KOMPAS.com - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa platform digital yang gagal menghapus konten pornografi anak dalam waktu maksimal 1x4 jam setelah menerima laporan akan dikenakan denda administratif besar serta sanksi lainnya.
Hal tersebut menegaskan keseriusan pemerintah dalam melindungi ruang digital dari konten berbahaya.
“Melindungi anak-anak dari dampak negatif internet adalah prioritas utama. Tidak ada toleransi bagi platform yang lalai. Ini bukan hanya soal regulasi, tetapi tanggung jawab moral terhadap masa depan generasi muda,” ujar Meutya dalam siaran pers yang dikutip dari laman Komdigi.go.id, Selasa (4/2/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan Meutya setelah menghadiri acara Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Pejabat Pimpinan Tinggi Madya, Pratama, dan Jabatan Fungsional Utama di Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Jakarta Pusat, Jumat (31/1/2025).
Baca juga: Desentralisasi Terorisme
Berdasarkan Keputusan Menteri Kominfo (Kepmenkominfo) Nomor 522 Tahun 2024, Penyelenggara Sistem Elektronik User-Generated Content (PSE UGC) diwajibkan untuk menghapus konten yang melanggar aturan sesuai dengan tingkat urgensi.
Khusus untuk konten pornografi anak dan terorisme, PSE UGC harus menghapus konten tersebut dalam waktu maksimal empat jam sejak menerima pemberitahuan. Langkah ini diambil untuk memastikan respons cepat terhadap konten yang membahayakan keselamatan publik dan moralitas anak di ruang digital.
Selain konten pornografi anak dan terorisme, pemerintah juga mengawasi penghapusan konten negatif lainnya yang melanggar peraturan, seperti pornografi umum, perjudian, aktivitas keuangan ilegal (termasuk investasi dan fintech ilegal), serta produk makanan, obat, dan kosmetik ilegal.
Aturan tersebut berlaku khusus bagi PSE UGC di sektor privat, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kominfo Nomor 522 Tahun 2024.
Baca juga: Perlindungan Anak di Dunia Digital, Kemenkomdigi Terapkan SAMAN untuk Cegah Konten Ilegal
Sebagai upaya nyata, pemerintah telah meluncurkan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (SAMAN), sebuah sistem pencatatan dan dokumentasi sanksi administratif, termasuk denda, yang akan dikenakan kepada PSE UGC sebagai bagian dari pengawasan moderasi konten.
Sistem tersebut bertujuan memperkuat pengawasan platform digital sekaligus menciptakan ruang digital yang aman bagi masyarakat Indonesia.
"SAMAN adalah bukti komitmen kami untuk menjaga ruang digital tetap sehat dan aman, terutama bagi anak-anak. Dengan sanksi tegas, kami berharap platform akan lebih bertanggung jawab," imbuh Meutya.
Laporan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 481 kasus anak menjadi korban pornografi dan kejahatan siber antara 2021 hingga 2023.
Baca juga: Indonesia Negara Ke-4 dengan Kasus Pornografi Anak Terbanyak, Kenali Tanda Anak Kecanduan
UNICEF juga melaporkan bahwa satu dari tiga anak di dunia pernah terpapar konten tidak pantas di internet.
Mengikuti langkah negara-negara seperti Australia dan Uni Eropa, Meutya menekankan pentingnya kebijakan progresif demi keamanan digital.
“Indonesia tidak boleh tertinggal. Dengan SAMAN, kami mengambil langkah besar dalam melindungi masyarakat dari bahaya konten negatif,” ucapnya.
Langkah tersebut diharapkan mampu menciptakan ekosistem digital yang lebih aman dan sehat serta memberikan sinyal bahwa pemerintah tidak akan berkompromi terhadap ancaman keamanan digital.