JAKARTA, KOMPAS.com - Munarwati, seorang janda dari Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kalteng) mengaku terbantu dengan adanya program Bantuan Cadangan Pangan dari pemerintah.
“Sangat membantu bagi keluarga saya dan anak saya karena suami saya sudah meninggal. Maunya program ini bisa lanjut terus,” katanya dilansir dari kanal Youtube Sekretariat Negara, Kamis, (27/6/2024).
Bantuan Cadangan Pangan merupakan upaya pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan masyarakat kurang mampu akibat dampak El-Nino.
Sejak menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia (RI), Joko Widodo (Jokowi) memang langsung memenuhi janjinya untuk memperhatikan kesejahteraan masyarakat lewat program-program sosial.
Program-program itu bertujuan mengurangi kemiskinan dan ketimpangan sosial lewat bantuan, meningkatkan akses pendidikan, menjamin akses pelayanan kesehatan, hingga meningkatkan daya beli masyarakat.
Selama 10 tahun menjabat, Jokowi mengeluarkan berbagai program bantuan sosial, seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya golongan kurang mampu.
Adapun ketika masa pandemi Covid-19 berlangsung, pemerintah mengelontorkan berbagai program untuk membantu perekonomian masyarakat yang terdampak akibat adanya pembatasan kegiatan sosial hingga ekonomi.
Baca juga: Menko PMK Kumpulkan Camat-Bupati Daerah Sekitar IKN, Bahas Persiapan SDM
Program bantalan sosial tersebut meliputi, program Kartu Prakerja, Bantuan Subsidi Gaji, hingga bantuan modal usaha untuk membantu masyarakat mendapatkan kerja atau menggerakkan kembali usahanya.
Pada bidang pendidikan, selain Kartu Indonesia Pintar (KIP), Pemerintahan Jokowi juga memberikan bantuan ke sekolah untuk mendukung aktivitas belajar mengajar.
Hal ini diakui oleh Adrian. Pelajar SMKN 1 Rangas Rangas, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat mengaku senang dengan bantuan mobil listrik untuk sekolah dari Jokowi yang membantu kegiatan belajarnya.
“Selama ini kami hanya melakukan praktik dengan mobil manual. Adanya bantuan ini pasti menambah wawasan kami,” ujarnya dari kanal Youtube Sekretariat Negara, Jumat (26/4/2024)
Selama menjabat, Jokowi membuat kebijakan jaminan sosial lebih terstruktur dan menyeluruh dengan berbagai program perlindungan sosial yang mencakup pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, hingga kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Baca juga: Kelas Menengah Rentan, Menko PMK: Iuran Pensiun Terlalu Berat untuk Sekarang
Hal itu diwujudkan melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ( Kemenko PMK) dalam memastikan pelaksanaan program-program pembangunan manusia dan kebudayaan.
Katiman Kartowinomo, Asisten Deputi Penanganan Kemiskinan Kemenko PMK memaparkan capaian Jokowi dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Dia mengatakan, Bank Dunia memiliki ukuran garis kemiskinan ekstrem dan reguler. Masyarakat di garis kemiskinan ekstrem memiliki daya beli 1,19 dollar Amerika Serikat (AS) per hari.
Orang di garis ini juga memiliki masalah infrastruktur dasar yang tidak layak, seperti rumah, sanitasi, atau akses air bersih.
“Jadi, kalau dikurskan itu sebenarnya hanya sekitar Rp 11.000 per hari. Itu yang miskin ekstrim. Jadi, beli kopi saja enggak mampu itu loh,” ujarnya dalam acara Obrolan News Room di Menara Kompas, Jakarta yang disiarkan langsung di kanal Youtube Kompas.com, Senin (14/10/2024).
Baca juga: REI: Program 3 Juta Rumah Kurangi Kemiskinan dan Stunting
Sementara itu, masyarakat di garis kemiskinan reguler memiliki daya beli Rp 15.000-Rp 16.000.
“Nah sejak, 2022 Pak Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 yang intinya harus ada percepatan penurunan kemiskinan,” kata Katiman.
Di sisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 1 dan 2 meminta agar negara-negara komitmen menurunkan angka kemiskinan ekstrem menjadi nol pada 2030.
“Namun, presiden minta enggak. Kita harus 6 tahun lebih awal. Jadi, 2024 ini harus dulu. Nah, nolnya ini sebenarnya kalau kami lihat di laporan World Bank, sebagai yang punya garis tadi, Indonesia sudah tuntas kemiskinan ekstremnya,” ujarnya.
