KOMPAS.com – Pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia memerlukan fondasi yang kokoh berupa Penguatan Karakter dan Jati Diri Bangsa (PKJB).
Hal itu perlu dilakukan mengingat berbagai tantangan dan perubahan yang dihadapi Indonesia saat ini, baik aspek ideologis, sosial-budaya, maupun teknologi informasi, yang menyebabkan rendahnya indikator pembangunan manusia Indonesia.
Persoalan pada aspek ideologis ditandai dengan gempuran ideologi transnasional yang semakin melunturkan internalisasi nilai Pancasila di masyarakat, terutama generasi muda.
Berdasarkan hasil survei Setara Institute 2023 tentang sikap toleransi remaja sekolah menengah atas (SMA) di beberapa daerah, sebanyak 83,3 persen responden menganggap Pancasila bukanlah ideologi permanen, serta 56,3 persen responden mendukung syariat Islam sebagai landasan bernegara.
Dalam aspek sosial-budaya persepsi korupsi, hasil survei Transparency International Indonesia 2024 mencatatkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang stagnan pada skor 34. Sedangkan, peringkat Indonesia mengalami penurunan hingga ke posisi 115 dari 180 negara.
Kondisi tersebut didukung dengan tren penurunan capaian Survei Penilaian Integritas (SPI) Komisi Permberantasan Korupsi (KPK) selama tiga tahun terakhir dari angka 72,43 pada 2021, 71,94 pada 2022, dan menjadi 70,97 pada 2023.
Persoalan lainnya dipengaruhi oleh disrupsi teknologi yang mengancam ketahanan karakter bangsa melalui fenomena judi online (judol).
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan, terdapat total 4 juta orang terjerat judol sepanjang 2024, termasuk 2 persen pelakunya anak di bawah usia 10 tahun.
Sementara itu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno menekankan pentingnya karakter dan jati diri bangsa untuk menghadapi berbagai perubahan bangsa.
“Urusan pendidikan ini selain keterampilan, pengetahuan, penguasaan teknologi, dan relevansi. Saya ingin menekankan mengenai karakter dan jati diri bangsa atau soft skills, misalnya kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, leadership, dan manajerial. Itu kan menjadi kunci. Kemudian skill untuk belajar terus menghadapi perubahan yang tidak pernah berhenti,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (30/12/2024).
Selain itu, Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang terbentuk pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo selama sepuluh tahun terakhir, menjadi gerakan untuk merubah cara pikir, cara kerja, dan cara hidup masyarakat Indonesia demi mewujudkan SDM unggul dan bangsa yang berdaya saing.
Baca juga: Komdigi Siapkan 10 Mobil Monitoring Frekuensi Telekomunikasi Saat Nataru
Terbaru, pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, GNRM bertransformasi menjadi gerakan PKJB yang tercantum dalam visi misi pada Asta Cita nomor satu, empat, dan delapan.
Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olah Raga Warsito menjelaskan bahwa PKJB juga merupakan bentuk komitmen pemerintah.
“PKJB bukanlah program instan, seperti infrastruktur yang dibangun kemudian bisa dilihat langsung hasilnya,” jelasnya.
Selama satu dekade, GNRM berhasil menuntaskan pembentukan Gugus Tugas Daerah GNRM di 35 provinsi dan 494 kabupaten/kota. Hal ini menunjukkan keselarasan gerak langkah pemerintah pusat hingga daerah.
Baca juga: Pemeriksaan Budi Arie untuk Tentukan Tersangka Kasus Korupsi di Komdigi
Selain itu, Indeks Capaian Revolusi Mental (ICRM) mengukur aktualisasi lima gerakan, yakni Gerakan Indonesia Melayani, Indonesia Bersih, Indonesia Tertib, Indonesia Bersatu, dan Indonesia Mandiri di setiap provinsi di Indonesia yang diukur berdasar Susenas Modul Sosial Budaya Pendidikan (MSBP) oleh Badan Pusat Statistik (BPS) juga mengalami peningkatan.
ICRM meningkat dari angka 67,01 pada 2018, menjadi 73,82 pada 2023. Hal ini menunjukkan bahwa Revolusi Mental tak sekadar slogan, tetapi juga perubahan nyata yang dapat diukur dan dirasakan.
Dari lima gerakan tersebut, Gerakan Indonesia Melayani mengalami peningkatan tertinggi, yakni dari semula 78,90 pada 2018 menjadi 88,94 pada 2023. Kondisi ini juga menggambarkan bahwa banyak masyarakat yang merasa terlayani saat berurusan dengan birokrasi.
