KOMPAS.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menekankan pentingnya pemerintah daerah (pemda) menjaga keseimbangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sekaligus memperkuat peran sektor swasta dalam mendorong pembangunan.
Hal itu disampaikan Tito dalam Program Pembekalan Calon Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Angkatan II Tahun 2025 di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Dalam paparannya, dia menjelaskan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memiliki peran penting dalam mengawasi pengelolaan keuangan daerah.
Porsi belanja negara yang dikelola di tingkat daerah cukup besar sehingga memerlukan pengawasan cermat agar penggunaannya tepat sasaran dan sesuai aturan.
“Nah, yang mengawasi pendapatan dan belanjanya adalah Kemendagri,” ujar Tito dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Jumat (19/9/2025).
Ia menuturkan, setiap daerah mulai menyusun APBD untuk tahun berikutnya pada September hingga November 2025.
APBD merupakan asumsi berupa target pendapatan dan belanja, dengan sumber utama berasal dari tiga pos, yakni dana transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat, pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak dan retribusi, serta sumber lain seperti Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) maupun hibah.
Tito menegaskan pentingnya menjaga agar pendapatan lebih besar dibandingkan belanja.
Dengan begitu, daerah memiliki ruang fiskal yang sehat untuk menabung atau menjalankan program pembangunan.
Sebaliknya, jika belanja lebih besar dari pendapatan, akan terjadi defisit yang berujung pada pinjaman atau penggunaan sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya.
Baca juga: Leony Bedah Laporan Keuangan Tangsel 2024, Soroti Anggaran Suvenir Capai Rp 20,48 Miliar
“Ngatur uang daerah ya sama dengan ngatur negara, sama sebetulnya ngatur rumah tangga. Jangan sampai pendapatan lebih kecil daripada belanja,” jelas Tito.
Dalam kesempatan itu, Tito membagi kemampuan fiskal daerah menjadi tiga kategori.
"Pertama, kapasitas kuat ketika PAD lebih besar dibandingkan transfer pusat," imbuhnya.
Kedua, lanjut dia, kapasitas sedang bila PAD sebanding dengan transfer pusat.
Kategori ketiga, kapasitas lemah jika PAD jauh lebih kecil, sehingga sangat bergantung pada transfer pusat.
Baca juga: Membandingkan Spesifikasi Honor Pad 10, Pad X9a, dan Pad X7, Ini Bedanya
Menurut Tito, besarnya PAD mencerminkan hidup atau tidaknya sektor swasta. Semakin tinggi PAD dari pajak dan retribusi, semakin kuat pula peran swasta. Sebaliknya, PAD kecil menandakan sektor swasta kurang berkembang.
“Jadi selalu saya menyampaikan pada daerah, targetnya bagaimana menghidupkan swasta,” terangnya.
Selain itu, Tito menekankan pentingnya kolaborasi pemda dengan dunia usaha.
Ia meminta kepala daerah melibatkan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di wilayah masing-masing untuk berdialog mengenai potensi daerah dan kebutuhan pelaku usaha.
Baca juga: Kepatuhan Pelaku Usaha Bayar Pajak Reklame Rendah, Pemkot Palangka Raya Bakal Lakukan Penertiban
“Tanyakan potensi wilayah kita ini apa. Terus untuk bisa menghidupkan daerah ini, kalian butuh apa dari saya sebagai pengambil kebijakan dan yang punya kewenangan. Kira-kira begitu,” tandas Tito.