KOMPAS.com - “Satu orang, satu identitas sah” merupakan prinsip yang menjadi tiang penyangga integritas layanan publik dan keamanan nasional yang dikelola pemerintah.
Namun, seiring perkembangan teknologi digital, fondasi tersebut mulai diganggu oleh meningkatnya kejahatan siber.
Di tengah lonjakan transaksi digital dan layanan daring yang memudahkan aktivitas masyarakat, ancaman pemalsuan identitas terus bertumbuh dan mencapai titik kritis.
Berbagai kejahatan siber, mulai dari pemalsuan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP), manipulasi data, hingga penggunaan data ganda, berpotensi mengancam kredibilitas sistem perbankan, akuntabilitas layanan sosial, bahkan kemurnian proses demokrasi.
Untuk melawan gelombang kejahatan digital, Kementerian Komunikasi dan Digital ( Komdigi) menyiapkan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Registrasi Jasa Telekomunikasi melalui jaringan seluler.
Baca juga: Pemerintah Siapkan Aturan Baru Registrasi Kartu SIM Berbasis Face Recognition
Lewat aturan itu, pengguna dengan nomor ponsel baru (nomor seluler/SIM) diwajibkan melakukan registrasi menggunakan metode face recognition atau pengenalan wajah.
RPM yang disiapkan Komdigi merupakan penyempurnaan dari Peraturan Menteri Kominfo (Permenkominfo) Nomor 5 Tahun 2021 yang sebelumnya hanya mewajibkan registrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK).
Pembaruan diperlukan karena metode lama rentan disalahgunakan untuk penipuan online, penyebaran hoaks, judi online (judol), hingga SMS spam.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan, masyarakat berhak mendapatkan rasa aman dalam berkomunikasi.
“Dengan data pelanggan yang jelas, valid, dan mutakhir, pelaku kejahatan digital akan semakin sulit bersembunyi di balik identitas palsu,” katanya melansir indonesia.go.id, Minggu (13/4/2025).
Baca juga: Registrasi Kartu SIM Berbasis “Face Recognition” Dinilai Mampu Tutup Celah Kejahatan Digital
Komdigi juga akan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menyelesaikan RPM terkait registrasi berbasis pengenalan wajah.
Direktur Jenderal (Dirjen) Ekosistem Digital Kementerian Komdigi Edwin Hidayat Abdullah mengatakan, skema baru tersebut memastikan nomor hanya aktif jika sesuai dengan identitas pemilik sah.
Penerapan skema itu tak lepas dari tingginya jumlah aktivasi nomor baru operator seluler yang bisa mencapai 500.000 per hari, sehingga membuka peluang penyalahgunaan identitas dalam skala besar.
“Yang sedang kami rapikan adalah bagaimana industri telekomunikasi tidak hanya tumbuh sehat, tetapi juga memiliki tanggung jawab kuat dalam menjaga pelanggannya,” jelas Edwin, melansir komdigi.go.id, Jumat (14/11/2025).
Baca juga: Waspada Kejahatan Digital! Ini 11 Tips Aman Gunakan M-Banking
Berdasarkan Konsultasi Publik atas RPM tentang Registrasi Pelanggan Jasa Telekomunikasi melalui Jaringan Bergerak Seluler, materi RPM yang disiapkan Komdigi memuat tiga poin.
Pertama, kewajiban registrasi. Calon pelanggan warga negara Indonesia (WNI) yang melakukan registrasi nomor seluler baru, baik prabayar maupun pascabayar (termasuk eSIM) wajib menggunakan Nomor MSISDN (nomor pelanggan), NIK, dan data kependudukan biometrik berupa teknologi face recognition.
Kedua, ketentuan khusus bagi pelanggan usia di bawah 17 tahun. Calon pelanggan yang belum menikah, belum memiliki e-KTP, atau belum memiliki data biometrik dapat melakukan registrasi menggunakan data kepala keluarga sesuai KK.
