KOMPAS.com – Tingkat daya saing pekerja Indonesia masih tertinggal di kawasan Asean. Survei Institute for Management Development (IMD) pada 2018 menyebutkan, daya saing tenaga kerja Indonesia berada pada peringkat keempat setelah Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Ada banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, salah satunya akibat masih rendahnya akses pendidikan bagi seluruh warga negara. Selain itu, kurang sesuainya antara pendidikan dan pekerjaan juga menjadi faktor penentu lainnya.
Berkaca pada hal itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan ( Kemnaker) pun menggalakkan pelatihan vokasi, baik melalui pemagangan berbasis kompetensi maupun sertifikasi kompetensi.
Pemerintah juga membuka jalan bagi pihak swasta yang ingin ikut serta menyukseskan program ini.
Dengan banyaknya swasta yang terlibat dalam menyelenggarakan pelatihaan vokasi, maka kebijakan Presiden Joko Widodo dalam memperbaiki mutu dan akses pelatihan vokasi akan terwujud. Selain itu, kekurangan pekerja trampil di Indonesia akan pula dapat terpenuhi.
Baca juga: Pacu Kinerja Revitalisasi Vokasi, Kemdikbud Tingkatkan Kualitas Lulusan SMK Indonesia
Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengatakan, terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang pemberian insentif super tax deduction bagi pelaku usaha dan pelaku industri yang melakukan kegiatan vokasi diyakini akan mempercepat pemenuhan kebutuhan tenaga kerja terampil.
Ia menilai kebijakan itu sangat penting untuk meningkatkan keterampilan pekerja secara masif.
“Sekaligus menjawab kebutuhan dunia usaha dan industri akan pekerja terampil yang sesuai, serta meningkatkan daya saing. Saya yakin pelaku industri akan menyambut baik kebijakan ini,” ujarnya melalui rilis tertulis, Rabu, (10/7/2019).
Menaker Hanif pun menjelaskan, perbaikan akses dan mutu pelatihan vokasi melalui kebijakan triple skilling (skilling, upskilling, dan re-skilling) akan semakin efekif dengan daya dukung insentif pajak pro-vokasi.
Seperti diketahui, skilling diperuntukkan bagi pekerja atau calon pekerja untuk memperoleh keterampilan.
Sebagai contoh, upskilling diperuntukkan bagi pekerja untuk meningkatkan keterampilan guna peningkatan karir. Sedangkan reskilling diperuntukkan bagi pekerja korban PHK dan pekerja yang ingin melakukan alih skill dan profesi.
Adapun perbaikan akses pelatihan dilakukan dengan melibatkan Balai Latihan Kerja (BLK) milik pemerintah, Lembaga Pelatihan Keterampilan (LPK) swasta, Training Center milik industri, Training Center milik kementerian/lembaga pemerintah, program pemagangan dan sertifikasi kompetensi.
Baca juga: Kemnaker Gandeng ILO Ajak Pekerja Terapkan K3 di Era Revolusi Industri 4.0
“Guna memastikan lulusan pelatihan sesuai kebutuhan industri, penyelenggaraan pelatihan vokasi melibatkan dunia industri dan asosiasi profesi, baik dalam penyusunan kurikulum maupun instruktur,” jelas Menaker.
Selain mendapatkan materi, lanjutnya, peserta pelatihan juga harus mengikuti on the job training dan uji kompetensi.
Asal tahu saja, tahun ini pemerintah menargetkan sedikitnya dua juta peserta pelatihan vokasi dari berbagai jalur pelatihan, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta. Adapun tiga layer vokasi dilibatkan dalam hal ini, yaitu BLK, SMK, dan Politeknik.
Sebagai informasi, selain insentif super tax deduction untuk kegiatan vokasi, PP tersebut juga mengatur kebijakan insentif super tax deduction untuk kegiatan penelitian dan pengembangan sebesar 300 persen.
Tak hanya itu, insentif investment allowance juga diberikan untuk industri padat karya yang memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.