KOMPAS.com – Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan (AEBT) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna mengatakan, keberadaan suatu infrastruktur sangat penting dalam peningkatan kapasitas pengelola teknologi panel surya.
Oleh karenanya, Kementerian ESDM melalui Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi (PPSDM KEBTKE) menggelar pelatihan teknis teknologi panel surya bagi 80 operator lokal dari Indonesia dan Timor-Leste.
“Dalam hal ini, warga lokal tempat dibangungnya pembangkit EBT dapat mengoperasikan sistemnya sendiri,” ujarnya dalam pada Seremoni Penutupan dan Penyerahan Modul Pelatihan ACCESS, Jumat (4/11/2022).
ACCESS merupakan proyek Accelerating Clean Energy Access to Reduce Inequality Program Pembangunan Perserikatan Bangsa (UNDP) dengan dukungan dari Korea International Cooperation Agency (KOICA) dan bekerja sama dengan PPSDM KEBTKE.
Baca juga: Menteri ESDM Minta Dirjen EBTKE Baru Genjot Bauran Energi Baru Terbarukan Hingga 23 Persen
Feby mengatakan, saat ini terdapat 30 operator di Timor Leste yang telah dilatih dan disertifikasi dalam program tersebut.
Melalui program ACCESSS, telah ditransfer pula modul pelatihan kepada Pemerintah Timor Leste yang dapat menjadi katalis bagi awal dari peluang pelatihan lebih lanjut di Timor Leste.
“Saya juga berharap melalui kegiatan ini pengetahuan serta praktik-praktik terbaik dalam mengelola pembangkit tenaga listrik terbarukan off grid dapat lakukan di Indonesia dan Timor Leste sehingga manfaatnya dapat dirasakan di komunitas kedua negara,” katanya dalam ebtke.esdm.go.id, Senin (7/11/2022).
Pelatihan teknis angkatan terbaru terdiri dari 16 operator yang menyelesaikan dua minggu program.
Pemasangan panel surya dan sumber energi terbarukan lainnya sangat penting untuk mempercepat transisi kedua negara menuju peningkatan pemanfaatan sumber energi terbarukan.
Baca juga: Dirjen EBTKE Ajak Semua Pihak Berinovasi Kembangkan Pemanfaatan Energi Surya
Seperti diketahui, Indonesia tengah mempercepat transisi energi bersih sebagai bagian dari strategi kunci mengatasi krisis iklim.
Pada kesempatan itu, Ketua Tim Unit Lingkungan UNDP Aretha Aprilia menyoroti kemitraan yang kuat antara ketiga negara.
Menurutnya, program pelatihan telah menyatukan Indonesia dan Timor-Leste karena kedua negara bekerja sama menuju sumber energi yang lebih terbarukan, dengan dukungan Korea Selatan.
“Program pelatihan ini akan memastikan bahwa masyarakat yang paling rentan di Indonesia dan Timor Leste memiliki akses yang adil dan berkelanjutan ke layanan dasar. Ini akan membantu meningkatkan mata pencaharian mereka,” ungkap Aprilia.
Sementara itu, Country Director KOICA Indonesia Jeong Yun Gil berharap, operator bersertifikat dapat memberikan dampak pada transisi energi terbarukan.
“Operator lokal bersertifikat berkontribusi tidak hanya pada keberlanjutan Proyek ACCESS, dalam hal komponen teknis, tetapi juga akan mencapai tujuan bersama kami untuk mewujudkan kesetaraan, dan membantu mempercepat pengembangan masyarakat,” jelas Jeong.
Baca juga: Maruf Amin Minta Gedung Baru UNU Yogyakarta Manfaatkan Panel Surya
Adapun pelatihan tersebut juga menandai penguatan Kerja Sama Selatan Selatan dan Triangular (KSST) antara Indonesia, Timor-Leste, dan Korea Selatan melalui proyek ACCESS.
Proyek ACCESS bertujuan mendukung masyarakat yang paling rentan agar memiliki akses yang adil, terjangkau, dan berkelanjutan terhadap kebutuhan dasar penting, termasuk listrik dan air.
Proyek tiga tahun tersebut dilaksanakan di 23 desa di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Tengah.
Proyek tersebut juga dijalankan di 25 desa di tiga kotamadya Timor-Leste, yaitu Kotamadya Atauro, Bobonaro, dan Manatuto.
Proyek ACCESS didanai hibah sebesar 18.028.509 dollar AS dari KOICA Indonesia dengan 15.028.509 dollar AS untuk Indonesia dan 3 juta dollar AS untuk Timor-Leste.