JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) terus menggencarkan transformasi Unit Pengelola (UPK) Eks Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Pedesaan (PNPM-MPd) menjadi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bersama Lembaga Keuangan Desa (LKD).
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Menteri Desa PDTT) Abdul Halim Iskandar menerangkan, perubahan tersebut menyusul pengesahan Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pemerintah pun secara resmi telah melakukan terminasi PNPM-MPd.
Untuk diketahui, UPK PNPM-MPd merupakan pengelola Dana Bergulir Masyarakat (DBM). Total dana yang dikelola mencapai Rp 12,7 triliun, dengan jumlah aset Rp 594 miliar di seluruh Indonesia.
Baca juga: Ketua DPRD Pacitan Sampaikan Keluhan Kades soal Alokasi Dana Desa, Ini Tanggapan Gus Halim
"Transformasi ini sekaligus menjadi awal menjaga keberlangsungan serta perluasan manfaat Rp 12,7 triliun DBM tetap bergulir pada warga miskin di desa, serta mempercepat kemandirian desa di kecamatan lokasi PNPM-MPd,” kata pria yang akrab disapa Gus Halim tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Gus Halim dalam Rapat Koordinasi Teknis Penguatan BUMDes dan Percepatan Pembentukan BUM Desa Bersama Pengelola Dana Bergulir Masyarakat (DBM) eks PNPM-MPd 2022 di Jakarta, Kamis, (17/3/2022).
Terkait progres transformasi, menurut data Kemendes PDTT per Kamis, sebanyak 495 BUMDes Bersama telah mengajukan pendaftaran nama serta 131 BUMDes Bersama telah mengajukan pendaftaran badan hukum.
Selain itu, ada 82 BUMDesa Bersama yang telah beralih dari UPK eks PNPM-Mpd mendapatkan sertifikat Badan Hukum dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Baca juga: Antisipasi Omicron di Desa, Gus Halim Minta Relawan dan Elemen Desa Berkoordinasi
Gus Halim melanjutkan, ada alasan jelas mengapa diadakan transformasi pengelola DBM dari UPK PNPM-MPd menjadi BUMDes Bersama.
Salah satunya, lanjut dia, karena selama ini pengelolaan aset oleh UPK bertentangan dengan UU Desa.
Dana bergulir hanya dinikmati oleh pengelola dan segelintir orang yang terlibat dalam pengelolaan. Kondisi ini berimbas pada penurunan kualitas partisipatif masyarakat.
“Masyarakat desa sebagai pemilik DBM tidak dapat menerima manfaatnya, baik secara langsung maupun manfaat melalui pembangunan yang terintegrasi dalam anggaran pendatapan dan belanja desa (APBDesa). Karenanya, transformasi ini menjadi skala prioritas,” ujar Gus Halim.
Baca juga: Tanggapi RUU BUMDes, Gus Halim: UU Cipta Kerja Sudah Holistik dan Komprehensif
Sebelum transformasi dilakukan, ada sekitar 5.300 kecamatan yang menjadi lokasi UPK eks PNPM. Sebagian lembaga berubah menjadi privat dalam bentuk PT, koperasi, dan badan lain tanpa punya payung hukum jelas. Mereka menggulirkan dana bersama yang bersumber dari loan dan pemerintah pusat ke warga miskin.
Menurut Gus Halim, hal tersebut tidak sesuai. Pasalnya, dana bergulir hanya boleh direpresentasikan oleh pemerintah desa melalui BUMDes Bersama di wilayah UPK eks PNPM-MPd, dalam hal ini kecamatan.
Selain itu, pengelolaan DBM oleh BUMDes Bersama juga akan membuat aset tersebut secara otomatis menjadi milik masyarakat desa tujuan. Dengan begitu, tatanan perekonomian setempat pun diharapkan membaik.
Baca juga: Gus Halim: Minyak Goreng Satu Harga Penting Demi Wujudkan Desa Tanpa Kemiskinan dan Kelaparan
“Pendirian BUMDes Bersama demi kesejahteraan masyarakat desa sehingga perannya tak hanya seabgai produsen, tapi juga konsolidator,” imbus Gus Halim.
Perlu diketahui, untuk mempercepat transformasi UPK Eks PNPM-MPd menjadi BUMDes Bersama, Kemendesa PDTT pun merilis Peraturan Menteri (Permen) Nomor 15 Tahun 2021.