Pasalnya, kata dia, Bank Dunia menyebutkan, negara yang memiliki angka garis kemiskinan ekstrem di bawah 3 persen artinya sudah tuntas. Hal ini karena adanya kemungkinan eror secara statistik atau susah untuk dihitung.
“Namun begitu, Pak Presiden minta tetap harus dihitung dan target kami harus 0 persen pada akhir 2024 dengan garis (daya beli) 1,9 dollar AS (per hari),” ungkapnya.
Baca juga: Laporan Ketimpangan Indonesia 2024: Data Kemiskinan Pemerintah Tidak Relevan
Katiman mengatakan, per Maret 2024, angka kemiskinan ekstrem di Indonesia sekitar 0,83. Ia berharap pada akhir masa jabatan Jokowi angka kemiskinan ekstrem ini sudah mendekati 0 persen.
“Walaupun nanti kira-kira kami simulasi tidak bisa nol bulat. Pasti ada sekitar 0,2-0,3 yang isinya adalah disabilitas permanen dan lansia,” jelasnya.
Terkait hal itu, Katiman mengatakan, negara harus hadir untuk membantu penurunan kemiskinan atau menyelenggarakan kesejahteraan secara umum, salah satunya lewat pemberdayaan.
Dia mengatakan, pemerintah memiliki tiga strategi terkait pemberdayaan. Pertama, bantuan sosial yang sifatnya membantu masyarakat, seperti subsidi iuran jaminan sosial, gas, dan lainnya.
Kedua, peningkatan pendapat dengan sifat memfasilitasi, seperti bantuan pelatihan. Ketiga, intervensi dengan fokus di wilayah-wilayah yang menjadi kantong kemiskinan.
“Jadi, ada satu area itu yang semuanya miskin. Pak Presiden minta itu yang diintervensi satu paket, baik bantuan yang sifatnya bantuan sosial maupun peningkatan pendapatan, semuanya harus masuk,” jelasnya.
Baca juga: Menko PMK Bakal Upayakan Bansos bagi Pekerja yang Kena PHK
Katiman mengatakan, semua strategi itu sudah dilakukan, mulai dari kementerian, lembaga, sampai pemerintah daerah.
Selama 10 menjabat, Jokowi turut berfokus pada penciptaan lapangan pekerjaan yang diwujudkan melalui program-program peningkatan investasi, proyek infrastruktur, pengembangan usaha mikro kecil menengah (UMKM), dan peningkatan keterampilan tenaga kerja.
Beberapa program, seperti Kartu Prakerja, Padat Karya Tunai, dan dukungan bagi industri kreatif, juga menjadi langkah konkret untuk mengurangi angka pengangguran, terutama di kalangan muda dan pekerja terdampak pandemi.
Dalam acara yang sama, Staf khusus Menko PMK Ravik Karsidi mengatakan, Kemenko PMK memiliki desain besar pembangunan manusia dan kebudayaan yang tujuannya menyiapkan masyarakat Indonesia dari sebelum lahir, bersekolah, sampai mendapatkan pekerjaan.
Kemenko PMK pun berkoordiansi dengan berbagai lembaga untuk mendukung program-program Jokowi, salah satunya dalam mengurangi pengangguran.
Baca juga: Dilema Pajak Kelas Menengah di Tengah Penurunan Ekonomi
Dia mencontohkan, Kemenko PMK berkoordinasi dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) untuk menciptakan lapangan pekerjaan melalui pelatihan kerja.
“Industri juga ikut bertanggung jawab. Kami ajak, misalnya dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) sampai kepada Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), untuk berkolaborasi itu bertanggung jawab bersama,” ujarnya.
Ravik mencontohkan, pihaknya mendorong perusahaan melalui Kadin untuk menggerakkan program tanggung jawab sosial (CSR) dalam membantu menyelesaikan masalah ketenagakerjaan.
Lebih lanjut, Ravik juga menanggapi isu terkait menurunnya jumlah kelas menengah Indonesia yang diikuti dengan penurunan daya beli.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa proporsi kelas menengah pada Agustus 2024 sebesar 47,85 juta jiwa. Angka ini menurun jika dibandingkan periode sebelum pandemi Covid-19 pada 2019, yakni 57,33 juta jiwa.
