KOMPAS.com - Sehari menjelang peringatan Hari Buruh internasional atau May Day 2019, Presiden Joko Widodo bersama Menteri Ketenagakerjaan ( Menaker) Hanif Dhakiri makan siang bersama ribuan pekerja atau buruh PT KMK Global Sports di Tangerang, Banten, Selasa (30/4/2019).
Mengenakan pakaian lengan panjang kemeja putih, presiden tiba pukul 11.30 WIB, di pabrikan alas kaki yang mampu menghasilkan 1,5 juta pasang sepatu setiap bulan tersebut.
Presiden langsung meninjau ruang produksi perusahaan yang memiliki 30 lini produksi dan menyerap tenaga kerja sebanyak 15.655 orang itu.
Seperti dalam keterangan tertulisnya, Kunjungan Presiden Jokowi disambut antusias para buruh yang sedang bekerja. Sebagian buruh bahkan meninggalkan pekerjaan mereka untuk bisa bersalaman dan berfoto bersama Jokowi.
Duduk sejajar di kursi panjang dengan buruh di ruang makan buruh KMK Sports, Jokowi menyantap makanan yang sama dengan buruh. Menunya, yakni nasi putih, sop daging, tempe, telur dan buah salak.
Hadir juga mendampingi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar dan CEO KMK Global Sports C.K Song.
Ekosistem ketenagakerjaan yang kaku
Seusai mendampingi Presiden Jokowi makan siang bersama, Menaker Hanif Dhakiri kembali menyoroti masalah kaku atau rigidnya ekosistem ketenagakerjaan sebagai salah satu problem utama dunia ketenagakerjaan.
“Ekosistem kita seperti kanebo kering, kakunya minta ampun. Padahal saat ini zaman serba digital dan dunia menjadi sangat fleksibel. Cari pekerja skilled tidak mudah, proses PHK berbelit-belit, hubungan kerja masih seperti power relations dan jam kerja juga kaku,“ lanjut Hanif Dhakiri.
Menurut Hanif Dhakiri, jam kerja yang kaku menyebabkan partisipasi perempuan diangkatan kerja tidak terlalu tinggi karena harus memilih antara di luar rumah atau di dalam rumah.
“Jam kerja sangat kaku 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Ini kaku banget. Mungkin fleksibilitas jam kerja dapat membantu meningkatkan partisipasi perempuan “ ujar Hanif.
Karenanya, lanjut Hanif, kakunya jam kerja tersebut perlu didiskusikan atau dikaji mendalam dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) ketenagakerjaan untuk memastikan iklim atau ekosistem ketenagakerjaan yang kaku bertransformasi menjadi lebih baik.
“Perlu diskusi mendalam agar ekosistem ketenagakerjaan bisa bertransformasi dari yang rigid/kaku menjadi lebih fleksibel. Saat ini zaman serba digital dan dunia menjadi sangat fleksibel, “ ujar Hanif.