Ketiga, kewajiban registrasi untuk e-SIM. Pelanggan jasa telekomunikasi untuk e-SIM juga wajib menggunakan identitas prabayar yang meliputi nomor pelanggan (MSISDN), NIK, dan data kependudukan biometrik berupa pengenalan wajah (face recognition).
Baca juga: Ramai soal Narasi Pemerintah Akan Blokir ChatGPT, Ini Kata Komdigi
Materi pokok lainya yang diatur dalam RPM Registrasi Pelanggan, antara lain keamanan data pelanggan jasa telekomunikasi, perlindungan nomor pelanggan, serta mekanisme pengawasan dan pengendalian.
Selain fungsi perlindungan data pribadi, Komdigi juga menggunakan RPM untuk memastikan akurasi data kependudukan dalam berbagai layanan publik.
Salah satunya adalah penggunaan face recognition dalam seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) 2024 oleh BKN untuk menekan praktik kecurangan, seperti penggunaan joki.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) juga memiliki sistem Face Recognition Integrated System Hospital (FRISTA) untuk mempercepat verifikasi identitas peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di fasilitas kesehatan.
Di sektor transportasi, PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI menggunakan face recognition untuk mempermudah proses boarding, sehingga penumpang tidak perlu menunjukkan tiket fisik atau KTP.
Baca juga: Pertama di Indonesia, Unair Pakai Verifikasi Biometrik untuk Daftar Ulang Calon Mahasiswa Baru
Untuk kemudahan layanan publik lainnya, pemerintah melalui mal pelayanan publik (MPP) juga mengadopsi teknologi face recognition agar masyarakat tidak perlu mengulang proses pengisian dokumen identitas.
Langkah Komdigi dan Dukcapil dalam mengadopsi teknologi biometrik seperti face recognition mendapat sambutan positif dari berbagai pihak.
Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi mengatakan, penerapan pengenalan wajah akan meningkatkan keamanan dan kenyamanan dalam proses registrasi di tengah maraknya kejahatan siber.
Lewat sistem tersebut, menurutnya, data pelanggan hanya dapat diakses pemilik sah sesuai perekaman wajah sehingga meminimalkan kebocoran data.
"Yang paling diuntungkan adalah masyarakat. Saat ini, kita tidak tahu apakah data pribadi kita digunakan oleh orang lain," katanya melansir rri.co.id, Sabtu (29/11/2025).
Baca juga: Ada Teknologi Biometrik di eSIM, Registrasi Nomor HP Tak Bisa Pakai Identitas Orang Lain
Sementara itu, Guru Besar Cyber Law and Regulasi Digital Universitas Padjadjaran (Unpad) Ahmad M Ramli mengatakan, biometrik bukan sekadar alat verifikasi, tetapi instrumen penting untuk autentikasi identitas yang aman, andal, dan sulit dipalsukan.
Dia mencontohkan, dengan adanya teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), data biometrik dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi perilaku mencurigakan atau tidak biasa.
“Dalam aplikasi keamanan untuk deteksi penipuan atau ancaman potensial. Aplikasi ini bagus untuk digunakan di sektor perbankan, misalnya, di mana bank akan menolak transaksi tak biasa,” ujarnya melansir Kompas.com, Rabu (16/7/2024).
Namun demikian, penggunaan sistem biometrik memerlukan tingkat akurasi tinggi agar tak menimbulkan celah kebocoran data.
Ahli keamanan siber Vaksin.com Alfons Tanujaya mengatakan, dalam sistem biometrik seperti face recognition, kualitas gambar yang tidak sempurna dapat memperbesar toleransi verifikasi.
Baca juga: Pertemuan Kementerian Komdigi dan Worldcoin, Bahas Alur Bisnis hingga Keamanan Data Biometrik
“Ini mengakibatkan kegagalan verifikasi yang baik dan bisa di-bypass dengan data yang palsu," katanya melansir Kompas.com, Kamis (17/4/2025).
Oleh karena itu, Alfons mengimbau agar verifikasi data pribadi untuk layanan sensitif, seperti pembukaan rekening bank, tidak sepenuhnya mengandalkan satu biometrik saja, melainkan menambahkan pemindaian sidik jari atau iris.