KOMPAS.com – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Menteri Desa PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, para pegawai Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) di pusat dan daerah dalam bidang transmigrasi harus dilatih secara teknis dalam penerapan transpolitan.
Hal tersebut Menteri Desa PDTT sampaikan setelah menetapkan transpolitan sebagai arah kebijakan jangka panjang untuk menyejahterakan transmigran, di Universitas Gadjah
Mada (UGM), Yogyakarta, Selasa (13/6/2023).
“Transpolitan harus dilaksanakan melalui kolaborasi pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat dan media. Hubungan pentahelix itu harus selalu paralel dengan era Revolusi Industri 4.0,” jelas pria yang akrab disapa Gus Halim itu dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (14/6/2023).
Transpolitan adalah sebuah konsep transmigrasi modern yang dikembangkan oleh Kemendesa PDTT bersama Pakar Akademisi UGM dengan basis kolaborasi pentahelix profesional dan penerapan teknologi.
Baca juga: CEO Perusahaan ChatGPT Datang ke Indonesia Hari Ini, Bahas Teknologi AI
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (PPKTrans) Kemendesa PDTT Danton Ginting Munthe mengatakan, pembangunan berbasis Revolusi Industri 4.0 harus menekankan kualitas personal.
“Kami menyadari bahwa pembangunan berbasis Revolusi Industri 4.0 tidak sekadar mengandalkan jumlah penduduk, melainkan turut menekankan kualitas personal. Inilah yang mendasari pelatihan transpolitan ini,” ucapnya.
Sebelumnya, Kemendesa PDTT bersama UGM menyelenggarakan pelatihan transpolitan di Yogyakarta pada 12-15 Juni 2023.
Dua hari pertama pelatihan diikuti sebanyak 50 peserta. Kemudian diikuti 50 peserta berikutnya pada dua hari terakhir.
Baca juga: Kemendesa PDTT Bakal Fasilitasi Proses Paten 21 Teknologi Tepat Guna
Sekretaris Direktorat Jenderal (Ditjen) PPKTrans Kemendesa PDTT, Sigit Mustofa Nurdin mengatakan, para guru besar dan dosen-dosen UGM melatih penuh pegawai transmigrasi pusat dan daerah.
“Dimulai dari pemahaman konseptual, adaptasi sesuai kondisi Kawasan transmigrasi yang berbeda-beda, pengecekan lapangan yang serupa dengan daerah transmigrasi, kemudian diakhiri penyusunan rencana kerja masing-masing wilayah,” jelasnya.
Menurut Sigit, pelatihan tersebut telah mencakup pemahaman pengetahuan transpolitan, hingga praktek implementasinya di lapangan.
Ia menilai bahwa pelatihan itu menjadi kunci efektivitas penerapan arah kebijakan transpolitan hingga lima tahun ke depan.
Perlu diketahui, program transmigrasi telah dilaksanakan Pemerintah Indonesia sejak 1950.
Hingga saat ini, program transmigrasi masih berjalan dengan mengikuti perkembangan zaman dan beragam perbaikannya.
Selain program, paradigma transmigrasi juga turut mengalami transformasi.
Semula orientasi pembangunan transmigrasi mengacu pada penyebaran penduduk atau perpindahan dari wilayah padat penduduk ke daerah jarang penduduk.
Baca juga: Pemprov Jateng Gelontorkan Rp 1,154 Triliun untuk Tangani 3,86 Juta Penduduk Miskin Jateng
Selanjutnya, pemikirannya bergeser pada upaya pengembangan wilayah berbasis kawasan transmigrasi.
Sebagai tindak lanjut ditetapkannya 152 kawasan transmigrasi, pada era pembangunan jangka menengah periode 2020-2024, pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi fokus pada upaya revitalisasi kawasan transmigrasi.
Revitalisasi tersebut menjadi pusat pertumbuhan baru menuju transmigrasi era digital.
Transpolitan kemudian dideklarasikan pada Kongres Transmigrasi pada 19 September 2019, sebagai kesepakatan inovasi revitalisasi kawasan transmigrasi masa kini.