KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyelenggarakan Forum Literasi Politik Hukum dan Keamanan Digital (Firtual) dengan tema “Kebijakan dan Praktik Bisnis yang Berbasis Hak Asasi Manusia” di Yogyakarta, Kamis (19/9/2024).
Acara tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai upaya pemerintah dalam menciptakan lingkungan bisnis yang bertanggung jawab dan menghormati hak asasi manusia (HAM), serta untuk mempromosikan praktik bisnis etis di Indonesia.
Ketua Tim Informasi dan Komunikasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dari Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo, Astrid Ramadiah Wijaya, menjelaskan bahwa kebijakan dan panduan diperlukan untuk mendukung perlindungan dan penghormatan terhadap implementasi HAM, serta untuk memperkuat mekanisme pemulihan yang efektif.
Baca juga: Kemasan Rokok Polos, Bayang-bayang Penurunan Pendapatan Negara hingga Pengurangan Pekerja
Hal tersebut, kata dia, bertujuan untuk meningkatkan pendapatan per kapita di Indonesia dan membantu negara keluar dari jeratan middle income trap.
“Saya menekankan pentingnya pembentukan inisiatif Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM),” ujar Astrid dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (20/9/2024).
Stranas BHAM merupakan kebijakan nasional yang memperhatikan perlindungan dan pemulihan HAM terkait praktik korporasi, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2023.
Astrid menambahkan bahwa dalam implementasi kebijakan tersebut, HAM harus menjadi bagian integral dari kebijakan dan praktik bisnis.
Baca juga: Produksi Sarung Tangan Berpotensi Naik Usai Kebijakan Baru AS
“Semua entitas bisnis diharapkan untuk mematuhi peraturan dan standar yang berlaku terkait HAM, serta menerapkan transparansi dan akuntabilitas melalui kebijakan HAM,” jelasnya.
Astrid juga menyoroti pentingnya pelayanan publik kepada masyarakat, terutama untuk kelompok rentan seperti lansia, disabilitas, anak-anak, serta ibu hamil dan menyusui.
“Dengan komitmen bersama, Stranas Bisnis dan HAM dapat menjadi alat yang efektif untuk mencapai cita-cita bangsa dalam mendukung bisnis dan investasi yang mengedepankan HAM di Indonesia, sekaligus meningkatkan daya saing bangsa,” imbuhnya.
Baca juga: Dirjen HAM Anggap Penting Revisi UU SPPA untuk Perjelas Aturan ABH
Sebagai informasi, dalam acara tersebut, hadir dua narasumber utama, yakni Kepala Bidang HAM Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Yogyakarta Purwanto, serta influencer dan entrepreneur Rico Lubis.
Purwanto menjelaskan bahwa ketika ada regulasi, seringkali pengusaha beranggapan bahwa aturan-aturan tersebut akan membebani mereka, karena orientasi mereka adalah pada keuntungan dan profit.
Namun, kata dia, mereka tidak memiliki pilihan selain mengikuti aturan tersebut.
“Regulasi bersifat mengikat dan mencakup kewajiban serta hak. Oleh karena itu, pasti ada sanksi atau konsekuensi yang harus dihadapi. Hal ini perlu disosialisasikan kepada semua pihak, baik pelaku usaha maupun pemegang kekuasaan dalam regulasi,” ucap Purwanto.
Baca juga: Pelaku Usaha Sebut Standar Desain Kemasan Polos Picu Rokok Ilegal
Mengenai Perpres Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM, Purwanto menekankan bahwa peraturan ini muncul sebagai respons terhadap kebutuhan global, terutama terkait eksploitasi sumber daya alam dan manusia.
“Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk menciptakan aturan yang melindungi HAM. Oleh karena itu, penghormatan, perlindungan, penegakan, pemenuhan, dan pemajuan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah,” katanya.
Purwanto menambahkan bahwa Perpres Nomor 60 Tahun 2023 bertujuan memberikan panduan kepada pelaku usaha untuk memastikan kepastian hukum dan rasa keadilan.
Dia juga menyebutkan tiga pilar yang menjadi tanggung jawab pemerintah, yaitu perlindungan, penghormatan, dan pemulihan.
Baca juga: Jalan Panjang Pemulihan Nama Baik Soekarno akibat TAP MPRS 33/1967
Sementara itu, Rico Lubis sebagai pelaku usaha mengungkapkan bahwa dirinya telah mempertimbangkan aspek HAM para karyawannya secara matang sebelum mendirikan perusahaannya.
“Ketika membangun perseroan terbatas (PT), saya sudah memikirkan semua hal terkait HAM sejak awal, karena saya dulunya pernah menjadi pekerja,” ujarnya.
Rico lebih memilih untuk memperlakukan timnya dengan pendekatan kekeluargaan, tanpa melupakan hak-hak mereka sebagai pekerja, seperti Tunjangan Hari Raya (THR), uang lembur, dan lain-lain.
Baca juga: SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART
“Semua karyawan saya harus memiliki Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan hak cuti. Bahkan jika ada karyawan yang melahirkan atau sakit, saya juga akan menjenguk mereka. Saya berusaha menjadi pemimpin yang baik untuk kepentingan bersama,” imbuhnya.
Rico juga memberikan kebebasan kepada karyawannya untuk berkembang, bahkan ia tidak keberatan jika mereka ingin membuka usaha serupa.
“Saya lebih menghargai karyawan yang ambisius daripada yang hanya patuh. Bahkan ada karyawan yang menyatakan ingin menyaingi saya dan membuka usaha yang sama di masa depan,” tuturnya.