KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk meningkatkan produksi beras guna memperkuat ketahanan pangan nasional.
Pernyataan tersebut disampaikan Tito dalam Rapat Koordinasi (Rakoor) Pengendalian Inflasi Daerah di yang digelar secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP) Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Senin (15/7/2024).
"Fokus kami pada hari ini adalah masalah beras, yang beberapa waktu lalu mengalami kenaikan harga yang tidak terkendali. Namun relatif sudah mulai terkendali di awal tahun ini, seiring dengan peningkatan produksi beras yang mulai membaik," ucap Tito dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (15/7/2024).
Ia menyebut bahwa puncak panen terjadi pada Mei 2024 dan masih berlanjut pada Juni 2024.
Tito juga mengungkapkan bahwa Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) dan presiden terpilih Prabowo Subianto memiliki perhatian yang serius terhadap peningkatan produksi beras guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Langkah utama yang perlu diperhatikan oleh rekan-rekan kepala daerah adalah mendukung peningkatan produksi beras," ujarnya.
Baca juga: Mendag: Kalau Hanya Mengandalkan Jawa, Swasembada Gula dan Beras Akan Mustahil...
Untuk mencapai tujuan tersebut, Tito menjelaskan empat langkah strategis yang harus dilakukan.
Pertama, kata dia, tidak mengonversi lahan sawah yang sudah ada untuk kepentingan lain seperti komersial atau permukiman.
"Kedua, pemda diharapkan untuk mengembangkan lahan sawah baru. Ketiga, mengimplementasikan program pompanisasi untuk mengalirkan air ke daerah-daerah kering," jelas Tito.
Keempat, lanjut dia, meningkatkan kualitas tanaman termasuk penggunaan pupuk subsidi untuk tanah.
Tito menekankan pentingnya tindak lanjut yang cepat melalui rapat internal, khususnya dengan dinas pertanian dan perdagangan daerah.
"Selain itu, dinas perdagangan juga perlu terlibat dalam upaya pompanisasi, penyaluran pupuk subsidi, pelestarian lahan sawah yang ada, peningkatan produksi oleh para petani, dan berbagai aspek lainnya, semua ini menjadi prioritas," ucapnya.
Baca juga: Atasi Kekeringan, Petani Purworejo Manfaatkan Pompa Air Tenaga Surya
Pada kesempatan itu, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menjelaskan berbagai faktor yang menyebabkan penurunan produksi padi di Indonesia.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kekeringan akibat el nino, penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan) yang sudah tua, serta keterbatasan bibit unggul.
Solusi jangka panjang yang diajukan termasuk pompanisasi untuk sawah, optimalisasi lahan (opla) rawa, dan pembukaan lahan sawah baru.
"Kami sangat membutuhkan bantuan pompanisasi karena ini adalah nafas kita, nyawa kita untuk tiga bulan ke depan. Saat ini sudah terpasang 25.000 pompa dari target 75.000 yang harus disalurkan di seluruh Indonesia," ujar Amran yang juga hadir dalam rakor tersebut.
Baca juga: Atasi Kekeringan, Mendagri Minta Semua Kepala Daerah Perkuat Program Pompanisasi
Ia menyoroti peran penting kepala daerah, seperti gubernur, bupati atau wali kota, dan kepala dinas pertanian dalam implementasi pompanisasi di lapangan.
Menurut Amran, masalah kekeringan dapat teratasi secara efektif apabila program 75.000 pompa berhasil terpasang.
“Fokus kami saat ini adalah dua hal, yaitu solusi cepat melalui pompanisasi dan opla. Kami akan melihat pelaksanaan opla, khususnya di Sumatera Selatan (Sumsel), Kalimantan Selatan (Kalsel), dan Kalimantan Tengah (Kalteng),” jelasnya.
Amran menegaskan bahwa produksi padi di Indonesia dapat meningkat dengan penerapan pompanisasi dan opla.
Terlebih, Presiden Jokowi telah menekankan pentingnya program pompanisasi untuk menghadapi musim kemarau dan dampak el nino.