KOMPAS.com - Nuansa gegap gempita mewarnai jalanan Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (1/10/2024).
Kala itu, masyarakat mendapat kunjungan dari Presiden Joko Widodo ( Jokowi) dalam agenda peresmian 27 ruas jalan di Provinsi NTT.
Sebelumnya, pada 2023, pemerintah juga telah melakukan pembangunan dan perbaikan jalan sepanjang 217 kilometer (km).
Masyarakat setempat pun memberikan respons positif terhadap perbaikan tersebut. Salah satunya datang dari Yosafat.
Baca juga: Keluarga Vadel Badjideh Bantah Renovasi Rumah dari Uang LM
Ia mengungkapkan bahwa sebelum renovasi, kondisi jalan di wilayahnya sangat buruk.
"Sebelum direnovasi, jalan ini parah sekali, penuh lubang. Anak-anak kesulitan pergi ke sekolah, dan kendaraan jarang mau melintas karena jalannya rusak parah. Sekarang, kami sudah menikmati infrastruktur yang lebih baik," imbuhnya dalam siaran di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Sabtu (12/10/2024).
Warga NTT lain, Keisya, juga menyampaikan rasa syukurnya atas perbaikan jalan di wilayahnya.
"Kondisi jalan sebelumnya sangat memprihatinkan. Tapi puji Tuhan, sekarang bisa seperti ini. Terima kasih Pak Jokowi, luar biasa!," katanya.
Baca juga: PKL Kirim Ratusan Surat ke Jokowi, Curhat Tak Dapat Lapak di Kampung Seni Borobudur
Senada dengan Keisya, Juminah juga menyampaikan syukur karena kampungnya kini memiliki infrastruktur yang sesuai kebutuhan, seperti jalan dan listrik.
“Kami harap, perbaikan jalan setapak juga bisa diperhatikan oleh Pak Jokowi (pemerintah)," ucapnya.
Guru Besar Transformasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Danang Parikesit mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia telah mengalami kemajuan signifikan selama 10 terakhir pemerintahan Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi).
Menurutnya, terdapat dua faktor utama yang sangat mendukung perkembangan tersebut.
Baca juga: Akan Rutin ke IKN Setelah Lengser, Jokowi Dinilai Mau Mempertegas Citra dan Legasi
“Faktor pertama, kepemimpinan Presiden Jokowi yang secara tegas mengusung agenda pembangunan infrastruktur sebagai salah satu prioritas utama, bahkan menjadi tagline kepresidenannya,” ujar Danang dalam acara Obrolan Newsroom Kompas.com, Sabtu.
Faktor kedua, lanjutnya, adalah regulasi dan kebijakan yang disusun pada masa pemerintahan sebelumnya, yaitu era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Danang menyatakan bahwa penyusunan regulasi tersebut sudah siap untuk dilaksanakan pada era Presiden Jokowi. Hal ini memberikan momentum yang kuat, terutama dalam sektor jalan tol.
“Misalnya, panjang jalan tol yang sebelumnya hanya 780 km pada akhir masa pemerintahan SBY. Kini, telah meningkat menjadi sekitar 3.400 km,” jelasnya.
Baca juga: Pilkada Kota Bandung, Farhan Ingin Bangkitkan Ekosistem Industri Kreatif
Selain itu, lanjut Danang, ekosistem pendukung pembangunan infrastruktur juga mulai terbentuk.
Ia menjelaskan bahwa kehadiran lembaga-lembaga keuangan, seperti PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII), berperan penting dalam mendanai proyek-proyek infrastruktur.
“Melihat ke depan, saya berharap momentum ini dapat terus terjaga. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah berkurangnya pembiayaan dari pemerintah yang menuntut kita untuk mencari lebih banyak pembiayaan dari sektor swasta,” ucap Danang.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), lanjut dia, juga diharapkan tidak hanya mengelola infrastruktur, tetapi juga dapat bermitra dengan sektor swasta untuk meningkatkan sumber daya dan memperluas pembangunan.
Baca juga: DPRD DKI Jakarta: Tahun 2025 Ada Rp 1,7 Triliun buat Sekolah Swasta-Negeri Gratis
Dengan anggaran yang semakin terbatas, menurutnya, pemerintah harus lebih selektif dalam memilih proyek yang dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
“Selain itu, kita juga harus memperhatikan alokasi anggaran untuk sektor-sektor lain yang penting, seperti keamanan dan perbatasan,” imbuh Danang.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan hal yang perlu menjadi perhatian adalah integrasi antara berbagai jenis infrastruktur transportasi, seperti jalan, bandara, pelabuhan, dan kereta api.
“Upaya untuk menghubungkan semua ini akan menjadi pekerjaan rumah kita ke depan untuk memastikan pembangunan yang lebih terpadu dan efektif,” ucap Danang.
Baca juga: Pilkada Bali, Koster-Giri Tawarkan Perda Nominee Cegah Pembangunan Ilegal
Pembangunan infrastruktur di Indonesia telah diubah menjadi program padat karya yang memberdayakan masyarakat, terutama dalam menghadapi tantangan kehilangan pekerjaan.
Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 2024, capaian pembangunan selama pemerintahan Presiden Jokowi menunjukkan kemajuan signifikan di berbagai sektor.
Dari sektor pembangunan jalan tol, panjangnya meningkat menjadi 2.050 km dengan rata-rata penambahan 228 km per tahun, naik dari 176 km per tahun pada 2015-2023.
Capaian pembangunan jembatan juga mengalami peningkatan yang kini mencapai 122.198 meter (m) dari sebelumnya 14.952 m.
Baca juga: Infrastruktur Air Minum IKN Terbaik di Indonesia, Bisa Direplikasi Kota Lain
Dalam hal Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), kapasitasnya meningkat menjadi 33.857 liter per detik, atau 92,96 persen dari 11.130 liter per detik.
Selain itu, cakupan sanitasi dan persampahan juga meningkat dari 4.855 keluarga menjadi 13,5 juta keluarga.
Infrastruktur telah menjadi jembatan yang menghubungkan masyarakat dengan kesejahteraan. Pembangunan di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dianggap sebagai investasi strategis untuk pertumbuhan ekonomi
Selama masa jabatannya, terdapat berbagai program dan proyek di seluruh Indonesia yang terbagi menjadi 13 program dan 11 proyek dengan total biaya mencapai Rp 1.656,75 triliun.
Baca juga: Ini Alasan Proyek Tol Butuh Pendanaan Swasta
Rincian anggaran menunjukkan bahwa Jawa memiliki satu program dan 86 proyek dengan total biaya Rp 1.494,74 triliun.
Kemudian diikuti Sulawesi dengan 31 proyek senilai Rp 1.233,76 triliun, Maluku dan Papua sebesar Rp 945,16 triliun, Sumatera dengan 1 program dan 42 proyek mencapai Rp 646,31 triliun, Kalimantan dengan 14 proyek senilai Rp 224,5 triliun, serta Bali dan Nusa Tenggara sebesar Rp 45 triliun.
Dari total biaya tersebut, estimasi nilai investasi proyek strategis nasional dalam konstruksi berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar 71,4 persen, BUMN dan badan usaha milik daerah (BUMD) sebesar 18,7 persen, serta swasta 9,9 persen.