KOMPAS.com – Staf Ahli Menteri Bidang Perencanaan Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan, para menteri bidang energi negara-negara Group of Twenty ( G20) mengharapkan percepatan transisi energi menjadi komitmen bersama dalam poin deklarasi pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi ( KTT) G20 di Bali pada Selasa (15/11/2022) hingga Rabu (16/11/2022) mendatang.
“Negara G20 sepakat untuk mempercepat transisi energi termasuk memastikan tercapainya target pembangunan global berkelanjutan pada 2030. Hal itu merupakan solusi kunci dalam mengatasi krisis energi global yang terjadi saat ini, khususnya untuk akses energi modern yang handal, berkelanjutan, dan terjangkau bagi semua,” ungkap Yudo dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (9/11/2022).
Hal itu disampaikan oleh Yudo Dwinanda dalam jumpa pers #G20updates melalui dalam jaringan (daring), Selasa (8/11/2022).
Maka dari itu, Menteri Energi G20 menyepakati “ Bali Compact” yang merupakan hasil dari Energy Transitions Ministerial Meeting (ETMM) di Bali pada September 2022 yang berisi mengenai sembilan prinsip “Bali Compact” menjadi bagian penting dari percepatan transisi energi.
Baca juga: Kementerian ESDM Alokasikan Rp 868,7 Miliar Bangun Sektor Energi Baru Terbarukan
“Dalam pertemuan para menteri energi di Bali, semua sepakat untuk melakukan transisi energi dengan tidak ada yang tertinggal. Meski pada pertemuan itu negara-negara mengakui adanya perbedaan situasi dan kondisi setiap negara serta sepakat untuk mencapai target-target global,” ujar Yudo.
Untuk mendukung transisi energi, lanjut Yudo, para negara energi itu menekankan pentingnya untuk pengembangan teknologi yang inovatif dan terjangkau, termasuk pentingnya kerja sama transfer pengetahuan dan inovasi teknologi.
“Para negara itu juga sepakat untuk meningkatkan investasi dan mendorong aliran dana bagi negara berkembang guna percepatan transisi energi serta pentingnya memperkuat kerja sama,” ucap Yudo.
Sebagai informasi, “Bali Compact” berprinsip percepatan transisi energi dengan mempertimbangkan keuntungan bagi semua pihak tanpa ada yang tertinggal dalam prosesnya.
Selain itu, prinsip tersebut juga untuk menghargai perbedaan situasi dan kondisi masing-masing negara. Meski demikian, semua tetap sepakat untuk mencapai target-target global.
Baca juga: Kementerian ESDM Sebut Prinsip-prinsip Bali Compact Bisa Jadi Warisan Indonesia untuk Dunia
Adapun kesembilan prinsip dalam “Bali Compact” yang disepakati oleh negara-negara G20 adalah sebagai berikut.
Baca juga: Kementerian ESDM: Teknologi dan Pendanaan Jadi Tantangan Percepatan Transisi Energi
Menurut Yudo, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi untuk mewujudkan transisi energi, yaitu teknologi dan pendanaan.
“Tantangan lain yang perlu dihadapi adalah dana. Sebab, transisi energi membutuhkan dana yang tidak sedikit, termasuk guna mempercepat waktu pensiunnya pembangkit listrik tenaga uap ( PLTU).
“Selain itu, penguasaan teknologi, waktu pelaksanaan proyek, dan kesiapan industri pendukung baik dari sudut aspek teknis maupun keekonomian juga menjadi catatan daftar tantangan berikutnya,” kata Yudo.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sebut dia, Indonesia terus berupaya untuk melakukan sejumlah terobosan, mulai dari penerbitan Peraturan Presiden (PP) Nomor 12 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik dan penyusunan Rancangan Undang-Undang ( RUU) energi baru dan terbarukan (EBT).
Adapun rancangan tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, perkuatan kelembagaan, dan tata kelola, penciptaan iklim investasi yang kondusif dan pemanfaatan sumber EBT untuk pengembangan industri ekonomi nasional.
“RUU ini nantinya menjadi game changer untuk mempercepat transisi energi di Indonesia,” ujarnya.