JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia, dalam hal ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubunga Udara Kementerian Perhubungan menggandeng Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO). Bentuk kerja sama yang bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) penerbangan sipil itu adalah Workshop ICAO USOAP- CMA mulai hari ini, Senin (19/3/2018) hingga Rabu (21/3/2018) di Hotel Grand Hyatt, Jakarta.
Tujuan kegiatan itu juga dalam rangka mempertahankan nilai Indonesia Effective Implementation (EI) ICAO USOAP-CMA (Universal Safety Oversight Audit Programme Continous Monitoring Audit) dengan sebaik-baiknya. SDM penerbangan sipil Indonesia diharapkan memiliki pemahaman, pengetahuan luas dan keahlian yang baik dalam memastikan kesesuaian antara ICAO SARPs (Standarts And Recommended Practices) yang terbagi dalam delapan area audit dengan peraturan nasional Indonesia serta implementasinya.
Kegiatan ini dibuka oleh Sekretaris Ditjen Perhubungan Udara Pramintohadi Sukarno yang mewakili Direktur Jenderal Perhubungan Udara Agus Santoso. Dalam acara ini diundang seluruh Focal Point ICAO USOAP yang terdiri dari perwakilan Direktorat Teknis dan bagian-bagian di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan SAR Nasional (Basarnas), Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Udara (PPSDM-PU).
Juga turut diundang sepuluh kantor Otoritas Bandar Udara (OBU) di Indonesia, Atase Perhubungan RI di Montreal- Kanada selaku Alternate Representative Indonesia to ICAO, Indonesia National Continuous Monitoring Coordinator, dan pihak-pihak terkait ICAO USOAP lainnya.
Dalam sambutannya, Agus Santoso menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara besar yang berbentuk kepulauan dan terhubung dengan moda transportasi penerbangan dan ratusan bandar udara. Untuk itulah, sudah seharusnya Indonesia memiliki perhatian tinggi terhadap keselamatan penerbangan.
“Keselamatan penerbangan hanya bisa dikelola dengan perilaku yang proaktif dan prediktif. Perilaku proaktif tecermin dalam kepatuhan pengawasan soal keselamatan penerbangan. Dengan acara ini kami berusaha untuk meningkatkan nilai Efective Implementation USOAP dengan penguatan SDM penerbangan kita,” ujar Agus.
Dalam workshop ini, Agus berharap ada tukar pikiran yang aktif antar kedua belah pihak sehingga mendapatkan masukan dan hasil yang maksimal.
Kegiatan workshop ini membahas materi seputar ICAO USOAP seperti CMA Online Framework (OLF) dan Electronic Filing of Differences (EFOD);PQ Self-Assessment; Submit/ Update Corrective Action Plans (CAPs); dan iSTARS 3.0 SPACE. Semua kegiatan tersebut akan dibimbing oleh ICAO Headquarter Chief Oversight Support – Air Navigation Bureau, Thomas Mistos dan Regional Officer Air Traffic Management ICAO Asia and Pacific Office, Leonard Wicks.
Dalam kegiatan ini juga dilakukan sesi Demonstration and Group Exercises (Develop and manage CAPs) yang merupakan sesi latihan kelompok guna melatih seluruh Focal Point ICAO USOAP Indonesia dalam kaitannya untuk menghadapi audit keselamatan penerbangan.
Pencapaian
Menurut Direktur Navigasi Penerbangan Polana Pramesthi dalam laporannya, daari pelaksanaan workshop ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peserta dalam mengelola serta meningkatkan kepatuhan kita terhadap ICAO SARPs dan menyesuaikan dengan peraturan nasional Indonesia serta implementasinya.
“Selain itu juga agar dapat meningkatkan kompetensi SDM penerbangan sipil Indonesia khususnya pengawasan keselamatan penerbangan sipil Indonesia dan meningkatkan koordinasi yang telah terjalin dengan baik dan semakin sinergis antara berbagai pihak terkait pengawasan keselamatan penerbangan sipil di Indonesia,” ujarnya.
Seperti diketahui, pada Oktober 2017 yang lalu, ICAO baru saja melakukan Coordinated Validation Mission (ICVM) yang hasilnya menunjukkan angka Effective Implementation (EI) sebesar 80,34 persen. Pencapaian tersebut menunjukkan peningkatan signifikan Effective Implementation (EI) Indonesia apabila dibandingkan dengan hasil audit pada tahun 2014 dan tahun 2016 lalu.
Berdasarkan ICVM pada Oktober 2017 lalu, Indonesia berhasil menutup 257 PQs dari total 421 Un-satisfactory PQs dari audit sebelumnya. Kondisi ini menjadi motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan nilai EI yang berbanding lurus dengan tingkat keselamatan penerbangan di Indonesia. (Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Udara)