KOMPAS.com - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M. Hanif Dhakiri mengungkapkan 3 pilar pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menjawab tantangan perubahan jenis dan bentuk pekerjaan di masa.
Pilar pertama, Menurut Hanif, adalah meningkatkan investasi SDM. Menaker meyakini, konsep pembelajaran seumur hidup (long life learning dan long life education) adalah kunci untuk menavigasi berbagai perubahan jenis pekerjaan di masa depan.
Apalagi, saat ini skill atau keterampilan menjadi bekal wajib dalam menghadapi dunia ketenagakerjaan yang semakin dinamis dan fleksibel.
Menurut dia, semua orang harus bisa mengalami long life learning melalui berbagai bentuk skilling, upskilling, dan reskilling.
Lebih lanjut, Menaker menjelaskan, pilar ini dapat diwujudkan dengan revitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia.
Baca juga: Atasi Masalah Ketenagakerjaan Dunia, Indonesia Usulkan 3 Gagasan di Jenewa
Indonesia perlu memasifkan pelatihan kerja demi mewujudkan SDM berkualitas dalam jumlah memadai dan persebaran yang relatif merata di berbagai daerah.
"Saya ingin menekankan bahwa ini adalah tanggung jawab bersama pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja. Selain itu, ini harus menjadi bagian integral dari proyek investasi di negara berkembang," kata Hanif dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Rabu (19/6/2019).
Kemudian dia pun mencontohkan program pembangunan 1.000 lembaga pelatihan kerja dan program pemagangan yang dikerjasamakan dengan industri.
"Kami sedang mendirikan 1000 pusat pelatihan kerja baru tahun ini untuk mengatasi skill mismatch dan pengangguran kaum muda," terang Menaker dalam pidatonya di Forum Konferensi Perburuhan Internasional/International Labour Conference (ILC) ke-108, Jenewa, Swiss (18/6/2019).
Kedua adalah penguatan institusi atau lembaga kerja sama. Menurut dia, untuk meningkatkan peran seluruh stakeholder ketenagakerjaan maka institusi atau lembaga dialog sosial harus diperkuat.
Baca juga: Di Sidang ILO ke-108, Menaker Aktif Sampaikan Gagasan Indonesia
Indonesia pun telah melakukan beberapa cara untuk terus memperkuat institusi atau lembaga kerja sama stakeholder ketenagakerjaan.
Contohnya, memperkuat dialog sosial Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit baik di tingkat nasional maupun daerah, pembentukan Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional dan pembentukan Dewan Produktivitas Nasional.
Meski begitu, menurut Hanif, penerapannya di setiap negata bisa berbeda-beda. Situasi nasional masing-masing negara sangat berpengaruh terhadap pola dialog sosial yang dibangun antar stakehokder.
"Mekanisme dan bentuk dialog sosial nasional harus dikembangkan berdasarkan keadaan nasional," ujarnya.
Baca juga: Di Forum ILO, Indonesia Terus Perjuangkan Nasib Pekerja Palestina
Terakhir, yakni meningkatkan investasi dalam mewujudkan pekerjaan yang layak dan berkelanjutan. Pemerintah Indonesia, menurut Hanif, berkomitmen untuk memperkuat pembangunan ekonomi pedesaan dengan menyediakan Dana Desa.
"Kami juga telah mengembangkan Desa Migran Produktif (Desmigratif) yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian ekonomi dan standar hidup para pekerja migran yang kembali beserta keluarga mereka di desa asal mereka," tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Menaker juga mendesak International Labour Organization (ILO) memainkan perannya dalam menciptakan kerja sama multilateral antar negara, sehingga globalisasi ekonomi dapat memberi dampak positif bagi seluruh negara dunia.
"Kami harus mengambil momentum Konferensi 100 Tahun ILO ini untuk menghidupkan kembali komitmen kita dan mengambil tindakan tegas untuk mencapai keadilan sosial, perdamaian abadi dan stabilitas," pungkasnya.