Baca juga: Jumlah Pengangguran di Jabar Terus Naik, Kadin: Tanggung Jawab Pemerintah dan Pengusaha
Hal tersebut, kata Ravik, salah satunya disebabkan karena sedikitnya lapangan pekerjaan. Untuk itu, pihaknya mendorong sekolah-sekolah vokasi memproduksi lulusan yang kompeten atau pelatihan-pelatihan kerja.
Katiman menambahkan, salah satu tugas Kemenko PMK adalah memastikan masyarakat yang sudah di kalangan atas tidak turun lagi atau masyarakat di kalangan bawah bisa ke atas.
“Agar masyarakat tidak turun kelas, misalnya terkait dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) itu sudah ada dari Kementerian Bidang Perekonomian,” katanya.
Dia mengatakan, pemerintah memiliki program Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan sebagainya sampai 6 bulan.
Di sisi lain, jumlah peserta dari program Jaminan Ketenagakerjaan maupun Kesehatan sudah mendekati 100 persen.
Terkait penurunan daya beli, Katiman mengatakan, pemerintah berusaha mengendalikan inflasi dengan menjaga harga tetap stabil dan memperhatikan ketersediaan bahan pokok.
Baca juga: Banyak Kelas Menengah Turun Kelas, Menko PMK: Yang Penting Tak Sampai Miskin Ekstrem
Stunting menjadi salah satu tantangan besar bagi pembangunan manusia Indonesia karena dampaknya yang luas terhadap kesehatan, produktivitas tenaga kerja, daya saing, dan ekonomi nasional.
Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong berbagai upaya intervensi untuk menurunkan tingkat stunting demi meningkatkan kualitas hidup, termasuk menyongsong Indonesia Emas 20245.
Adapun pemerintah mencanangkan prevalensi stunting turun hingga 14 persen sebagai target nasional pada 2024.
Ravik mengatakan, upaya pemerintah tidak sekadar kuratif atau menangani msalah stunting yang sudah terjadi. Namun, pemerintah melakukan tindakan preventif.
“Jadi, anak-anak kita lahir jadi stunting ada penyebabnya. Misalnya, banyak persoalan, misalnya sebelum nikah ada perencanaan. Katankalah kalau miskin, bagaimana membeli susu atau memberi gizi yang cukup,” ujarnya.
Baca juga: Kurang dari Seperempat Desa Bebas Stunting, Target 100 Persen Akhir Tahun
Terkait hal itu, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) berperan dalam membimbing masyarakat sebelum menikah dan menyalurkan bantuan-bantuan untuk intervensi terhadap stunting.
Ravik juga menyebutkan, masyarakat juga memiliki Kartu Menuju Sehat dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) untuk memantau potensi stunting anak sehingga bisa segera mendapatkan intervensi dini.
Katiman menambahkan, langkah intervensi pemerintah dalam mencegah stunting dengan memperhatikan kondisi fisik remaja putri.
Untuk diketahui, remaja putri yang memiliki masalah gizi, seperti anemia defisiensi zat besi, lebih berisiko melahirkan anak stunting.
“Kebijakan itu mulai dari remaja putri dengan memberikan tablet tambah darah dan sebagainya sehingga saat menikah itu tidak kekurangan darah yang menjadi salah satu penyebab dari stunting,” jelasnya.
Katiman menambahkan, untuk anak yang sudah teridentifikasi stunting, pemerintah tetap berupaya memastikan mereka memiliki tumbuh kembang yang baik.
Dalam hal ini, pemerintah memberikan makanan tambahan untuk intervensi gizi spesifik fan sensitif bagi ibu hamil dan balita.
Pemerintah juga meningkatkan akses sanitasi dan air bersih untuk mencegah penyakit yang memperparah masalah gizi pada anak-anak.
Baca juga: Dosen UP: Peningkatan Akses Air Bersih dan Sanitasi Jadi Cara Pengurangan Stunting
Bantuan sosial bagi keluarga miskin berupa Program Keluarga Harapan (PKH) juga berfokus pada kesehatan ibu hamil dan anak untuk memastikan gizi anak terpenuhi sejak dalam kandungan hingga usia dini.
Selama dua periode kepemimpinannya, Jokowi berupaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai program yang menyasar sektor kesehatan, pendidikan, hingga penciptaan lapangan kerja.
Meskipun tantangan seperti pengangguran dan stunting masih ada, komitmen pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat menjadi fondasi penting bagi pembangunan Indonesia yang lebih inklusif dan berkelanjutan ke depan.