Bahkan, ancaman bom juga berpengaruh pada citra Indonesia karena bisa dianggap penerbangan di sini tidak aman.
Jika ancaman bom dalam pesawat yang masih berada di darat (bandara), maka langkah-langkah yang dilakukan yakni:
1. Semua penumpang dan bagasi dalam pesawat diturunkan.
2. Kemudian, setiap penumpang dan bagasi mesti menjalni pemeriksaan keamanan ulang.
3. Petugas melakukan penyisiran keamanan pesawat udara (aircraft security search)
1. Tertundanya jadwal penerbangan.
2. Terganggunya jadwal penerbangan pada rute lain.
3. Potensi adanya kerusakan pada bagian pesawat udara.
4. Potensi adanya penumpang yang terluka.
5. Kerugian biaya operasional airline yang besar.
6. Membuat suasana gaduh di bandar udara.
"Coba bayangkan bila kita menjadi salah penumpang yang kena dampak tersebut, tentu akan jengkel, marah dan sebagainya. Karena jadwal yang sudah kita susun jadi berantakan karena pesawat delay dan lainnya," ujarnya.
Sanksi berat
Begitu seriusnya ancaman bom itu, maka sanksi yang dikenai pada pelaku juga berat. Hal ini merujuk pada Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan khususnya pasal 344 huruf e yang berbunyi, "Setiap orang dilarang melakukan tindakan melawan hukum (acts of unlawful interference) yang membahayakan keselamatan penerbangan dan angkutan udara berupa: (e). menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan."
Sementara, pengaturan tentang sanksi pidana tertuang dalam pasal 437 ayat 1 sampai 3.
Pada ayat satu disebutkan bahwa setiap orang yang menyampaikan informasi palsu yang membahayakan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 huruf (e) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
(Baca: Menhub: Candaan Bom Akan Dituntut)
Pada ayat dua, dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kecelakaan atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.
Sedangkan ayat tiga, dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
"Mengingat hal-hal tersebut di atas, dengan tulus hati di bulan Ramadhan yang penuh rahmat ini kami mengajak segenap masyarakat untuk turut aktif mencegah adanya candaan bom di penerbangan untuk selama-lamanya," ujar Agus