"Gerakan Indonesia Melayani memang telah menunjukkan capaian positif, dengan nilai indeks mencapai lebih dari 80. Namun, gerakan lainnya seperti Indonesia Bersih, Indonesia Mandiri, juga Indonesia Bersatu masih memerlukan penguatan," imbuh Warsito.
Baca juga: Budi Arie Diperiksa Terkait Judol, Anggota DPR: Jadi Pengingat untuk Perkuat Pengawasan di Komdigi
Lebih lanjut, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa kegiatan Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN) merupakan salah satu upaya untuk membentuk Revolusi Mental.
“Kegiatan PKBN merupakan salah satu upaya dari Revolusi Mental melalui Pembangunan Karakter Bangsa di lingkup pendidikan, masyarakat dan pekerjaan,” tegasnya.
Hal tersebut disampaikan pada peringatan Hari Bela Negara ke-76, Kamis (19/12/2024).
Adapun transformasi GNRM ke PKJB yang merupakan perluasan cakupan dan penguatan substansi yang berfokus untuk membentuk SDM yang unggul, berdaya saing, dan berakar kuat pada nilai kebangsaan.
PKJB akan menyasar enam pilar, yaitu sosial dan budaya, politik dan pemerintahan, ekonomi dan bisnis, penegakan hukum, pendidikan dan keilmuan, dan lingkungan semesta.
Program intervensi langsung yang selama ini diinisiasi melalui gerakan Revolusi Mental tetap dilanjutkan dalam konsep baru, dengan perluasan pendekatan, sebagaimana yang tertuang dalam Asta Cita yang menekankan pentingnya nilai kebangsaan dan budi pekerti yang diinternalisasi sejak dini.
Baca juga: Terkait Kasus Judol di Komdigi, Budi Arie: Tak Ada Situs yang Saya Larang Takedown
Langkah awal adalah penguatan sistem pendidikan, yang menjadi kunci dalam membentuk karakter dan jati diri bangsa. Pendidikan tidak hanya ditujukan untuk mencetak individu yang cerdas secaraintelektual, tetapi juga memiliki keunggulan karakter yang khas sebagai bangsa Indonesia.
“Hal ini menggarisbawahi pesan Bapak Menko PMK yakni pentingnya keseimbangan antara fisik yang baik, sehat, termasuk penguasaan iptek dengan karakter moral. SDM yang dihasilkan harus mampu mengintegrasikan keduanya sehingga dapat berkontribusi secara maksimal bagi bangsa,” ujar Warsito.
Tantangan transformasi GNRM ke PKJB sebut Warsito, tidaklah mudah. Sebab, selain menghadapi tantangan internal berupa rendahnya pemahaman generasi muda terhadap nilai Pancasila dan wawasan kebangsaan, generasi juga alan menemui tantangan global seperti digitalisasi, artificial intelligence yang menghadirkan disrupsi informasi, berita bohong, intoleransi, bahkan pemahaman radikal di dunia maya.
“Pentingnya literasi digital, terutama untuk generasi muda dan melibatkan influencer untuk syiar konten positif sehingga meminimalkan ruang negatif di dunia maya,” ungkapnya.
Baca juga: Budi Arie: Tak Ada Kesepakatan atau Aliran Dana dari Judol Komdigi
Pendekatan tersebut tidak hanya meningkatkan partisipasi aktif anak muda tetapi juga menunjukkan bagaimana teknologi dapat digunakan untuk tujuan yang lebih besar, seperti inklusi sosial dan pemberdayaan masyarakat.
Penguatan karakter bangsa juga tidak lepas dari nilai budaya lokal dan sejarah perjuangan bangsa. Identitas bangsa Indonesia bersandar pada nilai Pancasila, Bahasa Indonesia, dan kearifan lokal.
"Generasi muda harus didorong menguasai setidaknya tiga bahasa, yakni bahasa global, bahasa nasional, dan bahasa daerah. Kemampuan ini yang akan menjadi identitas generasi emas masa depan Indonesia”, kata Warsito.
Sebagai informasi, transformasi dari GNRM menuju PKJB adalah perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen dari semua pihak.
Melalui sinergi antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia swasta dan media, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi bangsa yang tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga kokoh dalam identitas dan karakter yang sesuai ideologi Pancasila.
Baca juga: Peringati Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Kresek, Pj Bupati Madiun: Kami Ini Korban Bukan Pelaku